Banyak cerita yang menyebutkan bahwa Gunung Semeru berasal dari Gunung Meru yang ada di India (Jambudwipa). Menurut kepercayaan masyarakat jawa yang bersumber dari kitab kuno Tantu Pagelaran pada abad ke 15 keadaan Pulau Jawa tidak stabil, mengapung di lautan luas dan terombang-ambing oleh ombak yang begitu ganas. Melihat hal tersebut para Dewa memutuskan untuk memindahkan Gunung Meru yang ada di India dan memakukannya di Pulau Jawa. Dua Dewa yang memindahkan Gunung Semeru adalah Dewa Wisnu dan Dewa Brahma. Dewa Wisnu menjelma menjadi seekor kura-kura raksasa, sedangkan Dewa Brahma berubah menjadi sesosok ular yang panjang dan besar. Dewa Wisnu yang menjelma menjadi kura-kura raksasa bertugas menggendong Gunung Meru di punggungnya. Sementara itu untuk menjaga Gunung Meru tetap aman, Dewa Brahma yang sudah menjelma menjadi ular raksasa melilitkan tubuhnya di kura-kura raksasa.
Pada awalnya Para Dewa meletakkan Gunung Meru di atas bagian barat Pulau Jawa. Akan tetapi karena Gunung Meru terlalu berat, bagian ujung pulau jawa sebelah timur menjadi terangkat. Dengan segera Dewa-Dewa itu memindahkan gunung itu ke bagian timur Pulau Jawa. Dalam proses pemindahan inilah ada serpihan-serpihan Gunung Meru yang tercecer dan menjadi jajaran pegunungan di Pulau Jawa. Ketika puncak Meru dipindahkan ke timur Pulau Jawa, peristiwa yang sama kembali terjadi. Pulau Jawa tetap saja miring. Akhirnya para Dewa memutuskan untuk memenggal sebagian dari Gunung Meru dan kemudian ditempatkan di bagian barat laut Pulau Jawa. Bagian utama dari Gunung Meru inilah yang sekarang disebut dengan Gunung Semeru dan penggalan yang ditempatkan di bagian barat laut membentuk Gunung Pawitra (yang sekarang lebih akrab disebut dengan nama Gunung Pananggungan). Menurut kosmologi Hindu-Jawa, Gunung Pawitra merupakan Puncak Kailaca yang dipindah ke Pulau Jawa.Puncak Kaliaca itu sendiri merupakan tempat persemayaman para Dewa-Dewa dalam cerita pewayangan Jawa. Bagi masyarakat Bali, Gunung Semeru dipercaya sebagai Bapak Gunung Agung yang berada di Bali. Mereka juga percaya Gunung Semeru merupakan tempat tinggal para Dewa. Demikian sepenggal kisah dari Gunung Semeru, Puncak Abadi Para Dewa.
Gunung Semeru adalah gunung suci kediaman para Dewa, merupakan gunung tertinggi di pulau Jawa dengan ketinggian 3.676 M dpl (puncak Mahameru). Pada tahun 1913 dan 1946 Kawah Jonggring Saloka memiliki kubah dengan ketinggian 3.744,8 M hingga akhir Nopember 1973. Gunung ini masuk dalam kawasan Taman nasional Bromo Tengger Semeru. Taman Nasional ini terdiri dari pegunungan dan lembah seluas 50.273,3 Hektar. Terdapat beberapa gunung di dalam Kaldera Gn.Tengger antara lain; Gn.Bromo (2.392m) Gn. Batok (2.470m) Gn.Kursi (2,581m) Gn.Watangan (2.662m) Gn.Widodaren (2.650m). Terdapat empat buah danau (ranu): Ranu Pani, Ranu Regulo, Ranu Kumbolo, Ranu Darungan.
