Trans TV resmi mengudara pada 15 Desember 2001. Seluruh saham Trans TV dikuasai pengusaha Chairul Tanjung lewat kepemilikan 99,99 persen PT Para Inti Investindo (pada tahun 2006, diganti namanya menjadi PT Trans Corpora, atau Trans Corp), dan sisanya PT Para Investindo. Keduanya dari kelompok bisnis Grup Para milik Tanjung. Lahir di era reformasi, Trans TV tidak memiliki stigma negatif warisan rezim Soeharto. Perusahaan grup Para tidak ada yang masuk BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional), dan tidak pernah kena kasus kriminal seperti sebagian besar konglomerat era Orde Baru. Lahir di Jakarta tahun 1962, sejak kuliah Tanjung sudah berbisnis. Sepuluh tahun kemudian dia punya kelompok usaha bernama Para Group. Awalnya, kelompok ini mendirikan usaha ekspor sepatu anak-anak. Modal sebesar Rp 150 juta berasal dari Bank Exim. Tanjung mengembangkan bisnisnya lewat Bandung Supermall. Dia juga menguasai Bank Mega yang dibeli pada 1996 dari kelompok Bapindo. Bank Mega waktu itu dalam keadaan sakit-sakitan.
Setelah diambil Tanjung, Bank Mega pelan-pelan mengalami perbaikan. Pada 28 Maret 2001, bank ini berhasil mencatatkan saham perdana di Bursa Efek Jakarta seharga Rp 1.125 per lembar. Dua tahun kemudian, kepada Warta Ekonomi, Chairul Tanjung mengatakan, Bank Mega menjadi sumber dana terbesar bagi Grup Para. Kontribusinya sekitar 40 persen.Kontribusi Trans TV juga tidak kecil. Sekurang-kurangnya Trans TV sudah mengalami break event point by operation pada tahun kedua, sekitar Mei 2003. Artinya, sudah tak perlu kucuran dana lagi dari pemilik. Titik balik keberhasilan Trans TV berlangsung sejak kuartal satu 2002. Menurut survei Nielsen Media Research, saat itu Trans TV berada di peringkat kelima sebagai peraih iklan terbanyak dari 10 stasiun televisi. Nominalnya sebesar Rp 149,2 milyar.
Berbekal kesuksesan kinerja, dan menyodok ke urutan nomor dua pada akhir 2005, Trans TV lewat induk perusahaannya Trans Corpora pada Juni 2006 membuat kejutan, dengan membuat MoU untuk membeli saham mayoritas (55 persen) milik TV7. Menurut Chairul Tanjung, pihaknya ingin membentuk aliansi yang seluas-luasnya dengan Kelompok Kompas Gramedia (KKG) yang memiliki TV7. Selain pertimbangan bisnis, ada kesamaan visi antara Trans TV dan TV7, yaitu sama-sama merah-putih.
Grup Para juga punya hubungan baik dengan Anthoni Salim. Grup Salim pernah “berutang budi” ketika Chairul Tanjung ikut menyelamatkan Bank Central Asia, yang waktu itu didera krisis keuangan. Waktu itu Bank Mega tidak ikut-ikutan menarik uang dari BCA, tetapi malah menambah. Chairul Tanjung membantu BCA sekitar Rp 1,3 triliun karena yakin BCA akan selamat. Indofood milik Grup Salim juga ia bantu Rp 50 miliar pada 1998. Dengan Grup Salim, Grup Para bermitra dalam menggarap proyek di Batam dan Singapura. Dengan Sinar Mas Group, Grup Para juga bermitra dalam asuransi jiwa Mega Life. Di Singapura, Grup Para mengakuisisi satu perusahaan public bernama Asia Medic, yang bergerak di bidang health care. Grup Para membuat perusahaan patungan bernama Gladifora. Sedangkan di Batam, Grup Para membuat perusahaan patungan di bidang property, dan sudah mendapat konsesi lahan sekitar 300 hektare di lokasi strategis, untuk membuat entertainment center dan permukiman.
