Joanne Kathleen Rowling atau yang dikenal dengan J.K Rowling dilahirkan di Chipping Sodbury, Gloucestershine, England pada tanggal 31 Juli 1965. Bersama orang tua dan adiknya, Rowling pindah rumah ke daerah Winterbourne. Ditempat itu ia mempunyai tetangga yang bernama Potter. Saat Rowling berusia 9 tahun, ia dan keluarganya pindah lagi ke Tutshill. Di Tutshill. Rowling mulai menulis cerita sejak berusia 5 tahun. Karya pertamanya berjudul Rabbit. Rowling mulai bersekolah di sebuah sekolah dasar dan berlanjut ke Wyedean Comprehensive. Setelah lulus Rowling melanjutkan ke Exeter University. Di Exeter ini Rowling belajar bahasa perancis. Pada tahun 1990 Rowling lulus dari Exeter University. Saat berumur 26 tahun ia pindah ke Portugal menjadi guru bahasa Inggris.
Sebagai seorang lulusan Universitas Exeter, Rowling berpindah ke Portugal pada tahun 1990 untuk mengajar Bahasa Inggris. Di sana dia berjumpa dengan seorang wartawan Portugis. Rowling menikah dengan Jorge Arantes seorang wartawan yang berasal dari Portugis. Pada tahun 1993 anaknya yang bernama Jessica lahir. Namun tidak lama setelah anaknya lahir, Rowling bercerai dengan suaminya dan pindah ke Edinburg dengan anaknya dan tinggal berdekatan dengan rumah adik perempuan Rowling, Di..Dalam perjalanannya dari Manchester ke London dengan Kereta api pada tahun 1990, Rowling mendapat ide cerita Harry Potter. Rowling menghadapi masalah untuk menghidupi diri dan anaknya. Semasa hidup dalam kesusahan itu, Rowling mulai menulis sebuah buku.
Si kecil Jo sudah menampakkan kelebihannya, yaitu memiliki kemampuan dengan inspirasinya yang luar biasa. Orangtuanya bukannya tak menyadari betapa istimewanya imajinasi anaknya, orangtuanya sering membacakan buku untuknya sejak usia dini. Sebagai anak kecil pada umumnya, Jo melakukan banyak hal lain selain menulis selama masa mudanya. Membaca dan bermain adalah kegiatan favoritnya. Dan hal yang jarang di temui adalah bila orangtuanya tidak melihat batang hidungnya dibalik sebuah buku.
Jo dan keluarganya pindah ke kota kecil di Winterbourne. Orangtuanya memutuskan bahwa mereka membutuhkan rumah yang lebih besar. Jo sangat cepat beradaptasi, disana Jo berteman dengan kakak beradik bernama Ian dan Vikki Potter. Sejak saat itu, Jo jatuh cinta pada nama mereka, “Potter”. Dan itulah salah satu alasan persahabatan mereka. Pada tahun 1973 di Winterbourne ketika Jo berumur 8 tahun, Jo dan Di membiasakan diri bermain bersama temannya termasuk Ian dan Vikki Potter, mereka senang bermain sihir-sihiran.
Tidak lama setelah Jo berumur 9 tahun, orangtuanya memutuskan untuk pindah lagi ke desa kecil bernama Tutshill dan meninggalkan sahabat-sahabatnya di Winterbourne termasuk Ian dan Vikki Potter. Di Tutshill ada Sungai Wye dan ladang-ladang di sekeliling. Jo dan Di sangat cepat beradaptasi dengan lingkungan barunya. Jo adalah anak yang suka bergaul, dan dengan segera berteman dengan anak di lingkungan tempat tinggalnya. Di usianya yang masih sangat muda, Jo telah membaca novel-novel James Bond karya Ian Fleming. Akhirnya dia menemukan novel karya Jane Austen. Jo mengaku bahwa penulis favoritnya adalah Jane Austen.