Diperlukan waktu sekitar empat hari untuk mendaki puncak gunung Semeru pulang- pergi. Sebaiknya membawa bekal untuk satu minggu karena kita akan betah berkemah, bisa jadi karena pemandangan dan suasana yang sangat indah, atau karena kecapaian setelah mendaki gunung semeru. Untuk mendaki gunung semeru dapat ditempuh lewat kota malang atau lumajang. Dari terminal kota malang kita naik angkutan umum menuju desa Tumpang. Disambung lagi dengan Jip atau Truk Sayuran yang banyak terdapat di belakang pasar terminal Tumpang. Sebelumnya kita mampir di Gubugklakah untuk memperoleh surat ijin, untuk umum dikenakan biaya Rp.6.500,- per orang, sedangkan untuk pelajar dan mahasiswa dikenakan biaya Rp.5.500,- per orang. Dengan menggunakan Truk sayuran atau Jip perjalanan dimulai dari Tumpang menuju Ranu Pani desa terakhir di kaki semeru. Di sini terdapat Pos pemeriksaan, terdapat juga warung dan pondok penginapan. Pendaki juga dapat bermalam di Pos penjagaan. Di Pos Ranu Pani juga terdapat dua buah danau yakni danau (ranu) pani (1 ha) dan ranu regulo (0,75 ha). Terletak pada ketinggian 2.200 mdpl.
JALUR WATU REJENG
Bagi pendaki yang baru pertama kali mungkin akan bingung menemukan jalur pendakian, dan hanya berputar-putar di Ranu Pani, untuk itu setelah sampai di gapura selamat datang, perhatikan terus ke kiri ke arah bukit, jangan mengikuti jalanan yang lebar ke arah kebun penduduk. Selain jalur yang biasa dilewati para pendaki melewati Watu Rejeng, juga ada jalur pintas yang biasa dipakai para pendaki lokal, jalur ini sangat curam dengan melintasi Gunung Ayek-ayek.
Jalur awal yang kita lalui landai, menyusuri lereng bukit yang didominasi dengan tumbuhan alang-alang. Tidak ada tanda penunjuk arah jalan, tetapi terdapat tanda ukuran jarak pada setiap 100m, kita ikuti saja tanda ini. Banyak terdapat pohon tumbang, dan ranting-ranting diatas kepala, sehingga kita harus sering merundukkan kepala, tas keril yang tinggi sangat tidak nyaman.
Setelah berjalan ekitar 5 Km menyusuri lereng bukit yang banyak ditumbuhi Edelweis, kita akan sampai di Watu Rejeng. Kita akan melihat batu terjal yang sangat indah. Kita saksikan pemandangan yang sangat indah ke arah lembah dan bukit-bukit, yang ditumbuhi hutan cemara dan pinus. Kadang kala kita dapat menyaksikan kepulan asap dari puncak semeru. Untuk menuju Ranu Kumbolo kita masih harus menempuh jarak sekitar 4,5 Km.
Sebaiknya beristirahat dan mendirikan tenda apabila tiba di Ranu Kumbolo. Terdapat danau dengan air yang bersih dan memiliki pemandangan yang sangat indah terutama di pagi hari kita saksikan matahari terbit disela-sela bukit. Banyak terdapat ikan, kadang burung belibis liar. Ranu Kumbolo berada pada ketinggian 2.400 m dengan luas 14 ha. Dari Ranu Kumbolo sebaiknya menyiapkan air sebanyak mungkin. Meninggalkan Ranu Kumbolo kita mendaki bukit terjal, dengan pemandangan yang sangat indah dibelakang ke arah danau. Di depan bukit kita terbentang padang rumput yang luas yang dinamakan oro-oro ombo. Oro-oro ombo dikelilingi bukit dan gunung dengan pemandangan yang sangat indah, padang rumput luas dengan lereng yang ditumbuhi pohon pinus seperti di Eropa. Dari balik Gn. Kepolo tampak puncak Gn. Semeru menyemburkan asap wedus gembel. Selanjutnya kita memasuki hutan Cemara dimana kadang-kadang kita jumpai burung dan kijang. Banyak terdapat pohon tumbang sehingga kita harus melangkahi atau menaikinya. Daerah ini dinamakan Cemoro Kandang. Pos Kalimati berada pada ketinggian 2.700 m, disini kita dapat mendirikan tenda untuk beristirahat dan mempersiapkan fisik. Kemudian meneruskan pendakian pada pagi-pagi sekali pukul 24.00. Pos ini berupa padang rumput luas di tepi hutan cemara, sehingga banyak tersedia ranting untuk membuat api unggun.
