Biografi Prof. Dr. Zakiah Daradjat

 Biografi Prof. Dr. Zakiah Daradjat     Prof. Dr. Zakiah Daradjat lahir di Jorong Koto Marapak, Nagari Lambah, Ampek Angkek, Agam, Sumatera Barat, pada tanggal 06 November 1929. Ayahnya, Haji Daradjat Husain merupakan aktivis organisasi Muhammadiyah dan ibunya, Rafi'ah aktif di Sarekat Islam. Haji Daradjat Husain memiliki dua orang istri. Dari Rafi'ah, istri pertama, lahir enam orang anak dan Zakiah adalah anak pertama, sedangkan dari istri kedua, Hajah Rasunah, lahir 5 anak. Meskipun bukan berasal dari kalangan ulama, sejak kecil Zakiah Daradjat telah ditempa pendidikan agama dan dasar keimanan yang kuat. Ia sudah dibiasakan oleh ibunya untuk menghadiri pengajian-pengajian agama dan dilatih berpidato oleh ayahnya.   Pada usia tujuh tahun, Zakiah sudah mulai memasuki sekolah. Pagi ia belajar di Standard School Muhammadiyah dan sorenya belajar lagi di Diniyah School. Semasa sekolah ia memperlihatkan minat cukup besar dalam bidang ilmu pengetahuan dan agama. Selain itu, saat masih duduk di bangku kelas empat SD, ia telah menunjukkan kebolehannya berbicara di muka umum. Setelah tamat pada tahun 1941, Zakiah dimasukkan ke salah satu SMP di Padang Panjang sambil mengikuti sekolah agama di Kulliyatul Muballighat. Ilmu-ilmu yang diperolehnya dari Kulliyatul Mubalighat kelak ikut mendorongnya untuk menjadi mubalig.


Prof. Dr. Zakiah Daradjat lahir di Jorong Koto Marapak, Nagari Lambah, Ampek Angkek, Agam, Sumatera Barat, pada tanggal 06 November 1929. Ayahnya, Haji Daradjat Husain merupakan aktivis organisasi Muhammadiyah dan ibunya, Rafi'ah aktif di Sarekat Islam. Haji Daradjat Husain memiliki dua orang istri. Dari Rafi'ah, istri pertama, lahir enam orang anak dan Zakiah adalah anak pertama, sedangkan dari istri kedua, Hajah Rasunah, lahir 5 anak. Meskipun bukan berasal dari kalangan ulama, sejak kecil Zakiah Daradjat telah ditempa pendidikan agama dan dasar keimanan yang kuat. Ia sudah dibiasakan oleh ibunya untuk menghadiri pengajian-pengajian agama dan dilatih berpidato oleh ayahnya.

Pada usia tujuh tahun, Zakiah sudah mulai memasuki sekolah. Pagi ia belajar di Standard School Muhammadiyah dan sorenya belajar lagi di Diniyah School. Semasa sekolah ia memperlihatkan minat cukup besar dalam bidang ilmu pengetahuan dan agama. Selain itu, saat masih duduk di bangku kelas empat SD, ia telah menunjukkan kebolehannya berbicara di muka umum. Setelah tamat pada tahun 1941, Zakiah dimasukkan ke salah satu SMP di Padang Panjang sambil mengikuti sekolah agama di Kulliyatul Muballighat. Ilmu-ilmu yang diperolehnya dari Kulliyatul Mubalighat kelak ikut mendorongnya untuk menjadi mubalig.

Pada tahun 1951, ia menamatkan pendidikannya di SMA. Setelah itu, ia memutuskan meninggalkan kampung halamannya untuk melanjutkan studinya ke Yogyakarta. Di Yogyakarta, ia mendaftar ke dua perguruan tinggi dengan fakultas yang berbeda, yaitu Fakultas Tarbiyah Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) Yogyakarta dan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII). Meskipun beliau diterima di kedua fakultas tersebut, beliau akhirnya hanya memilih mengambil Fakultas Tarbiyah PTAIN Yogyakarta atas saran kedua orang tuanya.

Pada tahun 1956, beliau menerima beasiswa dari Departemen Agama untuk melanjutkan pendidikan ke Mesir. Di Mesir, ia langsung diterima di Fakultas Pendidikan Universitas Ain Shams, Kairo untuk program S-2. Tesisnya tentang problema remaja di Indonesia mengantarnya meraih gelar MA pada tahun 1959, setelah setahun sebelumnya mendapat diploma pasca-sarjana dengan spesialisasi pendidikan.

Tidak seperti teman-teman seangkatannya dari Indonesia, setelah menyelesaikan program S-2, Zakiah tidak langsung pulang. Beliau justru malah melanjutkan program S-3 di universitas yang sama. Ketika menempuh program S-3, kesibukan beliau tidak hanya belajar. Pada tahun 1964, dengan Disertasi tentang perawatan jiwa anak, beliau berhasil meraih gelar doktornya dalam bidang psikologi dengan spesialisasi psikoterapi dari Universitas Ain Shams.

