Pramoedya dilahirkan di Blora, di jantung Pulau Jawa, pada 1925 sebagai anak sulung dalam keluarganya. Ayahnya ialah guru dan ibunya ialah pedagang nasi. Ia meneruskan pada Sekolah Kejuruan Radio di Surabaya dan bekerja sebagai juru ketik untuk surat kabar Jepang di Jakarta selama pendudukan Jepang di Indonesia.
Masa Kecil
Sambil bekerja, Pramoedya juga mengikuti pendidikan di Taman Siswa yang didirikan oleh Ki Hajar Dewantara antara tahun 1942 higga 1943. Selanjutnya di tahun 1944 hingga 1945, ia mengikuti sebuah kursus Stenografi dan kemudian melanjutkan pendidikannya di Sekolah Tinggi Islam Jakarta pada tahun 1945.
Kemudian memasuki masa pasca kemerdekaan Indonesia tepatnya pada tahun 1946, Pramoedya Ananta Toer mengikuti pelatihan militer Tentara Keamanan Rakyat dan bergabung dengan Resimen 6 dengan pangkat letnan dua dan ditugaskan di Cikampek dan kemudian kembali ke Jakarta pada tahun 1947. Pramoedya Ananta Toer kemudian ditangkap Belanda pada tanggal 22 juli 1947 dengan tuduhan menyimpan dokumen pemberontakan melawan Belanda yang kembali ke Indonesia untuk berkuasa. Ia kemudian di jatuhi hukuman penjara dan kemudian dipenjarakan di pulau Edam dan kemudian dipindahkan ke penjara di daerah Bukit Duri hingga tahun 1949 dan selama masa penahanannya tersebut, ia lebih banyak menulis buku dan cerpen.
Keluar dari penjara, Pramoedya Ananta Toer kemudian bekerja sebagai seorang redaktur di Balai Pustaka Jakarta antara tahun 1950 hingga 1951, dan di tahun berikutnya ia kemudian mendirikan Literary and Fitures Agency Duta hingga tahun 1954. Ia bahkan sempat ke Belanda mengikuti program pertukaran budaya dan tinggal disana beberapa bulan. Tidak lama kemudian ia pulang ke Indonesia dan menjadi anggota Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat) yang dikenal sebagai organisasi kebudayaan berhaluan kiri.
Pada tahun 1956, Pramoedya Ananta Toer sempat ke Beijing untuk menghadiri hari kematian Lu Sung. Kembali ke Indonesia, ia kemudian mulai mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan orang orang tionghoa di Indonesia. Pramoedya bahkan menjalin hubungan yang erat dengan para penulis atau sastrawan dari Tiongkok. Di masa tersebut, Pramoedya banyak menulis karya-karya sastra dan juga tulisan-tulisan yang mengkritik pemerintahan Indonesia mengenai penyiksaan terhadap etnis Tionghoa di Indonesia.
Kemudian pada tahun 1958, Pramoedya Ananta Toer didaulat menjadi pimpinan pusat Lekra (Lembaga Kesenian Jakarta) yang bernaung di bawah Partai Komunis Indonesia pimpinan D.N Aidit. Jabatannya sebagai pimpinan pusat Lekra membuat banyak seniman menjadi berseberangan pendapat dengan Pramoedya Ananta Toer teruta para seniman yang menentang aliran komunis di Indonesia. Di tahun 1962, Pramoedya Ananta Toer kemudian bekerja sebagai seorang dosen sastra di Universitas Res Republica. Ia juga menjadi Dosen Akademi Jurnalistik Dr. Abdul Rivai dan juga berprofesi sebagai redaktur majalah Lentera.
0 Comments
Post a Comment