Titiek Puspa, yang mempunyai nama asli Sudarwati yang diubah menjadi Kadarwati dan terakhir diubah menjadi Sumarti lahir di Tanjung, Tabalong, Kalimantan Selatan, 1 November 1937. Nama "Titiek Puspa" diambil dari Titiek yang merupakan nama panggilannya sehari-hari dan Puspa dari 'Puspo' nama bapaknya. Nama ini pula yang diambil untuk nama orkes pengiringnya
Titiek Puspa ketika kecil saat masih bernama Soemarti, berdua bersama seorang dari 11 saudara kandung lainnya, suka sekali bernyanyi. Mereka sering nembang musik kesenian tradisional Jawa. Ketika duduk di bangku SMP tahun 1954, Titiek, putri pasangan ayah Tugeno Puspowidjojo seorang mantri kesehatan, dan ibu Siti Mariam, mengikuti perlombaan menyanyi. Ia mendaftar diam-diam sebab takut dimarahi ayah sebab Tugeno Puspowidjojo menganggap menyanyi seperti 'tukang nembang'.
Titiek kukuh maju ke festival mengikuti saran dan dorongan teman-teman. Titiek atau Soemarti disarankan mendaftar dengan mengubah nama menjadi Titiek Puspo, diambil dari nama panggilannya Titiek dan Puspo dari nama ayahnya, sebagai siasat agar tidak ketahuan ayahnya. Soemarti setuju lalu mengindonesiakan nama Puspo menjadi Puspa. Maka, lengkaplah nama baru Titiek Puspa sebuah nama beken yang di kemudian hari melegenda dalam jagat dunia musik pop Indonesia. Walau menghadapi saingan, kebanyakan murid SMA, Titiek yang masih duduk di bangku SMP berhasil keluar sebagai juara pertama.
Tahun 1954 Titiek kembali mengikuti lomba dan tampil sebagai juara kedua Bintang Radio RRI Semarang, jenis hiburan tingkat Jawa Tengah. Ia bangga sebab walau hanya juara dua, namun dengan meraih nilai tinggi Titiek berkesempatan tampil beradu kemampuan di tingkat nasional. Pada malam pemberian hadiah, berlangsung di Stadion Ikada, Gambir, Jakarta, tahun 1954, saat tampil di panggung Titiek didaulat oleh Sjaiful Bachri, pimpinan Orkes Simphony Djakarta menyanyikan lagi Chandra Buana, karya ahlawan nasional Ismail Marzuki.
Sebuah kebanggaan tersendiri mengingat biasanya hanya juara I yang boleh tampil pada 'Malam Gembira' seperti itu. Peristiwa ini sangat berpengaruh membentuk kepercayaan diri Titiek Puspa. Keyakinan 'Soemarti' atau Titiek Puspa menjadi penyanyi, yang kemudian sejak tahun 1960 tercatat sebagai salah satu artis penyanyi pada Orkes Simphony Djakarta pimpinan Sjaiful Bachri, semakin tebal. Terlebih sang ayah Tugeno Puspowidjojo, sesaat sebelum meninggal dunia dalam pelukan Titiek memanfaatkan waktu terakhir menyampaikan permintaan maaf atas sikap menentang Titiek terjun dalam dunia tarik suara.
Di tahun 1955 untuk pertamakali Titiek melakukan rekaman di Semarang, Jawa Tengah, di perusahaan rekaman negara Lokananta. Setahun kemudian Titiek kembali masuk dapur rekaman di perusahaan rekaman Irama, dengan satu lagu Melayu. Berselang beberapa tahun kemudian, tahun 1959, Titiek melakukan rekaman yang ketiga. Rekaman kedua dan ketiga dilakukan di Jakarta bersamaan dengan kegiatan Titiek mengikuti festival Bintang Radio, sebuah obsesi kuat dan sudah berkali-kali dicoba namun sayang kemenangan selalu gagal diraih. Pada masa itu menjadi juara Bintang Radio adalah impian setiap artis pendatang baru sebab gaungnya sangat berpengaruh dalam dunia musik, sebagai batu loncatan untuk dikenal masyarakat luas.'Gagal' membangun jalur keartisan lewat Bintang Radio, Titiek banting setir manggung dari satu panggung ke panggung lain, mengasah diri menjadi entertainer komplit. Ia mengisi panggung hiburan bersama beberapa grup musik seperti White Satin, Zaenal Combo, atau Gumarang. Dunia musik hiburan mengalami efek bola salju berkat kemahiran bernyanyi wanita Jawa kelahiran Tanjung, Kalimantan Selatan, ini.