Sebagaimana umumnya masyarakat Padang, kehidupan keagamaan mendapat perhatian serius di lingkungan keluarganya. Keluarga Zakiah sendiri bukan dari kalangan ulama atau pemimpin agama. Kakek Zakiah dari pihak ayah menjabat sebagai Kepala Nagari dan dikenal sebagai tokoh adat di Lambah Tigo Patah Ampek Angkek Candung. Kampung Kota Merapak sendiri pada dekade 30-an dikenal sebagai kampung relijius. Zakiah menuturkan, “jika tiba waktu shalat, masyarakat kampung saya akan meninggalkan semua aktivitasnya dan bergegas pergi ke masjid untuk menunaikan kewajibannya sebagai muslim.” Pendeknya, suasana keagamaan di kampung itu sangat kental.

Dengan suasana kampung yang relijius, ditambah lingkungan keluarga yang senantiasa dinafasi semangat keislaman, tak heran jika sejak kecil Zakiah sudah mendapatkan pendidikan agama dan dasar keimanan yang kuat. Sejak kecil Zakiah sudah dibiasakan oleh ibunya untuk menghadiri pengajian-pengajian agama. Pada perkembangannya, Zakiah tidak sekedar hadir, kadang-kadang dalam usia yang masih belia itu, Zakiah sudah disuruh memberi ceramah agama.


Pendidikan


Pada usia enam tahun, Zakiah sudah mulai memasuki sekolah. Pagi belajar di Standaardshool (Sekolah Dasar) Muhammadiyah, sementara sorenya mengikuti sekolah Diniyah (sekolah dasar khusus agama). Hal ini dilakukan karena ia tidak mau hanya menguasai pengetahuan umum, ia juga ingin paling tidak mengerti masalah-masalah dan memahami ilmu-ilmu keislaman. Setelah menamatkan sekolah dasar, Zakiah melanjutkan ke Kulliyatul Muballighat di Padang Panjang.

Seperti halnya ketika duduk di sekolah dasar, sore harinya Zakiah juga mengikuti kursus di SMP. Namun, pada saat duduk di bangku SMA, hal yang sama tidak bisa lagi dilakukan oleh Zakiah. Ini karena lokasi SMA yang relatif jauh dari kampungnya, yaitu di Bukit Tinggi. Kiranya dasar-dasar yang diperoleh di Kulliyatul Mubalighat ini terus mendorongnya untuk berperan sebagai muballighah hingga sekarang.

Pada tahun 1951, setelah menamatkan SMA, Zakiah meninggalkan kampung halamannya untuk melanjutkan studinya ke Yogyakarta. Di kota pelajar itu, Zakiah masuk fakultas Tarbiyah Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN). Di samping di PTAIN Zakiah juga kuliah di fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII). Akan tetapi, Kuliahnya di UII harus berhenti di tengah jalan.

Kemudian pada tahun 1956, Zakiah bertolak ke Mesir dan langsung diterima (tanpa tes) di Fakultas Pendidikan Universitas Ein Shams, Kairo, untuk program S2. Zakiah berhasil meraih gelar MA dengan tesis tentang problema remaja di Indonesia pada tahun 1959 dengan spesialisasi Mental Hygiene dari Universitas Ein Shams, setelah setahun sebelumnya mendapat diploma pasca sarjana dengan spesialisasi pendidikan dari universitas yang sama. Selama menempuh program S2 inilah Zakiah mulai mengenal klinik kejiwaan. Ia bahkan sudah sering berlatih praktik konsultasi psikologi di klinik universitas.

 Biografi Prof. Dr. Zakiah Daradjat     Prof. Dr. Zakiah Daradjat lahir di Jorong Koto Marapak, Nagari Lambah, Ampek Angkek, Agam, Sumatera Barat, pada tanggal 06 November 1929. Ayahnya, Haji Daradjat Husain merupakan aktivis organisasi Muhammadiyah dan ibunya, Rafi'ah aktif di Sarekat Islam. Haji Daradjat Husain memiliki dua orang istri. Dari Rafi'ah, istri pertama, lahir enam orang anak dan Zakiah adalah anak pertama, sedangkan dari istri kedua, Hajah Rasunah, lahir 5 anak. Meskipun bukan berasal dari kalangan ulama, sejak kecil Zakiah Daradjat telah ditempa pendidikan agama dan dasar keimanan yang kuat. Ia sudah dibiasakan oleh ibunya untuk menghadiri pengajian-pengajian agama dan dilatih berpidato oleh ayahnya.   Pada usia tujuh tahun, Zakiah sudah mulai memasuki sekolah. Pagi ia belajar di Standard School Muhammadiyah dan sorenya belajar lagi di Diniyah School. Semasa sekolah ia memperlihatkan minat cukup besar dalam bidang ilmu pengetahuan dan agama. Selain itu, saat masih duduk di bangku kelas empat SD, ia telah menunjukkan kebolehannya berbicara di muka umum. Setelah tamat pada tahun 1941, Zakiah dimasukkan ke salah satu SMP di Padang Panjang sambil mengikuti sekolah agama di Kulliyatul Muballighat. Ilmu-ilmu yang diperolehnya dari Kulliyatul Mubalighat kelak ikut mendorongnya untuk menjadi mubalig.

