Sniper tak selamanya pria, bertubuh kekar, dan berwajah dingin. Situs Daily Mail di Inggris, Selasa lalu (7/2/2017), melansir kisah eksklusif tentang seorang wanita cantik berambut blonde yang ternyata berprofesi sebagai sniper atau petembak runduk. Dia adalah Joanna Palani (23 tahun), blasteran Kurdi-Denmark yang nekad meninggalkan bangku kuliah di Kopenhagen demi memerangi ISIS di kancah pertempuran Irak dan Suriah.
Tidak main-main, dengan senapan SVD Dragunov dan Kalashnikov kesayangannya, ia dilaporkan telah menghabisi sekitar 100 nyawa pejuang ISIS di medan pertempuran kedua negara. Atas prestasinya ini, Joanna jadi sniper kebanggaan Batalion YPG, bagian dari Angkatan Bersenjata Pemerintah Regional Kurdistan di Irak. Dengan pakaian kamuflase, ia biasa “berburu” pada malam hari, dari tempat-tempat sepi, berbekal teropong termal, granat, dan makanan kecil.
Pengalaman buruk semasa kecil di pengungsian dan kerasnya perjuangan keluarganya (orang-orang Kurdistan) dalam peperangan di Irak, telah membentuk Joanna berbeda dengan perempuan pada umumnya. Pada usia empat tahun, ia sempat diungsikan ke Denmark untuk mendapatkan pendidikan yang baik. Namun keinginannya untuk menguasai senapan tak kuasa ditepis ketika kakeknya mengajaknya berlatih menembak pada usia sembilan tahun.
Darahnya selalu mendidih setiap kali mendengar berita pejuang ISIS memperlakukan buruk anak-anak dan perempuan. Selanjutnya, keluarga di perkampungan Kursistan Irak hanya bisa terpana mendengar Joanna meninggalkan bangku kuliah, pergi ke Irak pada 2014.
“Para penempur ISIS adalah mesin pembunuh, namun sejujurnya amat mudah untuk menjatuhkan mereka,” ungkapnya kepada Daily Mail.
Pimpinan ISIS bukannya tak menyadari bahwa Kurdi punya mesin pembunuh yang agak unik tersebut. Untuk itu, mereka telah mengumumkan bahwa kepada siapa saja yang bisa membunuh atau menangkap Joanna Palani, akan diberi hadiah sebesar 1 juta dollar atau sekitar Rp 13 miliar.
“ISIS memang sangat ingin menangkap saya, lalu menjadikan saya budak seks,” ungkapnya kepada Daily Mail. Informasi keganasan sniper Joanna tampaknya sengaja dihembuskan untuk menurunkan moral pejuang garis keras ISIS. Di lain pihak, informasi ini juga memancing berbagai media di Eropa untuk menguak kisah perjuangannya.
Kesempatan muncul ketika badan intelijen Denmark (P.E.T) menangkap Joanna pada Desember 2016. Nick Fagge dan Lara Whyte dari Daily Mail Online berhasil mewawancarai The Most Wanted Woman Sniper ini tak lama setelah dibebaskan dari penjara akhir Januari lalu. P.E.T. bermaksud “mengamankan” sang sniper, tapi pihak kejaksaan tampaknya tak mau ambil risiko. A. Darmawan
Referensi
http://angkasa.co.id/
0 Comments
Post a Comment