Musik Untuk Cinta (2011)
Sebuah kebanggaan tersendiri mengingat biasanya hanya juara I yang boleh tampil pada 'Malam Gembira' seperti itu. Peristiwa ini sangat berpengaruh membentuk kepercayaan diri Titiek Puspa. Keyakinan 'Soemarti' atau Titiek Puspa menjadi penyanyi, yang kemudian sejak tahun 1960 tercatat sebagai salah satu artis penyanyi pada Orkes Simphony Djakarta pimpinan Sjaiful Bachri, semakin tebal. Terlebih sang ayah Tugeno Puspowidjojo, sesaat sebelum meninggal dunia dalam pelukan Titiek memanfaatkan waktu terakhir menyampaikan permintaan maaf atas sikap menentang Titiek terjun dalam dunia tarik suara.
Di tahun 1955 untuk pertamakali Titiek melakukan rekaman di Semarang, Jawa Tengah, di perusahaan rekaman negara Lokananta. Setahun kemudian Titiek kembali masuk dapur rekaman di perusahaan rekaman Irama, dengan satu lagu Melayu. Berselang beberapa tahun kemudian, tahun 1959, Titiek melakukan rekaman yang ketiga. Rekaman kedua dan ketiga dilakukan di Jakarta bersamaan dengan kegiatan Titiek mengikuti festival Bintang Radio, sebuah obsesi kuat dan sudah berkali-kali dicoba namun sayang kemenangan selalu gagal diraih. Pada masa itu menjadi juara Bintang Radio adalah impian setiap artis pendatang baru sebab gaungnya sangat berpengaruh dalam dunia musik, sebagai batu loncatan untuk dikenal masyarakat luas.'Gagal' membangun jalur keartisan lewat Bintang Radio, Titiek banting setir manggung dari satu panggung ke panggung lain, mengasah diri menjadi entertainer komplit. Ia mengisi panggung hiburan bersama beberapa grup musik seperti White Satin, Zaenal Combo, atau Gumarang. Dunia musik hiburan mengalami efek bola salju berkat kemahiran bernyanyi wanita Jawa kelahiran Tanjung, Kalimantan Selatan, ini.
Filmografi
Musik Untuk Cinta (2011)
Musik Untuk Cinta (2011)
Cinta Setaman (2008)
Apanya Dong (1983)
Koboi Sutra Ungu (1981)
Gadis (1980)
Putri Giok (1980)
Kisah Cinta Rojali dan Zuleha (1979)
Tuyul Perempuan (1979)
Apanya Dong (1983)
Koboi Sutra Ungu (1981)
Gadis (1980)
Putri Giok (1980)
Kisah Cinta Rojali dan Zuleha (1979)
Tuyul Perempuan (1979)
Inem Pelayan Sexy II (1977)
Inem Pelayan Sexy III (1977)
Karminem (1977)
Inem Pelayan Sexy (1976)
Tiga Cewek Badung (1975)
Ateng Minta Kawin (1974)
Bawang Putih (1974)
Rio Anakku (1973)
Bing Slamet Setan Djalanan (1972)
Pemburu Mayat (1972)
Dibalik Tjahaja Gemerlapan (1966)
Minah Gadis Dusun (1966)
Inem Pelayan Sexy III (1977)
Karminem (1977)
Inem Pelayan Sexy (1976)
Tiga Cewek Badung (1975)
Ateng Minta Kawin (1974)
Bawang Putih (1974)
Rio Anakku (1973)
Bing Slamet Setan Djalanan (1972)
Pemburu Mayat (1972)
Dibalik Tjahaja Gemerlapan (1966)
Minah Gadis Dusun (1966)
0 Comments
Post a Comment