TAMAN NASIONAL LORENTZ



Taman Nasional Lorentz merupakan perwakilan dari ekosistem terlengkap untuk keanekaragaman hayati di Asia Tenggara dan Pasifik. Kawasan ini juga merupakan salah satu diantara tiga kawasan di dunia yang mempunyai gletser di daerah tropis. Membentang dari puncak gunung yang diselimuti salju (5.030 meter dpl), hingga membujur ke perairan pesisir pantai dengan hutan bakau dan batas tepi perairan Laut Arafura. Dalam bentangan ini, terdapat spektrum ekologis menakjubkan dari kawasan vegetasi alpin, sub-alpin, montana, sub-montana, dataran rendah, dan lahan basah.

Taman nasional ini ditunjuk sebagai taman nasional oleh Menteri Kehutanan tahun 1997 melalui SK No. 154/Kpts-II/1997 dengan luas 2.505.600 ha. Secara administratif pemerintahan berada pada wilayah Kabupaten Paniai, Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten Fak-fak dan Kabupaten Merauke, Propinsi Papua. Terletak di ketinggian tempat 0 – 5.000 meter dpl., Letak geografis 3°41’ - 5°30’ LS, 136°56’ - 139°09’ BT., Temperatur udara 29° - 32° C di dataran rendah, dan Curah hujan 3.700 – 10.000 mm/tahun.

Sebanyak 34 tipe vegetasi diantaranya hutan rawa, hutan tepi sungai, hutan sagu, hutan gambut, pantai pasir karang, hutan hujan lahan datar/lereng, hutan hujan pada bukit, hutan kerangas, hutan pegunungan, padang rumput, dan lumut kerak. Jenis-jenis flora yang ada dalam kawasan antara lain Nypa fructicans, Rhizophora apiculata, Terminalia canaliculata, Nauclea coadunata, Casuarina equisetifolia, Calophyllum inophyllum, Ficu, Podocarpus, Symplocos cochinchinensis, Rhododendron culminicolum, Poa nicicola dan lain-lain.Jenis-jenis satwa yang sudah diidentifikasi di Taman Nasional Lorentz sebanyak 630 jenis burung (± 70 % dari burung yang ada di Papua) dan 123 jenis mamalia. Jenis burung yang menjadi ciri khas taman nasional ini ada dua jenis kasuari, empat megapoda, 31 jenis dara/merpati, 30 jenis kakatua, 13 jenis burung udang, 29 jenis burung madu, dan 20 jenis endemik diantaranya cendrawasih ekor panjang (Paradigalla caruneulata) dan puyuh salju (Anurophasis monorthonyx). Satwa mamalia tercatat antara lain babi duri moncong panjang (Zaglossus bruijnii), babi duri moncong pendek (Tachyglossus aculeatus), 4 jenis kuskus, walabi, kucing hutan, dan kanguru pohon.

Sebagian besar Taman Nasional Lorentz terdiri atas lembah-lembah dengan lereng curam dan terjal, dengan ketinggian tempat antara 2.000 - 6.000 m dpl. Yaitu puncak tertinggi adalah Puncak Jaya. Selain memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi, terdapat pula beberapa kekhasan dan keunikan adanya gletser di Puncak Jaya dan sungai yang menghilang beberapa kilometer ke dalam tanah di Lembah Balliem.Taman nasional ini memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dan ditunjang keanekaragaman budaya yang mengagumkan. Diperkirakan kebudayaan tersebut berumur 30.000 tahun dan merupakan tempat kediaman suku Nduga, Dani Barat, Amungme, Sempan dan Asmat. Kemungkinan masih ada lagi masyarakat yang hidup terpencil di hutan belantara ini yang belum mengadakan hubungan dengan manusia modern.

Dari tahun 2003 hingga kini, WWF-Indonesia Region Sahul Papua sedang melakukan pemetaan wilayah adat dalam kawasan Taman Nasional Lorentz. Tahun 2003- 2006, WWF telah melakukan pemetaan di Wilayah Taman Nasional Lorentz yang berada di Distrik (Kecamatan) Kurima Kabupaten Yahukimo, dan Tahun 2006-2007 ini pemetaan dilakukan di Distrik Sawaerma Kabupaten Asmat.Cara mencapai lokasi yakni dari kota Timika ke bagian Utara Taman Nasional Lorentz menggunakan penerbangan perintis dan ke bagian Selatan menggunakan kapal laut melalui Pelabuhan Sawa Erma, dilanjutkan dengan jalan setapak ke beberapa lokasi.Pada 1999 taman nasional ini diterima sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO.