Kemitraan Strategis TV7 - TransTV
Perkembangan berikutnya, Trans Corp, perusahaan induk stasiun Trans TV, milik pengusaha Chairul Tanjung akhirnya memutuskan untuk menaruh sahamnya sebesar 49 persen di stasiun TV7. Sebanyak 51 persen saham dikuasai TV7. Nota kesepakatan strategic partnership antara Trans TV dan TV7 dilakukan di Gedung Bank Mega (bagian dari Grup Para), di Jl. Kapt. Tendean, Jakarta, Jumat, 4 Agustus 2006. Penandatanganan dilakukan Chairman Trans Corp., Chairul Tanjung dan Presiden Direktur Kelompok Kompas Gramedia (KKG) Jakob Oetama.
"Kepemilikan saham di TV7 ada perubahan, tapi perubahan itu tetap sesuai dengan ketentuan yang berlaku selama ini. Saham Trans Corp di TV7 sebesar 49 persen," ungkap Chairul Tandjung kepada pers, didamping Jakob Oetama.Dikatakan Chairul, harapan dari kerjasama antara dua media televisi ini menjadi momentum yang baik untuk melakukan sinergi dalam membangun kemajuan bangsa, khususnya melalui media televisi. "Strategi yang diharapkan dari kerjasama ini menjadikan TV7 ke arah yang lebih baik," ujarnya.
Tiga fungsi media televisi, yakni sebagai media informasi, edukasi dan entertainment, lanjut Chairul, akan menjadi dasar pengembangan TV7 ke depan. "Informasi dan proses edukasi yang diberikan akan dibangun dengan konsep entertainment," katanya.
Sementara Jakob Oetama menyambut baik kerja sama tersebut. Menurutnya sinergi antara dua media televisi ini diharapkan akan memberi hasil yang terbaik dalam memberikan pencerahan kepada masyarakat. "Dengan sinergi ini diharapkan media televisi akan lebih mampu memenuhi peran pokoknya, baik itu sebagai penyampai informasi, edukasi, entertainment yang mencerahkan," ujarnya.
Dalam penyajiannya ke depan, kata Jakob, media televisi diharapkan bisa memberikan hiburan yang sehat, mendidik, dan berperan serta secara maksimal dalam membangun bangsa. Masuknya Trans TV ke TV7 tentu saja membawa sejumlah perubahan, baik dari segi manajemen dan konsep yang ditawarkan.
Hanya saja, Chairul menjamin acara TV7 dengan Trans TV tidak akan saling berkompetisi. "Acara yang sudah established di Trans TV bisa diputar di TV7, begitu juga sebaliknya," ujarnya. Toh, Chairul meyakini bahwa masing-masing TV, baik itu TV7 ataupun Trans TV pada saatnya nanti akan tersegmentasi dan punya pasar sendiri-sendiri. "Tidak akan bersinggungan. Justru nantinya audience seperti ini akan membuat pangsa pasar jadi semakin besar," katanya.
Tak hanya dari segi content, masuknya Trans TV membawa perubahan pada manajemen di TV7. Wakil Direktur Utama Trans TV, Wishnutama menempati posisi Direktur Utama TV7, yang sebelumnya dijabat Lanny Rahardja. Wakil Direktur ditempati Atiek Nur Wahyuni, yang masih menjabat sebagai Director Sales & Marketing Trans TV. Sementara Direktur Keuangan dijabat Susi (Direktur keuangan TV7).
Dalam penyajiannya ke depan, kata Jakob, media televisi diharapkan bisa memberikan hiburan yang sehat, mendidik, dan berperan serta secara maksimal dalam membangun bangsa. Masuknya Trans TV ke TV7 tentu saja membawa sejumlah perubahan, baik dari segi manajemen dan konsep yang ditawarkan.
