Pada tahun 1945, Jepang, dengan disaksikan pihak Sekutu, menyerahkan Tambang Minyak Sumatera Utara kepada Indonesia. Daerah perminyakan ini adalah bekas daerah konsesi BPM sebelum Perang Dunia Kedua. Pada masa revolusi fisik, tambang minyak ini hancur total. Lapangan-lapangan minyak di daerah lain di Indonesia dapat dikuasai kembali oleh Belanda dan pihak asing berdasarkan hak konsesi, namun lapangan minyak di Sumatera Utara dan Aceh dapat dipertahankan bangsa Indonesia.
Semenjak kedaulatan Republik Indonesia diakui pada Desember 1949, hingga akhir 1953 Pemerintah masih ragu apakah akan mengembalikan Tambang Minyak Sumatera Utara kepada BPM atau dikuasai sendiri. Penunjukkan ‘koordinator’ untuk pertambangan oleh Menteri Perekonomian pada tahun 1954 belum membawa perbaikan.
Pada bulan Oktober 1957, Kepala Staf TNI Angkatan Darat pada waktu itu Jenderal A.H. Nasution menunjuk Kolonel Dr. Ibnu Sutowo untuk membentuk Perusahaan Minyak yang berstatus hukum Perseroan Terbatas. Pada tanggal 10 Desember 1957 didirikan P.T. Pertambangan Minyak Nasional Indonesia (P.T. PERMINA) dengan Kol.Dr. Ibnu Sutowo sebagai Presiden Direktur.
Perusahaan PT Pertamina memproduksi banyak komoditas seperti bahan bakar, minyak tanah, LPG, LNG, dan petrokimia. Ini adalah produsen minyak mentah terbesar kedua di Indonesia setelah Chevron Pacific Indonesia (yang merupakan anak perusahaan yang sepenuhnya dimiliki oleh Amerika Chevron, salah satu perusahaan terkemuka energi terintegrasi di dunia). Saat ini, Pertamina memiliki enam kilang minyak di Indonesia yang memiliki kapasitas produksi gabungan dari satu juta barel minyak per hari (bph). Pertamina Solusi Bahan Bakar Berkualitas dan Ramah Lingkungan adalah perusahaan milik negara yang sepenuhnya dimiliki oleh pemerintah Indonesia dan dengan demikian tidak berdagang saham di bursa Indonesia (BEI).
Untuk kegiatan hulu (baik nasional maupun internasional) Pertamina melakukan operasi sendiri atau terlibat dalam kemitraan dalam bentuk operasi bersama dengan Badan Operasi Bersama (JOB), Kontrak Operasi Bersama (JOC) dan Kontrak Bantuan Teknis (TAC). Selain eksplorasi, produksi dan transmisi minyak dan gas, Pertamina juga semakin menekan di Indonesia coalbed methane dan panas bumi potensial. Untuk alasan ini perusahaan mengubah deskripsi bisnis inti dari 'perusahaan minyak dan gas' ke 'perusahaan energi'.
Penurunan produksi minyak Indonesia dalam beberapa tahun terakhir juga tercermin dalam kinerja Pertamina. Walaupun perusahaan - melalui anak usahanya Pertamina EP - mengelola lebih dari 141.000 kilometer persegi konsesi ladang minyak dan gas di seluruh negeri, rasio produksi per kilometer persegi adalah rendah dibandingkan dengan perusahaan minyak lain yang aktif di Indonesia, menunjukkan Pertamina tidak optimal memanfaatkan cadangan minyak.
Untuk membangun kembali namanya sebagai (global) berpengaruh pemain minyak & gas, Pertamina telah bergeser fokusnya untuk merangsang pertumbuhan melalui belanja modal yang besar selama bertahun-tahun ke depan. Perusahaan berusaha untuk memperoleh hak eksplorasi blok minyak di luar negeri baru di Timur Tengah, Thailand, Burma dan Vietnam (sudah memiliki blok di Sudan, Qatar, Irak, Malaysia, Australia dan Libya) serta untuk meningkatkan produksi nya dalam negeri blok minyak dengan menggunakan teknologi yang lebih canggih dan dengan mengakuisisi blok baru atau yang sudah ada. Pada tahun 2009, Demikianlah informasi Sejarah Pertamina (BUMN) dari masa ke masa, seagai tambahan Pertamina membeli saham BP di lepas pantai Utara Jawa Barat (ONWJ) dan pada tahun 2011 Pertamina dianugerahi West Madura blok lepas pantai di Jawa Timur.
Untuk kegiatan hulu (baik nasional maupun internasional) Pertamina melakukan operasi sendiri atau terlibat dalam kemitraan dalam bentuk operasi bersama dengan Badan Operasi Bersama (JOB), Kontrak Operasi Bersama (JOC) dan Kontrak Bantuan Teknis (TAC). Selain eksplorasi, produksi dan transmisi minyak dan gas, Pertamina juga semakin menekan di Indonesia coalbed methane dan panas bumi potensial. Untuk alasan ini perusahaan mengubah deskripsi bisnis inti dari 'perusahaan minyak dan gas' ke 'perusahaan energi'.