UMUM


Balai Taman Nasional Lorentz merupakan perwakilan dari ekosistem terlengkap untuk keanekaragaman hayati di Asia Tenggara dan Pasifik. Kawasan ini juga merupakan salah satu diantara tiga kawasan di dunia yang mempunyai gletser di daerah tropis.

Letaknya membentang dari puncak gunung yang diselimuti salju (5.030 meter dpl), hingga perairan pesisir pantai dengan hutan bakau dan batas tepi perairan Laut Arafura. Dalam bentangan ini, terdapat spektrum ekologis menakjubkan dari kawasan vegetasi alpin, sub-alpin, montana, sub-montana, dataran rendah, dan lahan basah.

Selain memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi, terdapat juga beberapa kekhasan dan keunikan, seperti gletser di Puncak Jaya dan sungai yang menghilang sampai beberapa kilometer ke dalam tanah di Lembah Balliem.

Balai Taman Nasional Lorentz ditetapkan sebagai Situs Warisan Alam Dunia oleh UNESCO dan Warisan Alam ASEAN oleh negara-negara ASEAN

SEJARAH KAWASAN

Tahun 1916, ditetapkan sebagai Monumen Alam Lorentz pada masa pemerintahan Belanda

Tahun 1978, oleh Pemerintah Indonesia ditetapkan sebagai Cagar Alam dengan luas 2.150.000 Ha.

Tahun 1997, ditunjuk oleh Menteri Kehutanan sebagai Taman Nasional Lorentz dengan luas 2.450.000 hektar


FISIK

Geologi dan tanah Bagian Selatan Taman Nasional Lorentz merupakan dataran alluvial pantai yang sangat luas dan bagian tengah pegunungan yang tidak datar merupakan ciri kawasan lorentz. Kawasan ini mempunyai struktur geologi yang kompleks akibat interaksi lempeng Australia dan lempeng Pasifik.

Puncak tertinggi dari jajaran pegunungan dan lereng bagian Selatan terbentuk oleh lempeng campuran yang terdiri atas kerak benua Australia dan bagian bawah Palcozoic dari zaman Tasman Orogen. Keduanya berubah dan tertimbun sedimen pada zaman Holosen. Bagian selatan yang terendam terbentuk oleh batuan alluvium pada zaman Neogen dan Kuarter, sedangkan lereng bagian selatan dan kaki bukitnya dicirikan oleh lapisan tebal dari batuan Silurian atau Devonian hingga Permain, semuanya sedikit banyak mengalami perubahan bentuk. Batu lempung, shale, batu pasir, konglomerat dan batuan vulkanik membentuk endapan ini. Bagian tertinggi dari kawasan pegunungan merupakan lapisan batuan endapan setebal 2.000 meter, yang terdiri dari campuran batu gamping, marl dan batu pasir. Semua endapan ini berada pada daerah pasang surut atau pada lingkungan perairan laut. Iklim Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Fergusson kawasan masuk kedalam tipe iklim A, dengan curah hujan 3.700 – 10.000 mm pertahun dan suhu berkisar antara 19º-32º C.

BIOTIK


Flora

Jenis-jenis flora di zona pegunungan, sub-alpin dan alpin telah diteliti dengan sangat rinci di gunung Trikora dan sebagian di gunung Jaya Wijaya menunjukkan endemisme yang tinggi. IUCN (1990) mengkatagorikan Taman Nasional Lorentz sebagai salah satu pusat keanekaragaman flora di Indonesia.

Dalam kawasan Taman Nasional Lorentz sedikitnya terdapat lima zona vegetasi menurut ketinggiannya, yaitu zona dataran rendah, zona pegunungan, zona sub-alpin dan zona nival.

