Pada awalnya warna kaus tim adalah biru tua (navy blue), untuk kemudian berubah lagi menjadi biru muda-putih, merah-biru dan coklat-emas. Terakhir pada musim 1899-1900, mereka baru merubah warna tim menjadi kaus putih-celana biru tua, sebagai penghargaan kepada klub Preston North End, klub Inggris tersukses di masa itu.
Pada tahun 1888, Tottenham memindahkan kandangnya dari Tottenham Marshes ke Northumberland Park dimana klub sudah mulai mengenakan tiket pada penontonnya. Pada tahun 1892, setelah dibujuk oleh Royal Arsenal (nantinya menjadi Arsenal), mereka berupaya untuk masuk dalam keanggotaan Southern League. Namun ditolak ketika mereka menjadi satu-satunya diantara 23 tim pemohon yang tidak mendapatkan suara voting. Mereka kemudian beralih status menjadi profesional sebelum Natal 1895 dan mengupayakan kembali permohonan untuk masuk menjadi anggota Southern League. Upaya kedua ini akhirnya berhasil. Tahun 1898 Charles Roberts menjadi chairman klub yang nantinya didudukinya sampai tahun 1943. Tahun 1899, Spurs membangun markas barunya di dekat High Road, Tottenham. Stadion itu kemudian dinamai ‘White Hart Lane’, stadion Spurs sampai saat ini.
Tahun 1901, Tottenham menjuarai Piala FA dan menjadi satu-satunya klub di luar liga yang memenangkan piala tesebut sejak Football League dibentuk. Pada perayaan kemenangan, piala tersebut diberi pita berwarna oleh istri direktur Spurs Morton Cadman dan itu akhirnya menjadi tradisi yang bertahan sampai sekarang. Tottenham baru masuk sebagai anggota Football League di musim 1908-1909, dimana saat itu keanggotaan dipilih melalui voting. Di musim pertamanya di divisi 2 , Spurs langsung promosi ke divisi 1 setelah keluar sebagai runner up. Tetapi di divisi 1, Spurs hanya bisa menghuni papan bawah klasemen sampai kemudian Perang Dunia I meletus dan kegiatan liga dihentikan (1914-1915). Ketika liga dimulai kembali pada tahun 1919, divisi satu Inggris dimekarkan dari 20 menjadi 22 team. Spurs yang terdegradasi ke divisi 2 langsung promosi pada upaya pertamanya dengan menjuarai divisi 2 musim 1919-1920. Setahun kemudian Spurs bangkit dan menjuarai Piala FA nya yang kedua setelah mengalahkan Wolves 1-0 di final tanggal 23 April 1921. Spurs kemudian meraih posisi runner up liga tahun 1922, sayangnya setelah itu mereka mulai tenggelam kembali ke divisi 2 sampai Perang Dunia II.
Pasca Perang Dunia II : Era Arthur Rowe (1949-1955)
Pada saat itu sepakbola telah menjadi olahraga yang luar biasa populer di masyarakat Inggris dengan ribuan penonton selalu memadati pertandingan tiap minggunya. Tahun 1949, Arthur Rowe, manager Tottenham saat itu, menciptakan sebuah taktik ‘Push & Run’. Strateginya adalah setelah bola dioperkan pada rekan, pemain lari tanpa bola melewati penjaganya untuk menerima kembali umpan. Ini membuat pertandingan mengalir lebih cepat. Strategi tersebut kemudian terbukti ampuh membawa Spurs keluar sebagai juara divisi 2 musim 1949-1950. Tahun berikutnya, Tottenham kemudian tak tertahankan untuk langsung menjadi juara divisi satu (1950-1951). Pemain-pemain bintang saat itu adalah Alf Ramsey, Ronnie Burgess, Ted Ditchburn, Len Duquemin, Sonny Walters dan Bill Nicholson.
Ketidakberuntungan menghinggapi Spurs pada musim berikutnya, dimana cedera menghantui sepanjang musim. Tim-tim lain juga mulai mencontek cara Spurs bermain dan semakin mempersulit Spurs untuk mempertahankan gelarnya. Spurs hanya meraih posisi runner up liga musim 1951-1952. Prestasi mereka mulai menurun terus sampai kemudian Arthur Rowe mundur karena sakit di tahun 1955.
Bill NicholsonEra Bill Nicholson (1960-1975)
Musim 1960-1961, Spurs yang ditangani oleh Bill Nicholson. Baru pertandingan pertama Nicholson sudah mengisyaratkan bahaya bagi lawan-lawannya dengan kemenangan besar 10-4 atas Everton. Benar saja, Spurs meraih gelar ganda di musim tersebut setelah menjuarai liga dan Piala FA sekaligus. Piala FA kemudian dipertahankan lagi di tahun 1962 dan kemudian menyusul gelar juara Piala Winners 1963 di ajang Eropa. Pemain-pemain kunci asuhan Nicholson pada waktu itu adalah Danny Blanchflower, John White, Dave Mackay, Cliff Jones, Jimmy Greaves dan Terry Medwin.
Karena didominasi oleh pemain di usia senja, setelah tahun 1964 Spurs mulai kepayahan karena faktor umur pemain-pemain kuncinya. Nicholson lantas membangun tim dengan mengimpor pemain seperti Alan Gilzean, Mike England, Alan Mullery, Terry Venables, Joe Kinnear dan Cyril Knowles. Hasilnya, mereka kemudian mengalahkan Chelsea di final untuk menjuarai Piala FA 1967 dan finis di urutan ke 3 liga. Nicholson kemudian menambahkan lagi gelar juara Piala Liga tahun 1971 dan 1973 serta Piala UEFA tahun 1972. Nicholson mundur di musim 1974-1975 akibat start buruk Spurs di liga dan juga rasa kecewa pada fans yang membuat kerusuhan atas kekalahan Spurs di final Piala UEFA 1974. Bill Nicholson selama hampir 16 tahun menangani Spurs telah mempersembahkan 8 gelar juara, periode tersukses Spurs sampai sekarang.
