Sejarah Kalimantan Timur


Wilayah Kalimantan Timur dahulu mayoritas adalah hutan hujan tropis. Terdapat beberapa kerajaan yang berada di Kalimantan Timur, diantaranya adalah Kerajaan Kutai (beragama Hindu), Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura, dan Kesultanan Pasir.

Wilayah Kalimantan Timur meliputi Pasir, Kutai, Berau dan juga Karasikan (Buranun/pra-Kesultanan Sulu) diklaim sebagai wilayah taklukan Maharaja Suryanata, gubernur Majapahit di Negara Dipa (yang berkedudukan di Candi Agung di Amuntai) hingga tahun 1620 pada masa Kesultanan Banjar. Antara tahun 1620-1624, negeri-negeri di Kaltim menjadi daerah pengaruh Sultan Alauddin dari Kesultanan Makassar, sebelum adanya perjanjian Bungaya. Menurut Hikayat Banjar Sultan Makassar pernah meminjam tanah untuk tempat berdagang meliputi wilayah timur dan tenggara Kalimantan kepada Sultan Mustain Billah dari Banjar sewaktu Kiai Martasura diutus ke Makassar dan mengadakan perjanjian dengan Sultan Tallo I Mangngadaccinna Daeng I Ba’le’ Sultan Mahmud Karaeng Pattingalloang, yang menjadi mangkubumi dan penasihat utama bagi Sultan Muhammad Said, Raja Gowa tahun 1638-1654 dan juga mertua Sultan Hasanuddin, yang akan menjadikan wilayah Kalimantan Timur sebagai tempat berdagang bagi Kesultanan Makassar (Gowa-Tallo) sejak itulah mulai berdatanganlah etnis asal Sulawesi Selatan. Namun berdasarkan Perjanjian Kesultanan Banjar dengan VOC pada tahun 1635, VOC membantu Banjar mengembalikan negeri-negeri di Kaltim menjadi wilayah pengaruh Kesultanan Banjar. Hal tersebut diwujudkan dalam perjanjian Bungaya, bahwa Kesultanan Makassar dilarang berdagang hingga ke timur dan utara Kalimantan.

Sesuai traktat 1 Januari 1817, Sultan Sulaiman dari Banjar menyerahkan Kalimantan Timur, Kalimatan Tengah, sebagian Kalimantan Barat dan sebagian Kalimantan Selatan (termasuk Banjarmasin) kepada Hindia Belanda. Pada tanggal 4 Mei 1826, Sultan Adam al-Watsiq Billah dari Banjar menegaskan kembali penyerahan wilayah Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, sebagian Kalimantan Barat dan sebagian Kalimantan Selatan kepada pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Pada tahun 1846, Belanda mulai menempatkan Asisten Residen di Samarinda untuk wilayah Borneo Timur (sekarang provinsi Kalimantan Timur dan bagian timur Kalimantan Selatan) bernama H. Von Dewall. Kaltim merupakan bagian dari Hindia Belanda. Kaltim 1800-1850.Dalam tahun 1879, Kaltim dan Tawau merupakan Ooster Afdeeling van Borneo bagian dari Residentie Zuider en Oosterafdeeling van Borneo. Dalam tahun 1900, Kaltim merupakan zelfbesturen (wilayah dependensi) Dalam tahun 1902, Kaltim merupakan Afdeeling Koetei en Noord-oost Kust van Borneo.Tahun 1942 Kaltim merupakan Afdeeling Samarinda dan Afdeeling Boeloengan en Beraoe.

0 Comments

Post a Comment