Beberapa zona kemudian dibagi lagi dalam sub zona berdasarkan fisiografis, perubahan fisionomi dan floristik sebagaimana digambarkan sebagai berikut :

Zona dataran rendah

Sub-zona pantai 0-4

Sub-zona rawa pasang surut 0-1

Sub-zona jalur meander 0-25

Sub-zona rawa gambut 3-50

Sub-zona lahan aluvial 50-150

Sub-zona lembah aluvial 25-100

Sub-zona teras terpotong 100–650

Zona pegunungan

Sub-zona pegunungan bawah 650 - 1.500

Sub-zona pegunungan tengah 1.500 - 2.800

Sub-zona pegunungan atas 2.800 - 3.200

Zona Subalpin

Sub-zona sub-alpin bawah 3.200 - 3.650

Sub-zona sub-alpin atas 3.650 - 4.170

Zona alpin 4.170 - 4.585

Zona nival > 4.585

Flora



Zona Dataran Rendah


Sub-zona pantai (Sistem lahan Putting, 0 – 4 m) : Vegetasinya berkisar dari tanaman apung dan tanaman bawah air, hingga rumput rawa, alang-alang, sagu, palem, pandan dan hutan rawa serta hutan bakau.

Sub-zona rawa pasang surut (0 – 1 m): Rawa hutan bakau dan nipah yang dipengaruhi pasang surut, Komunitas bakau juga ditemukan di pedalaman sepanjang sungai, jenis Nypa fluticans tumbuh hingga ke pedalaman.

Sub-zona daerah meander (0 – 25 m) : Hutan klimaks campuran

Sub-zona rara gambut (3 – 50 m) :Pandan,Carallia, Syzygium dan Campnosperma, Terminalia, Alstonia, Barningtonia, Metroxylon sagu, Diospyros, Pandanis dan Myristica di daerah rawa-rawa.

Sub-zona kipas aluvial (50 – 150 m) :Annonaceae, yaitu Apocynaceae. Burceraceae, Dipterocarpaceae, Ebenaceae, Vagaceae, Liguminceae, Meliaceae, Moraceae, Myrtaceae dan Sterculiaceae. Species pohon yang khas di tingkat atas adalah Pometia, Alstonia, Ficus dan Terminalia, sedangkan pohon tingkat bawah adalah Garcinia, Diospiros, Myristica, Maniltoa dan Microcos.

Sub-zona lembah aluvial (25 – 100 m) : Vegetasi ini meliputi jenis vegetasi yang berada sejajar dengan sungai sepanjang garis gradien dari keadaan basah hingga ke keadaan kering.

Sub-zona ketinggian teras terpotong (100 – 650 m) : Tumbuhan sarang semut/sejenis pakis (Myrmecodia dan Lecanopteris myrabilis), tumbuhan kantung karnivora (Nephantes spp)., Casuarina, Dacrydium, Podocarpus, Tristania, Eugenia, Syzygium. Dacrydium, Podocarpus, Tristania, Eugenia dan Syzygium Pandan dan Freycinetia spp.

Zona-pegunungan (600 – 2300 m) :

Sub-zona pegunungan bawah (699 – 1.500 m) : Pakis pohon lebih banyak ditemukan di semak dan lapisan pohon bawah, serta perdu seperti Elastosterma, Bogonia dan sejenis Impatiens berbunga jingga merah jambu yang menyolok di lapisan bawah. Hutan ini juga kaya akan spesies dan pohon-pohon Castanopsis dan Lithocarpus dan Sloanea, serta Cryptocarya.

Sub-zona pegunungan tengah : Hutan pegunungan tengah campuran, hutan Captanopsis, hutan Notofagus, hutan Caniferous, hutan rawa pegunungan tengah, rawa rumput sedge, rawa rumput Phragmites pegunungan tengah, padang rumput Miscanthus pegunungan tengah dan rangkaian vegetasi bekas ladang.

Pohon-pohon tudung yang banyak tumbuh berasal dari keluarga Fagaceae, Lauraceae, Cunioneaceae, Elaeocarpaceae, dan Myrtaceae. Tumbuhan bawah pohon meliputi Garcinia, Astronia, Polyosomo, Symlocos, Sericolea, Drymis, Prunus, Pittospermum dan Araliaceae.

Hutan Coniferous terdapat pada ketinggian diatas 2.400 m. Beberapa genusnya antara lain Podocarpus, Darycarpus, Papuacerdus, Phyllocladus dan Arocaria.

Zona sub-alpin Zona sub-alpin ditandai dengan adanya hutan-hutan sub-alpin, yang bercampur dengan vegetasi jenis lainnya. Hutan sub-alpin-bawah miskin akan flora. Hutan di zona ini memiliki tudung yang tertutup, dengan ketinggian mencapai 10 hingga 15 m. Beberapa jenis yang dominan antara lain Rapanea sp., Dacrycarpus compactus dan Papuacedrus papuas.