Hanya saja, Chairul menjamin acara TV7 dengan Trans TV tidak akan saling berkompetisi. "Acara yang sudah established di Trans TV bisa diputar di TV7, begitu juga sebaliknya," ujarnya. Toh, Chairul meyakini bahwa masing-masing TV, baik itu TV7 ataupun Trans TV pada saatnya nanti akan tersegmentasi dan punya pasar sendiri-sendiri. "Tidak akan bersinggungan. Justru nantinya audience seperti ini akan membuat pangsa pasar jadi semakin besar," katanya.
Tak hanya dari segi content, masuknya Trans TV membawa perubahan pada manajemen di TV7. Wakil Direktur Utama Trans TV, Wishnutama menempati posisi Direktur Utama TV7, yang sebelumnya dijabat Lanny Rahardja. Wakil Direktur ditempati Atiek Nur Wahyuni, yang masih menjabat sebagai Director Sales & Marketing Trans TV. Sementara Direktur Keuangan dijabat Susi (Direktur keuangan TV7).
Tentang TV7
Karena TV7 kini telah menjadi “saudara” Trans TV, ada baiknya juga jika sedikit latar belakang tentang TV7 diceritakan. TV7 berdiri di lingkungan Kelompok Kompas Gramedia (KKG), kelompok bisnis pimpinan Jakob Oetama, yang dikenal sebagai pemain kuat di sektor media. Dalam kelompok tersebut ada juga bisnis perhotelan, perdagangan, dan jaringan toko buku Gramedia. TV7 tak secara eksplisit menyebut Kelompok Kompas Gramedia selaku pemiliknya. Dalam kopian anggaran dasar televisi ini, ada enam pihak pemiliknya. Tiga perorangan, tiga perusahaan.
Tiga pemegang saham perorangannya adalah Sukoyo (3.000 saham atau 1%), Yongky Sutanto (10.500 saham atau 3,5%), dan Lanny Irawati Lesmana (5,5%). Tiga nama perusahaan pemilik TV7 adalah PT Teletransmedia (48%), PT Transito Tatamedia (38,7%), dan PT Duta Panca Pesona (3,3%). Tampaknya, pemilik saham mayoritas di balik sejumlah perusahaan ini adalah Jakob Oetama.
Lanny Irawati Lesmana punya hubungan darah dengan Karna Brata Lesmana, presiden direktur PT Inter Delta Tbk, distributor peralatan fotografi produksi Canon dan Kodak Imaging Group. Di TV7, dia juga punya ketersinggungan dengan PT Duta Panca Pesona. Sementara Sukoyo seorang pengusaha tambak udang asal Jawa Timur.
Awalnya, dialah pemegang izin siaran PT Duta Visual Nusantara, perusahaan TV7. Kelompok Kompas Gramedia lantas membelinya dan mengubah namanya jadi PT Duta Visual Nusantara Tivi Tujuh. Sukoyo sendiri lantas bikin stasiun televisi lokal Jakarta bernama Space Toon.
Karena kinerjanya yang tak juga membaik setelah sekian tahun beroperasi, TV7 melepas 49% sahamnya untuk dibeli oleh Trans Corp (Grup Para), yang sudah memiliki Trans TV. Sebetulnya, TV7 sudah dilirik untuk dibeli oleh sejumlah TV nasional dan asing, seperti Indosiar, SCTV dan Star TV. Namun tidak ada yang serius menindaklanjuti. Berbeda dengan Trans TV yang langsung bertindak cepat. Selain itu, TV7 merasa lebih nyaman bekerjasama dengan perusahaan nasional ketimbang asing, sehingga mereka menolak Star TV.
Crew News TransTV “Hijrah” ke TV7
Sebagai tindak lanjut, setelah Trans Corp membeli saham TV7, tentu pembenahan manajemen TV7 perlu dilakukan untuk meningkatkan kinerjanya, khususnya di bagian News. Untuk itu, sejumlah crew Divisi News TransTV telah dipindahkan ke News TV7 untuk memperkuat News TV7. Nama-nama yang pindah itu diumumkan di rapat News Trans TV, Rabu, 23 Agustus 2006.
0 Comments
Post a Comment