Setelah meraih MA, Zakiah tidak langsung pulang, tetapi Zakiah menempuh program S3 di universitas yang sama. Ketika menempuh program S3 kesibukan Zakiah tidak hanya belajar. Pada tahun 1964, dengan disertasi tentang perawatan jiwa anak, Zakiah berhasil meraih gelar doktor dalam bidang Psikologi dengan spesialisasi kesehatan mental dari universitas Ein Shams.

Karir


1 November 1964 Pegawai bulanan Organik, sebagai Ahli Pendidikan Agama, di Departemen Agama (Depag) Pusat. 10 Agustus 1965 Pegawai Negeri Sementara Ahli Pendidikan Agama, Depag. September 1965 Ahli Pendidikan Agama Tk. I di Depag.

28 Maret 1967 Kepala Dinas Penelitian dan Kurikulum pada Direktorat Perguruan Tinggi Agama dan Pesantren Luhur. Pangkat: Ahli Pendidikan Agama Tk. I, Depag. 

25 September 1967 Pegawai Tinggi Agama pada Diperta dan Pesantren Luhur, Depag.

17 Agustus 1972 Direktur Pendidikan Agama, Depag.

28 Oktober 1977 Direktur Perguruan Tinggi Agama, Depag.

1 Oktober 1982 Diangkat sebagai Guru Besar IAIN Jakarta.

30 Mei 1985 Anggota Dewan Guru Besar, Depag.

30 Oktober 1984 Dekan Fakultas Pasca Sarjana IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

1983-1988 Anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA), periode 1983-1988.

25 November 1994 Anggota Dewan Riset Nasional.

1992-1997 Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), periode 1992-1997.

Aktivitas dalam Lembaga/Organisasi

1970 Salah seorang pendiri dan ketua “Lembaga Pendidikan Kesehatan Jiwa, Universitas Islam Jakarta”.

1970-1974 Andalan Nasional Kwartir Pramuka.

1975 Anggota Pacific Science Association.

1978 Okt-1979 Mei Anggota Komisi Pembaharuan Pendidikan Nasional.

1981-1983 Anggota Dewan Siaran Nasional.

1983 – sekarang Pendiri dan Ketua “Yayasan Pendidikan Islam Ruhama”, Jakarta.

1990 – sekarang Salah seorang pendiri dan ketua “Yayasan Kesehatan Mental Bina Amaliah”, Jakarta.

1969- sekarang Kuliah Subuh RRI.

1969 – sekarang Pembicara dalam Mimbar Agama Islam di TVRI.


Penghargaan


Desember 1965 Medali Ilmu Pengetahuan dari Presiden Mesir (Gamal Abdul Naser) atas prestasi yang dicapai dalam studi/ penelitian untuk mencapai gelar doktor. Diterima dalam Upacara “Hari Ilmu Pengetahuan”.

10 Oktober 1977 Tanda kehormatan “Orde of Kuwait Fourth Class” dari pemerintah kerajaan Kuwait (Amir Shabah Sahir As-Shabah) atas perayaannya sebagai penerjemah bahasa Arab, dalam kunjungan kenegaraan Presiden Soeharto.

16 Oktober 1977 Tanda Kehormatan Bintang “Fourth Class Of The Order Mesir” dari presiden Mesir (Anwar Sadat) atas perayaannya sebagai penerjemah bahasa Arab, dalam kunjungan kenegaraan Presiden Soeharto.

23 Juli 1988 Piagam penghargaan Presiden RI Soeharto atas peran dan karya pengabdian dalam usaha membina serta mengembangkan kesejahteraan kehidupan anak Indonesia dalam rangka hari anak nasional di Jakarta.

1990 Tanda Kehormatan Satya Lancana karya satya tingkat I.

17 Agustus 1995 Tanda kehormatan Bintang Jasa Utama sebagai tokoh wanita/Guru Besar fakultas Tarbiyah IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.

1996 Tanda Kehormatan Satya Lancana karya satya 30 tahun atau lebih.

19 Agustus 1999 Tanda Kehormatan Bintang Jasa Putera Utama sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia.

0 Comments

Post a Comment