Jo akhirnya pindah sekolah di Tutshill Primary. Disana Jo memiliki seorang guru bernama Mrs. Morgan. Dia adalah tipe guru yang kaku, tidak suka omong kosong, dia mengajar Matematika yang tampaknya tak cocok bagi Jo. Mrs. Morgan menganggap dia sebagai siswa yang bodoh sehingga dia di tempatkan di tempat duduk barisan kursi paling kanan di kelas. Jo menyadari posisi duduknya itu adalah barisan anak-anak bodoh. Menjelang akhir semester, Jo berhasil membuktikan pada Mrs. Morgan bahwa dia salah menempatkan Jo di barisan kanan. Jo berhasil mencetak prestasi. Jo mendapatkan kembali kepopulerannya dan mempertahankannya selama di Tutshill dengan tenang. Nilai-nilainya tetap bagus, tapi dia tetap menjadi anak pemalu, dengan sedikit teman dekat. Sedangkan menulis tetap menjadi hasratnya.
Jo berhasil lulus dengan Tutshill dan segera meneruskan ke Sekolah Menengah Wyedean yaitu Wyedean Comprehensive. Dia sedang mengalami masa pubertas, kepercayaan dirinya selama di Tutshill menghilang seketika selama tahun pertamanya di Wyedean. Hal itu membuatnya merasa tidak aman. Kulitnya menjadi berbintik-bintik dan yang lebih buruk dia juga harus memakai kacamata. Tetapi Jo berhasil menemukan tempatnya di Wyedean. Jo menemukan teman yang sesama pendiam dan tidak terlalu populer tetapi cerdas untuk saling berbagi. Dia masih terus menulis dan akhirnya merasa cukup percaya diri untuk mengambil resiko dengan membacakan beberapa dari ceritanya kepada teman-temannya. Jo suka membuat cerita superhero diman dia dan teman-temannya lah yang menjadi superhero. Suatu hari ada sebuah kejadian memalukan yang mengakibatkan tangannya retak. Peristiwinya terjadi saat dia sedang bermain olahraga yang tidak melibatkan kontak dengan orang lain yaitu Bola Net. Suatu ketika, Jo yang pendiam terlibat perkelahian dengan anak paling nakal di kelasnya. Anak itu memukul Jo lebih dahulu dan baginya dia harus balas memukulnya. Segera dia kembali menjadi seorang gadis penakut dan selama berminggu-minggu mengintip setiap pojok karena ketakutan kalau dia akan diserang tiba-tiba.
Seiring usianya bertambah, dia mulai menjadi lebih tenang. Hubungan dengan Di tetap dekat. Jo selalu memanfaatkan Di sebagai orang pertama untuk mendengar cerita-cerita yang terus di hasilkan. Di sekolahya dia terpilih menjadi Head Girl. Tugas seorang Head Girl untuk mengajak wanita bangsawan yang berkunjung ke sekolahnya berkeliling. Hal yang ditakutinya sebagai Head Girl adalah berpidato di depan warga sekolah. Jo menyelesaikan pendidikannya di Wyedean dengan penghargaan tertinggi. Para guru meramalkan masa depan cemerlang baginya. Dia tahu, jauh didalam lubuk hatinya, dia memiliki harapan dan cita-citanya sendiri menjadi seorang Penulis.
Tidak lama setelah Jo berumur 9 tahun, orangtuanya memutuskan untuk pindah lagi ke desa kecil bernama Tutshill dan meninggalkan sahabat-sahabatnya di Winterbourne termasuk Ian dan Vikki Potter. Di Tutshill ada Sungai Wye dan ladang-ladang di sekeliling. Jo dan Di sangat cepat beradaptasi dengan lingkungan barunya. Jo adalah anak yang suka bergaul, dan dengan segera berteman dengan anak di lingkungan tempat tinggalnya. Di usianya yang masih sangat muda, Jo telah membaca novel-novel James Bond karya Ian Fleming. Akhirnya dia menemukan novel karya Jane Austen. Jo mengaku bahwa penulis favoritnya adalah Jane Austen.
Jo akhirnya pindah sekolah di Tutshill Primary. Disana Jo memiliki seorang guru bernama Mrs. Morgan. Dia adalah tipe guru yang kaku, tidak suka omong kosong, dia mengajar Matematika yang tampaknya tak cocok bagi Jo. Mrs. Morgan menganggap dia sebagai siswa yang bodoh sehingga dia di tempatkan di tempat duduk barisan kursi paling kanan di kelas. Jo menyadari posisi duduknya itu adalah barisan anak-anak bodoh. Menjelang akhir semester, Jo berhasil membuktikan pada Mrs. Morgan bahwa dia salah menempatkan Jo di barisan kanan. Jo berhasil mencetak prestasi. Jo mendapatkan kembali kepopulerannya dan mempertahankannya selama di Tutshill dengan tenang. Nilai-nilainya tetap bagus, tapi dia tetap menjadi anak pemalu, dengan sedikit teman dekat. Sedangkan menulis tetap menjadi hasratnya.