Penurunan produksi minyak Indonesia dalam beberapa tahun terakhir juga tercermin dalam kinerja Pertamina. Walaupun perusahaan - melalui anak usahanya Pertamina EP - mengelola lebih dari 141.000 kilometer persegi konsesi ladang minyak dan gas di seluruh negeri, rasio produksi per kilometer persegi adalah rendah dibandingkan dengan perusahaan minyak lain yang aktif di Indonesia, menunjukkan Pertamina tidak optimal memanfaatkan cadangan minyak.
Untuk membangun kembali namanya sebagai (global) berpengaruh pemain minyak & gas, Pertamina telah bergeser fokusnya untuk merangsang pertumbuhan melalui belanja modal yang besar selama bertahun-tahun ke depan. Perusahaan berusaha untuk memperoleh hak eksplorasi blok minyak di luar negeri baru di Timur Tengah, Thailand, Burma dan Vietnam (sudah memiliki blok di Sudan, Qatar, Irak, Malaysia, Australia dan Libya) serta untuk meningkatkan produksi nya dalam negeri blok minyak dengan menggunakan teknologi yang lebih canggih dan dengan mengakuisisi blok baru atau yang sudah ada. Pada tahun 2009, Demikianlah informasi Sejarah Pertamina (BUMN) dari masa ke masa, seagai tambahan Pertamina membeli saham BP di lepas pantai Utara Jawa Barat (ONWJ) dan pada tahun 2011 Pertamina dianugerahi West Madura blok lepas pantai di Jawa Timur.
Era 1800: Awal Pencarian
Di Indonesia sendiri, pemboran sumur minyak pertama dilakukan oleh Belanda pada tahun 1871 di daerah Cirebon. Namun demikian, sumur produksi pertama adalah sumur Telaga Said di wilayah Sumatera Utara yang dibor pada tahun 1883 yang disusul dengan pendirian Royal Dutch Company di Pangkalan Brandan pada 1885. Sejak era itu, kegiatan ekspolitasi minyak di Indonesia dimulai.
Era 1900: Masa Perjuangan
Setelah diproduksikannya sumur Telaga Said, maka kegiatan industri perminyakan di tanah air terus berkembang. Penemuan demi penemuan terus bermunculan. Sampai dengan era 1950an, penemuan sumber minyak baru banyak ditemukan di wilayah Jawa Timur, Sumatera Selatan, Sumatera Tengah, dan Kalimantan Timur. Pada masa ini Indonesia masih dibawah pendudukan Belanda yang dilanjutkan dengan pendudukan Jepang. Ketika pecah Perang Asia Timur Raya produksi minyak mengalami gangguan. Pada masa pendudukan Jepang usaha yang dilakukan hanyalah merehabilitasi lapangan dan sumur yang rusak akibat bumi hangus atau pemboman lalu pada masa perang kemerdekaan produksi minyak terhenti. Namun ketika perang usai dan bangsa ini mulai menjalankan pemerintahan yang teratur, seluruh lapangan minyak dan gas bumi yang ditinggalkan oleh Belanda dan Jepang dikelola oleh negara.
1957: Tonggak Sejarah Pertamina
Untuk mengelola aset perminyakan tersebut, pemerintah mendirikan sebuah perusahaan minyak nasional pada 10 Desember 1957 dengan nama PT Perusahaan Minyak Nasional, disingkat PERMINA. Perusahaan itu lalu bergabung dengan PERTAMIN menjadi PERTAMINA pada 1968. Untuk memperkokoh perusahaan yang masih muda ini, Pemerintah menerbitkan UU No. 8 pada 1971, yang menempatkan PERTAMINA sebagai perusahaan minyak dan gas bumi milik negara. Berdasarkan UU ini, semua perusahaan minyak yang hendak menjalankan usaha di Indonesia wajib bekerja sama dengan PERTAMINA. Karena itu PERTAMINA memainkan peran ganda yakni sebagai regulator bagi mitra yang menjalin kerja sama melalui mekanisme Kontrak Kerja Sama (KKS) di wilayah kerja (WK) PERTAMINA. Sementara di sisi lain PERTAMINA juga bertindak sebagai operator karena juga menggarap sendiri sebagian wilayah kerjanya.
Era 2000: Perubahan Regulasi
Peran regulator di sektor hulu selanjutnya dijalankan oleh BPMIGAS yang dibentuk pada tahun 2002. Sedangkan peran regulator di sektor hilir dijalankan oleh BPH MIGAS yang dibentuk dua tahun setelahnya pada 2004. Di sektor hulu, Pertamina membentuk sejumlah anak perusahaan sebagai entitas bisnis yang merupakan kepanjangan tangan dalam pengelolaan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak, gas, dan panas bumi, pengelolaan transportasi pipa migas, jasa pemboran, dan pengelolaan portofolio di sektor hulu. Ini merupakan wujud implementasi amanat UU No.22 tahun 2001 yang mewajibkan PT Pertamina (Persero) untuk mendirikan anak perusahaan guna mengelola usaha hulunya sebagai konsekuensi pemisahan usaha hulu dengan hilir.
0 Comments
Post a Comment