Periode 1975-1980
Nicholson sempat memberi masukan agar Johny Giles dan Danny Blanchflower ditunjuk untuk menggantikannya, namun usul tersebut ditolak direktur dan pengurus utama Tottenham. Mereka menunjuk Terry Neil, bekas pemain Arsenal, untuk menangani Spurs. Dibawah Neil, musim 1974- 1975, klub kemudian malah nyaris terdegradasi. Tekanan fans Spurs yang tidak pernah menerimanya membuat Neil mundur pada tahun 1976 dan digantikan asistennya, Keith Burkinshaw.
Tottenham terjungkal ke divisi 2 pada musim 1976-1977 setelah 27 tahun Spurs berada di divisi satu. Penjualan Pat Jennings, kiper utama Spurs asal Irlandia Utara, ke rival abadi mereka, Arsenal, mengejutkan fans dan terbukti sebuah kesalahan fatal. Jennings kemudian melanjutkan karirnya selama 8 tahun lagi di Arsenal, sementara Tottenham harus menunggu sampai tahun 1981 sampai mereka mendapatkan kualitas yang sama di Ray Clemence (dibeli dari Liverpool). Walaupun terdegradasi, pihak board Spurs tetap mempercayakan kursi manager kepada Burkinshaw. Tottenham kemudian mampu promosi di upaya pertamanya walaupun dengan berat. Pada musim panas 1978, Burkinshaw membuat kejutan dengan pembelian dua pemain anggota tim juara dunia Argentina, Osvaldo Ardilles dan Ricardo Villa. Transfer pemain dari Amerika Latin adalah termasuk hal langka di Inggris pada saat itu.
Periode 1990-2001
Pasar bisnis properti yang merosot membuat chairman Spurs, Irving Scholar, hampir bangkrut. Venables bergabung dengan seorang pengusaha bernama Alan Sugar untuk mengambil alih Spurs dan membayar hutang klub yang mencapai 20 juta pounds, Gascoigne kemudian juga dijual demi kebutuhan dana klub. Venables kemudian menjabat posisi Chief Executive dan Peter Shreeves lagi lagi ditunjuk untuk menduduki kursi manager Spurs. Hanya semusim, Shreeves kemudian dipecat dan digantikan duo manager Ray Clemence dan Doug Livermore. Tottenham mencapai papan tengah liga dan Venables kemudian dikeluarkan dari jajaran direksi menyusul perselisihan dengan Alan Sugar.
Ossie (Osvaldo) Ardilles, mantan pemain Spurs, kemudian diangkat menjadi manager klub pada tahun 1993. Dibawah Ardilles, Tottenham diperkuat oleh The Famous Five : Teddy Sheringham, Jurgen Klinsmann (striker), Nick Barmby (gelandang menyerang dibawah kedua striker), Darren Anderton (sayap kanan) dan Illie Dumitrescu (gelandang kiri). Klinsmann menjadi sensasi karena ketajamannya dan dengan cepat menjadi pemain favorit fans. Namun secara prestasi, Tottenham tidak banyak mengalami kemajuan sehingga Ardilles kemudian dipecat pada September 1994.
Pada akhir musim 1994, Tottenham terbukti bersalah akan pembayaran ilegal terhadap pemain dan liga kemudian menghukum dengan : poin dipotong 12 angka, diskors dari Piala FA 1 tahun dan denda £600.000. Tetapi Alan Sugar, chairman Tottenham, protes dan akhirnya hanya hukuman denda yang dikenakan.
Gerry Francis kemudian menggantikan Ardilles sebagai manager. Pada awalnya, Francis cukup impresif dengan membawa Spurs ke posisi 7 dan semifinal Piala FA. Tapi itu juga merupakan pencapaian terbaiknya karena setelah itu penampilan Spurs justru menurun terus. Musim 1996-1997, Tottenham masih dapat meraih peringkat 10 dan pada akhir musim Teddy Shreringham dijual ke Manchester United setelah tidak ada kesepakatan soal kontrak baru di Spurs. Pertengahan musim 1997-1998, tepatnya November 1997, Francis dipecat setelah Spurs hanya duduk di peringkat dua terbawah liga dan terancam degradasi. Christian Gross, pelatih juara liga Swiss Grasshoper, ditunjuk untuk menggantikan Francis. Ia tidak membawa kemajuan berarti bagi Spurs yang terus terpuruk di papan bawah sehingga Gross pun dipecat.
George Graham, mantan manager Arsenal, diangkat untuk menggantikan Gross. Walaupun dipenuhi oleh kritikan tajam fans Spurs karena latar belakang Graham yang erat dengan klub rival, Arsenal, Graham justru bisa membawa Spurs naik ke papan tengah dan bahkan menjuarai Piala Liga di tahunpertamanya. Spurs juga sempat lolos ke semifinal Piala FA sebelum dikalahkan Newcastle 0-2 dimana diwarnai keputusan kontroversial wasit yang merugikan Tottenham. Musim itu ditutup dengan manis saat bintang Spurs, David Ginola, meraih kedua penghargaan pemain; PFA Players’ of the year dan Football Writers' Association Footballer of the Year 1999. Namun musim berikutnya, Spurs menurun dan hanya meraih peringkat 10 liga.
0 Comments
Post a Comment