Jo berhasil lulus dengan Tutshill dan segera meneruskan ke Sekolah Menengah Wyedean yaitu Wyedean Comprehensive. Dia sedang mengalami masa pubertas, kepercayaan dirinya selama di Tutshill menghilang seketika selama tahun pertamanya di Wyedean. Hal itu membuatnya merasa tidak aman. Kulitnya menjadi berbintik-bintik dan yang lebih buruk dia juga harus memakai kacamata. Tetapi Jo berhasil menemukan tempatnya di Wyedean. Jo menemukan teman yang sesama pendiam dan tidak terlalu populer tetapi cerdas untuk saling berbagi. Dia masih terus menulis dan akhirnya merasa cukup percaya diri untuk mengambil resiko dengan membacakan beberapa dari ceritanya kepada teman-temannya. Jo suka membuat cerita superhero diman dia dan teman-temannya lah yang menjadi superhero. Suatu hari ada sebuah kejadian memalukan yang mengakibatkan tangannya retak. Peristiwinya terjadi saat dia sedang bermain olahraga yang tidak melibatkan kontak dengan orang lain yaitu Bola Net. Suatu ketika, Jo yang pendiam terlibat perkelahian dengan anak paling nakal di kelasnya. Anak itu memukul Jo lebih dahulu dan baginya dia harus balas memukulnya. Segera dia kembali menjadi seorang gadis penakut dan selama berminggu-minggu mengintip setiap pojok karena ketakutan kalau dia akan diserang tiba-tiba.
Seiring usianya bertambah, dia mulai menjadi lebih tenang. Hubungan dengan Di tetap dekat. Jo selalu memanfaatkan Di sebagai orang pertama untuk mendengar cerita-cerita yang terus di hasilkan. Di sekolahya dia terpilih menjadi Head Girl. Tugas seorang Head Girl untuk mengajak wanita bangsawan yang berkunjung ke sekolahnya berkeliling. Hal yang ditakutinya sebagai Head Girl adalah berpidato di depan warga sekolah. Jo menyelesaikan pendidikannya di Wyedean dengan penghargaan tertinggi. Para guru meramalkan masa depan cemerlang baginya. Dia tahu, jauh didalam lubuk hatinya, dia memiliki harapan dan cita-citanya sendiri menjadi seorang Penulis.
Jo adalah anak yang berbakti kepada orangtuanya. Dia harus melanjutkan kuliah di Exeter University yang bukan menjadi keinginannya untuk menekuni bahasa Perancis, jurusan yang sama sekali bukan minatnya. Itu atas dasar pilihan orangtuanya. Mereka menginginkan agar Jo kelak menjadi Sekretaris Dwibahasa. Jo telah dewasa, dibandingkan masa-masa penyesuaiannya di Wyedean, ternyata adaptasi Jo di Exeter lebih mulus.
Tahun-tahun Jo di Exeter dapat dianggap produtkif. Jo menemukan bahwa dirinya dapat menguasai bahasa Perancis dengan mudah dan baginya itu sangat melegakan. Disamping itu, dia masih terus menulis dan menulis menuangkan segala imajinasinya. Tapi, hingga saat itu dia tetap kurang percaya diri untuk mengirimkan karya-karyanya ke penerbit. Ketika meminta penilaian dari teman, dia bahkan merendahkan nilai cerita-ceritanya saat ada teman yang menyatakan bahwa cerita-ceritanya bagus.
Jo lulus dari Exeter University. Musim panas tahun 1990 ia berhasil bekerja menjadi Sekretaris Dwibahasa. Dia juga berhasil menguasai bahasa Perancis. Menjadi Sekretaris sangat membosankan, dia tak pernah mendengarkan rapat-rapat. Dia sibuk sendiri dengan mencorat-coret pinggiran kertas tentang cerita-cerita terbarunya yang seharusnya ia harus menulis hasil rapat. Sehingga belakangan dia di pecat. Berbagai macam pekerjaan telah dilakukannya namun sepertinya tidak cocok. Dia tetap pada pendirian bahwa dia ingin menjadi seorang Penulis.