Zona alpin Zona alpin berada pada ketinggian antara 4.170 dan 458.5 m dpl. Vegetasi alpin meliputi semua komunitas yang tumbuh di atas batas semak tinggi. Vegetasi ini berbentuk padang rumput, kerangas dan tundra.

Padang rumput pendek (Grassberg 4.200 m) : Rumput-rumputan yang dominan adalah Agrostis reinwardtii, Deyeeuxia brassi, Anthoxantium angustum, Monostachya oreoboloides, dan Poa callosa. Lantainya diliputi oleh briofita dan licea terutama Rhacomitrium crispulum, Frullania reimersii, Cetraria spp. dan Thamnolia vermicularis. Semak yang paling banyak ditemukan adalah Styphelia suaveolens, Tetraolopium ericoides, dan Rhododendron correoides.

Padang rumput tussock alpin : Deschamsia klosii membentuk padang rumput tussock yang padat di tanah yang terdainase dengan baik dari ketinggian 4.000 hingga 4.500 m di gunung Jaya. Semak seperti Styphelia suaveolens berada di dalam tussock, bersama dengan berbagai jenis perdu, terutama Papuzilla laeteviridis dan the minute fern Cystopteris sp. Padang rumput tussock alpin yang padat dapat juga merupakan komunitas klimaks kawasan alpin.

Tetramolopium klossi – Kerangas Rhacomitrium : Tetramolopium klossi tumbuh sebagai semak rendah yang menyebar hingga 30 cm, berakar hampir di hamparan lumut Rhacomitrium crispulum, dan Distichum capillaceum, Styphelia siaveolens dan Vaccinium cf. coelorum dengan frekuensi yang naik di daerah morena tua.

Semak kerangas kerdil : Komunitas ini menempati puncak punggung gunung dan lereng di ketinggian lebih dari 4.200 m serta di luar kawasan yang dipengaruhi pergerakan es neoglasial. Komunitas ini terdiri dari hamparan semak hingga setebal 20 cm, yang umumnya terdiri dari Styphelia suaveolens, serta Tetramolopium klosii, Tertramopolium pilosovillosum, dan kadang kala Coprosma brassii, serta semak Senecio sp.Deschamsia klossii dan Monostachya oreobolides menempati celah-celah pada kerangas beserta hamparan Geranium, Epilobium detznerianum dan Parahebe wanderwateri yang tersebar dimana-mana.

Tundra alpin kering : Morena yang termuda pada ketinggian 4.230 hingga 4.600 m telah tersingkap oleh adanya lelehan es yang terus-menerus selama 30 tahun dan ditumbuhi lumut serta beberapa spesies herba yang mampu tumbuh di tanah mineral alkalin.

Tundra alpin basah : Lembah kuning memiliki lantai yang sangat datar dilewati oleh banyak morena rendah. Di belakang morena-morena ini dan di beberapa cukungan cadas, hamparan lumut yang membentang mendukung beberapa spesies herba untuk membentuk suatu komunitas, yang menyerupai tundra lapin basah Gunung Wilhem yang di deskripsikan oleh Wade dan Mac Vean (1969). Lumut utama, Breutelia aristivolia, tumbuh pada danau kapur yang tergenang secara periodik dari morena dasar sekitar. Hamparan kecil Gnaphalium breviscapum, Geranium potentiloides var. alpestre dan Renunculus spp. tumbuh di sana. Rumput Sedges berkisar dari jarang hingga banyak dengan tuft-tuft terbalut Deschampsia klossii yang ada di sana-sini. Komunitas ini muncul pada ketinggian yang relatif rendah, 4.500 m, dan dikelilingi oleh kerangas Tertramolopium.

Fauna

Mamalia


Balai Taman Nasional Lorents telah dinilai oleh para ahli mamalogi terkemuka sebagai daerah yang paling penting bagi varietas mamalia di Melanesia. Dari 42 jenis (spesies) yang tercatat selama survei, 10 atau hampir 25 persen, merupakan catatan baru untuk Irian Jaya, sedangkan 2 jenis merupakan spesies baru. Jenis satwa baru dan langka, yaitu kangguru pohon (Dendrolagus mbaiso), Dendrolagus dorianus , jenis tikus (genus Stenomys), dua spesies tikus raksasa : Mallomys aroaensis dan M. Istapantap . Jenis kelelawar ( Syconycteris hobbit), kelelawar jenis (Paranyctimene raptor), Pipistrellus collinus, dan Tadarida kuboriensis. Spesies lainnya, yaitu landak Irian (Zaglossus brujini), tikus (Coccymys rummleri), tikus air (Hydromys habbema), posum kerdil (Cercatus caudatus), tikus (Mellomys mollis), walabi coklat (Docropsis muelleri), kuskus abu (Phalanger gymnotis), kuskus totol (Spilocuscus maculatus) dan posum bergaris (Dactylopsila trivergata).Sejumlah 64 spesies malalia sejauh ini telah diidentifikasikan dan diiperkirakan ada sebanyak 90 hingga 100 spesies mamalia yang mungkin hidup di Taman Nasional Lorents.

