Nama universitas megah itu TRISAKTI. Salah satu universitas swasta terelite yang belum tentu terbaik di indonesia. Tetapi yang pasti, Universitas Trisakti adalah salah satu universitas termahal yang tidak dapat diakses oleh semua golongan rakyat Indonesia. Universitas Trisakti menjadi salah satu bukti bahwa di kerajaan Soeharto, pendidikan itu bukan untuk semua rakyat. Di balik kemegahan Universitas Trisakti, terselip lembaran sejarah hitam. Sejarah hitam yang bahkan mungkin tidak diketahui lagi oleh para mahasiswanya saat ini. Sebuah noktah hitam sejarah bangsaku, bangsa Indonesia.
Sebelum nama TRISAKTI untuk merujuk universitas ini, ia bernama Universitas RES PUBLICA (URECA). Sebuah universitas milik BAPERKI untuk menjawab tantangan zaman dan kebijakan negara yang rasis di bidang pendidikan. Universitas RES PUBLICA didirikan atas prakarsa ketua umum BAPERKI, Siauw Giok Tjhan, untuk menjawab quota pembatasan bagi orang tionghoa dan golongan miskin dalam mengakses pendidikan tinggi. Baperki adalah sebuah organisasi massa yang didirikan pada suatu pertemuan di Jakarta pada 13 Maret 1954. Pertemuan ini dihadiri oleh 44 orang peserta, kebanyakan dari mereka merupakan wakil dari berbagai organisasi Tionghoa, seperti PERWITT (Persatuan Warga Indonesia Turunan Tionghoa) yang terbentuk di Kediri, PERWANIT (Persatuan Warga Indonesia Tionghoa) yang berdiri di Surabaya dan PERTIP (Perserikatan Tionghoa Peranakan) yang berdiri di Makassar. Semua peserta adalah peranakan Tionghoa yang umumnya berpendidikan Belanda. Sebagian besar dari mereka berasal dari Jawa, tetapi ada pula sebagian yang berasal dari luar Jawa, seperti Padang, Palembang, dan Banjarmasin.
Tujuan semula pembentukan Baperki adalah menggalang kesatuan kekuatan Tionghoa di seluruh Indonesia, namun kemudian Siauw Giok Tjhan, salah seorang tokoh organisasi ini menyadari bahwa masyarakat luas akan menganggap organisasi ini hanya memperjuangkan kepentingan masyarakat Tionghoa semata-mata. Karena itu, ketika Baperki Cabang Jakarta dibentuk pada 14 Maret 1954, Siauw mendorong sahabat dekatnya, Sudarjo Tjokrosisworo untuk menjadi ketuanya.
Selain aktif dalam kegiatan politik, Baperki juga terlibat dalam berbagai kegiatan sosial, khususnya di dunia pendidikan. Hingga pada tahun 1961 jumlah sekolah Baperki telah mencapai 107 buah. Selanjutnya atas prakarsa Siauw Giok Tjhan maka dikumpulkanlah dana dari kalangan tionghoa dan non-tionghoa. Sehingga Universitas RES PUBLICA adalah universitas rakyat. Nama RES PUBLICA sendiri dicangkok Siauw Giok Tjhan dari pidato Bung Karno yang berarti "UNTUK KEPENTINGAN UMUM".
Dan "UNTUK KEPENTINGAN UMUM" inilah semangat mendasar didirikannya universitas RES PUBLICA yaitu sebuah universitas untuk semua golongan rakyat, terutama untuk golongan marjinal dan miskin. Sehingga terbukalah kesempatan bagi golongan marjinal dan miskin untuk mengenyam pendidikan universiter. Informasi kecil, sastrawan terbesar indonesia Pramoedya Ananta Toer pernah menjadi Dosen Sastra di Universitas RES PUBLICA ini. Res Publica juga merupakan universitas pertama yang memiliki rektor seorang perempuan.
Seiring dengan tergulingnya masa pemerintahan Presiden Soekarno, banyak mahasiswa Universitas RES PUBLICA yang sebelumnya telah terdaftar di Universitas tersebut, tidak mau mendaftarkan kembali status kemahasiswaan mereka. Hal ini dikarenakan banyak dari mereka yang telah terdaftar menjadi anggota, partisipan maupun pengurus dari organisasi CGMI (Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia) yang mempunyai kecenderungan beraliran kiri (oposisi pemerintah) atau sekadar khawatir akan stigmatisasi kiri beserta paham komunisnya.
Meletusnya pengganyangan militer Suharto terhadap siapa saja memupuskan harapan RES PUBLICA. Universitas RES PUBLICA yang dibangun atas semangat gotong royong rakyat hancur dan dibakar dengan kejam. Hal ini disebabkan karena Universitas RES PUBLICA pada saat itu digolongkan sebagai salah satu kendaraan golongan Komunis Indonesia yang anti Pancasila, dan dianggap telah berkhianat kepada kedaulatan kehidupan kebangsaan dan bernegara. Universitas RES PUBLICA dirampok, dirampas, dibakar buku-buku perpustakaannya dan diganti namanya dengan paksa menjadi TRISAKTI, sebuah nama yang terkesan sakral dan memiliki elan revolusioner ajimat Bung Karno tetapi dalam prakteknya Universitas Trisakti hanya memperbolehkan kelompok kaya untuk mengakses pendidikan. Universitas yang tadinya untuk segala golongan rakyat berubah menjadi sebuah universitas kaum elite.
Saat ini, Universitas TRISAKTI dimiliki oleh Yayasan Trisakti yang dipimpin oleh Fery Sonevile dan K. Sindhunata, Ketua Bakom PKB, dan tiada seorang pun yang pernah menggugat kejahatan perampasan sebuah universitas rakyat atas nama sesuatu yang tidak pernah jelas. Sejarah hitam Universitas TRISAKTI terlupakan oleh derap sejarah dan amukan superioritas kejahatan. Dan apakah bangsa ini akan terus menyimpan hitam sejarah dalam kotak pandora kekejian?? sampai kapan kalau saja kita tidak dapat mengungkap kejahatan kecil sejarah hitam Universitas Trisakti ini, maka bagaimana kita dapat mengungkap kejahatan-kejahatan besar yang masih tersimpan dalam liang-liang hitam sejarah.
Referensi
Wikipedia,
Indo-Marxist, Ken Kertapati
Tempo, Sejarah Singkat Universitas Trisakti
"Siauw Giok Tjhan: Perjuangan seorang Patriot membangun Nasion Indonesia dan Masyarakat Bhineka Tunggal Ika" oleh Siauw Tiong Djin (Jakarta: Hasta Mitra, 1999)
0 Comments
Post a Comment