Tetapi Jo tidak akan mengambil resiko untuk mencapai cita-cita tertingginya itu. Jo mencari pekerjaan. Dan lowongan itu ada di Manchester tepatnya Manchester Chamber of Commerce. Dia bekerja disana penuh rutinitas setiap hari menyiapkan surat menyurat yang baginya tidak kreatif. Dia tinggal di London dan harus naik kereta bolak-balik dari Manchester-London.
Suatu hari sewaktu pulang ke London, keretanya tiba-tiba berhenti. Terjadi semacam kerusakan mekanis 4 jam lamanya. Waktu seperti itu sangat menguntungkan bagi Jo, karena akan jadi waktu untuk mengerjakan kesenangan Jo yaitu membaca atau menulis. Dia hanya memandang keluar jendela, memusatkan perhatian pada sekelompok sapi yang sedang merumput. Tentu sapi bukan subyek yang paling membangkitkan inspirasi. Tiba-tiba sketsa laki-laki kurus, kering dan berkaca mata muncul jelas di kepalanya. Gagasan tentang Harry dan sekolah sihir sangat jelas. Jo terpesona dengan penglihatan yang baru saja dia dapatkan. Dia yang senang membuat nama-nama unik kemudian duduk diam dan bermain-main dengan pikirannya tentang karakter, nama-nama lucu dan kemungkinan jalan cerita. Ketika kereta telah memasuki Stasiun King’s Cross, Jo sangat bersemangat dan cepat-cepat pulang untuk menuliskan konsep-konsep awal sebelum terlupakan.
Pandangan dan imajinasi Jo berkembang sangat luas sejak pertama kali bertemu Harry. Berlembar lembar gagasan tentang cerita Harry Potter yang akan dibuatnya tersimpan dalam sebuah kotak. Jo masih bertahan dengan pekerjaannya di Manchester Chamber of Commerce. Namun musibah demi musibah mulai di derita Jo, ibunya yang menderita Multiple Sclerosis (gangguan tulang belakang yang menyebabkan kelumpuhan) meninggal dunia pada tahun 1990 di usianya yang ke 45. Jo sangat sedih, dia tidak menyangka bahwa penyakit itu begitu cepat merenggut nyawa ibunya. Jo semakin sedih ketika beberapa hari setelah ibunya meninggal, ayahnya memutuskan untuk menikah lagi dengan wanita bernama Barbarra. Jo merasa sangat bersalah karena dia tidak berada di samping ibunya di saat-saat terakhir. Penyesalan terdalam Jo adalah bahwa dia tidak pernah membiarkan ibunya membaca cerita Harry.
Hidup Jo kacau, meninggalnya sang ibu merupakan pukulan berat baginya. Tidak lama setelah itu Jo kehilangan pekerjaannya di Manchester Chamber of Commerce. Dia baru saja menginjak usia 26 tahun, tetapi hatinya mulai terbagi. Dia memendam perasaan bersalah karena tidak bisa menjadi seperti orang lain, bekerja secara normal, berkeluarga dan hidup bahagia. Di sisi lain, dia masih enggan meninggalkan impiannya sebagai seorang Penulis. Kemudian timbul dalam hatinya bahwa ia ingin sekali menjadi seorang guru.
Pada September 1990, Jo pamit kepada ayah dan adiknya Di untuk pergi ke Oporto, Portugal. Di sana ia menjadi guru bahasa Inggris. Akhirnya, Jo betah juga di Oporto, dia terus melanjutkan cerita Harry, tokoh-tokoh dan karakter lainnya telah ia ciptakan. Kesedihannya selama ini berkurang berkat pertemuannya dengan Harry. Menulis Harry Potter, meski harus menghadapi sekian banyak hambatan dan tantangan, memberi kegembiraan terus menerus bagi Jo. Hal itu berubah ketika Jo mulai Jatuh Cinta. Jo bertemu dengan seorang wartawan televisi terkenal. Dia tampan dan berkulit gelap, namanya Jorge Arantes. Jo mengetahui bahwa Jorge cerdas, sensitif dan tertarik pada Jo. Dalam hitungan bulan pertemuan mereka, Jo dan pacarnya menikah. Dua tahun pertamanya menikah, hubungan mereka berjalan baik. Namun pelan-pelan hubungan ini tambah rumit, karena Jorge yang setiap seharian full kerja dan Jo yang sibuk menulis cerita Harry.