Burung;


Balai Taman Nasional Lorents meliputi dua Daerah Burung Endemik (DBE) dengan total 45 burung sebaran terbatas dan 9 spesies burung endemik yang dibatasi dibarisan Pegunungan Sudirman dan DBE dataran rendah Irian bagian selatan. Archboldia papuensis , cendrawasih elok (Macgregoria pulchra), ifrita topi-biru (Ifrita kowaldi), pipit ekor-api (Oreostruthus fuliginosus), sesap madu (Eurostopodus archboldi), walet sapi maupun walet gunung (Collocalia esculenta dan C. hirundinacea), mambruk selatan (Goura scheepmakeri), nuri kabare (Pittrichas fulgidus), itik noso (Anas waigiuensis), dan robin salju (Petroica archboldi).

Amphibi dan Reptil; Jenis-jenis yang dapat dijumpai di kawasan ini Lobula sp., ular sanca boelan (Morelia boelini), kura-kura moncong babi (Carettochelys insculpta), dan buaya (Crocodylus porosus dan C. novaeguineae)

Ikan;

Diperkirakan lebih dari 1.000 spesies ikan terdapat di Taman nasional Lorentz, diantaranya yaitu Ikan kaloso atau lebih populer dengan sebutan arwana (Scleropages jardini).

WISATA


Kawasan hutan Lorentz ditunjuk sebagai taman nasional pada tahun 1997, sehingga fasilitas/sarana untuk kemudahan pengunjung masih sangat terbatas, dan belum semua obyek dan daya tarik wisata alam di taman nasional ini telah diidentifikasi dan dikembangkan. Namun demikian, puncak salju abadi merupakan salah satu potensi bagai wisata minat khusus. Puncak ini setiap tahun selalu menjadi ajang uji nyali dan ketanggunan bagi para pendaki gunung.

Disamping keanekaragaman hayati yang tinggi, taman nasional ini didukung oleh keanekaragaman budaya yang mengagumkan. Diperkirakan kebudayaan di kawasan ini telah berumur 30.000 tahun dan merupakan tempat kediaman suku Nduga, Dani Barat, Amungme, Sempan dan Asmat. Kemungkinan masih ada lagi masyarakat yang hidup terpencil di hutan belantara ini yang belum mengadakan hubungan dengan manusia modern.

Suku Asmat terkenal dengan keterampilan pahatan patungnya. Menurut kepercayaannya, suku tersebut identik dengan hutan atau pohon. Batang pohon dilambangkan sebagai tubuh manusia, dahan-dahannya sebagai lengan, dan buahnya sebagai kepala manusia. Pohon dianggap sebagai tempat hidup para arwah nenek moyang mereka. Sistem masyarakat Asmat yang menghormati pohon, ternyata berlaku juga untuk sungai, gunung dan lain-lain.

Perpaduan ketiga hal tersebut di atas, yaitu kekayaan keanekaragaman hayati, gejala alam dan panorama alam, serta budaya masyarakat tradisionalnya yang demikian tinggi merupakan potensi pariwisata yang luar biasa. Beberapa kegiatan wisata yang dapat dikembangkan di kawasan ini, diantaranya pertunjukan khidupan liar, pendakian puncak jaya, dan atraksi budaya.

Cara pencapaian lokasi


Secara umum Taman Nasional Lorentz dapat dicapai melalui beberapa kota, antara lain : Timika (Kab. Mimika), Nabire (Kab. Nabire), Enarotali (Kab. Paniae), Wamena (Kab. Jayawijaya), Meroke (Kab. Meroke), Mulia (Kab. Puncak Jaya). Semua kota-kota tersebur dapat dijangkau dengan transportasi udara dari Biak dan Jayapura dengan waktu tempuh antara 1 – 2 jam.

Referensi


dari berbagai sumber

0 Comments

Post a Comment