Tahun-tahun Jo di Exeter dapat dianggap produtkif. Jo menemukan bahwa dirinya dapat menguasai bahasa Perancis dengan mudah dan baginya itu sangat melegakan. Disamping itu, dia masih terus menulis dan menulis menuangkan segala imajinasinya. Tapi, hingga saat itu dia tetap kurang percaya diri untuk mengirimkan karya-karyanya ke penerbit. Ketika meminta penilaian dari teman, dia bahkan merendahkan nilai cerita-ceritanya saat ada teman yang menyatakan bahwa cerita-ceritanya bagus.
Jo lulus dari Exeter University. Musim panas tahun 1990 ia berhasil bekerja menjadi Sekretaris Dwibahasa. Dia juga berhasil menguasai bahasa Perancis. Menjadi Sekretaris sangat membosankan, dia tak pernah mendengarkan rapat-rapat. Dia sibuk sendiri dengan mencorat-coret pinggiran kertas tentang cerita-cerita terbarunya yang seharusnya ia harus menulis hasil rapat. Sehingga belakangan dia di pecat. Berbagai macam pekerjaan telah dilakukannya namun sepertinya tidak cocok. Dia tetap pada pendirian bahwa dia ingin menjadi seorang Penulis.
Tetapi Jo tidak akan mengambil resiko untuk mencapai cita-cita tertingginya itu. Jo mencari pekerjaan. Dan lowongan itu ada di Manchester tepatnya Manchester Chamber of Commerce. Dia bekerja disana penuh rutinitas setiap hari menyiapkan surat menyurat yang baginya tidak kreatif. Dia tinggal di London dan harus naik kereta bolak-balik dari Manchester-London.
Suatu hari sewaktu pulang ke London, keretanya tiba-tiba berhenti. Terjadi semacam kerusakan mekanis 4 jam lamanya. Waktu seperti itu sangat menguntungkan bagi Jo, karena akan jadi waktu untuk mengerjakan kesenangan Jo yaitu membaca atau menulis. Dia hanya memandang keluar jendela, memusatkan perhatian pada sekelompok sapi yang sedang merumput. Tentu sapi bukan subyek yang paling membangkitkan inspirasi. Tiba-tiba sketsa laki-laki kurus, kering dan berkaca mata muncul jelas di kepalanya. Gagasan tentang Harry dan sekolah sihir sangat jelas. Jo terpesona dengan penglihatan yang baru saja dia dapatkan. Dia yang senang membuat nama-nama unik kemudian duduk diam dan bermain-main dengan pikirannya tentang karakter, nama-nama lucu dan kemungkinan jalan cerita. Ketika kereta telah memasuki Stasiun King’s Cross, Jo sangat bersemangat dan cepat-cepat pulang untuk menuliskan konsep-konsep awal sebelum terlupakan.
Pandangan dan imajinasi Jo berkembang sangat luas sejak pertama kali bertemu Harry. Berlembar lembar gagasan tentang cerita Harry Potter yang akan dibuatnya tersimpan dalam sebuah kotak. Jo masih bertahan dengan pekerjaannya di Manchester Chamber of Commerce. Namun musibah demi musibah mulai di derita Jo, ibunya yang menderita Multiple Sclerosis (gangguan tulang belakang yang menyebabkan kelumpuhan) meninggal dunia pada tahun 1990 di usianya yang ke 45. Jo sangat sedih, dia tidak menyangka bahwa penyakit itu begitu cepat merenggut nyawa ibunya. Jo semakin sedih ketika beberapa hari setelah ibunya meninggal, ayahnya memutuskan untuk menikah lagi dengan wanita bernama Barbarra. Jo merasa sangat bersalah karena dia tidak berada di samping ibunya di saat-saat terakhir. Penyesalan terdalam Jo adalah bahwa dia tidak pernah membiarkan ibunya membaca cerita Harry.
Hidup Jo kacau, meninggalnya sang ibu merupakan pukulan berat baginya. Tidak lama setelah itu Jo kehilangan pekerjaannya di Manchester Chamber of Commerce. Dia baru saja menginjak usia 26 tahun, tetapi hatinya mulai terbagi. Dia memendam perasaan bersalah karena tidak bisa menjadi seperti orang lain, bekerja secara normal, berkeluarga dan hidup bahagia. Di sisi lain, dia masih enggan meninggalkan impiannya sebagai seorang Penulis. Kemudian timbul dalam hatinya bahwa ia ingin sekali menjadi seorang guru.
Pada September 1990, Jo pamit kepada ayah dan adiknya Di untuk pergi ke Oporto, Portugal. Di sana ia menjadi guru bahasa Inggris. Akhirnya, Jo betah juga di Oporto, dia terus melanjutkan cerita Harry, tokoh-tokoh dan karakter lainnya telah ia ciptakan. Kesedihannya selama ini berkurang berkat pertemuannya dengan Harry. Menulis Harry Potter, meski harus menghadapi sekian banyak hambatan dan tantangan, memberi kegembiraan terus menerus bagi Jo. Hal itu berubah ketika Jo mulai Jatuh Cinta. Jo bertemu dengan seorang wartawan televisi terkenal. Dia tampan dan berkulit gelap, namanya Jorge Arantes. Jo mengetahui bahwa Jorge cerdas, sensitif dan tertarik pada Jo. Dalam hitungan bulan pertemuan mereka, Jo dan pacarnya menikah. Dua tahun pertamanya menikah, hubungan mereka berjalan baik. Namun pelan-pelan hubungan ini tambah rumit, karena Jorge yang setiap seharian full kerja dan Jo yang sibuk menulis cerita Harry.
Penghujung Desember 2001, Rowling menikah dengan Dr. Neil Murray di rumah mereka di Skotlandia. Anak kedua dan anak lelaki pertama mereka, David Gordon Rowling Murray, dilahirkan pada 24 Maret 2003, di Royal Infirmary, Edinburgh. Untuk menjaga anaknya itu, Rowling mengatakan yang dia akan jarang muncul di depan orang banyak dan menandatangani buku kelima yang pada saat itu baru dilancarkan. Tak berapa lama selepas mengumumkan yang buku keenam seri Harry Potter telah sempurna dikarang, Rowling melahirkan anak perempuan pada 23 Januari 2005 dan dinamai Mackenzie Jean Rowling Murray. Kini, J.K. Rowling telah berhasil mengarang buku ketujuh dan akhir dari seri tersebut. Ia mengatakan ia tidak akan menyambung lagi seri itu dan ia ingin mencoba mengarang suatu genre yang baru. Buku ketujuh dari seri Harry Potter tersebut diterbitkan pada tahun 2007.
"Kemiskinan memuat rasa takut, dan stres, dan kadang-kadang depresi. Kemiskinan itu berarti beribu penghinaan dan kesulitan. Berjuang keluar dari kemiskinan dengan usaha Anda sendiri, itulah yang sesungguhnya menjadi kebanggaan diri sendiri, tetapi kemiskinan itu sendiri hanya terkesan baik oleh orang bodoh. Apa yang paling saya takuti di usia saya seperti Anda? bukan kemiskinan, tetapi kegagalan. Kegagalan mengajarkan saya hal-hal tentang diri saya sendiri bahwa saya bisa belajar Saya menemukan bahwa saya memiliki kemauan yang kuat, dan disiplin lebih dari yang saya duga, saya juga menemukan bahwa saya memiliki teman-teman yang nilainya benar-benar melebihi harga permata" - JK Rowling.
Daftar Novelnya yang terkenal
Harry Potter and the Philosopher's Stone (26 June 1997)
Harry Potter and the Chamber of Secrets (2 July 1998)
Harry Potter and the Prisoner of Azkaban (8 July 1999)
Harry Potter and the Goblet of Fire (8 July 2000)
Harry Potter and the Order of the Phoenix (21 June 2003)
Harry Potter and the Half-Blood Prince (16 July 2005)
Harry Potter and the Deathly Hallows (21 July 2007)
0 Comments
Post a Comment