Terdapat mata air Sumber Mani, ke arah barat (kanan) menelusuri pinggiran hutan Kalimati dengan menempuh jarak 1 jam pulang pergi. Di Kalimati dan di Arcopodo banyak terdapat tikus gunung bila kita mendirikan tenda dan ingin tidur sebaiknya menyimpan makanan dalam satu tempat yang aman.
Untuk menuju Arcopodo kita berbelok ke kiri (Timur) berjalan sekitar 500 meter, kemudian berbelok ke kanan (Selatan) sedikit menuruni padang rumput Kalimati. Arcopodo berjarak 1 jam dari Kalimati melewati hutan cemara yang sangat curam, dengan tanah yang mudah longsor dan berdebu. Dapat juga kita berkemah di Arcopodo, tetapi kondisi tanahnya kurang stabil dan sering longsor. Sebaiknya menggunakan kacamata dan penutup hidung karena banyak abu beterbangan. Arcopodo berada pada ketinggian 2.900m, Arcopodo adalah wilayah vegetasi terakhir di Gunung Semeru, selebihnya kita akan melewati bukit pasir.
Dari Arcopodo menuju puncak Semeru diperlukan waktu 3-4 jam, melewati bukit pasir yang sangat curam dan mudah merosot. Semua barang bawaan sebaiknya kita tinggal di Arcopodo atau di Kalimati. Pendakian menuju puncak dilakukan pagi-pagi sekali sekitar pukul 02.00 pagi dari Arcopodo. Badan dalam kondisi segar, dan efektif dalam menggunakan air. Perjalanan pada siang hari medan yang dilalui terasa makin berat selain terasa panas juga pasir akan gembur bila terkena panas. Siang hari angin cendurung ke arah utara menuju puncak membawa gas beracun dari Kawah Jonggring Saloka.
Di puncak Gunung Mahameru (Semeru) pendaki disarankan untuk tidak menuju kawah Jonggring Saloko, juga dilarang mendaki dari sisi sebelah selatan, karena adanya gas beracun dan aliran lahar. Suhu dipuncak Mahameru berkisar 4 - 10 derajad Celcius, pada puncak musim kemarau minus 0 derajad Celcius, dan dijumpai kristal-kristal es. Cuaca sering berkabut terutama pada siang, sore dan malam hari. Angin bertiup kencang, pada bulan Desember - Januari sering ada badai. Terjadi letusan Wedus Gembel setiap 15-30 menit pada puncak gunung Semeru yang masih aktif. Pada bulan Nopember 1997 Gn.Semeru meletus sebanyak 2990 kali. Siang hari arah angin menuju puncak, untuk itu hindari datang siang hari di puncak, karena gas beracun dan letusan mengarah ke puncak.
Letusan berupa asap putih, kelabu sampai hitam dengan tinggi letusan 300-800 meter. Materi yang keluar pada setiap letusan berupa abu, pasir, kerikil, bahkan batu-batu panas menyala yang sangat berbahaya apabila pendaki terlalu dekat. Pada awal tahun 1994 lahar panas mengaliri lereng selatan Gn.Semeru dan meminta beberapa korban jiwa, pemandangan sungai panas yang berkelok- kelok menuju ke laut ini menjadi tontonan yang sangat menarik. Pendakian sebaiknya dilakukan pada musim kemarau yaitu bulan Juni, Juli, Agustus, dan September. Sebaiknya tidak mendaki pada musim hujan karena sering terjadi badai dan tanah longsor.
JALUR GUNUNG AYEK-AYEK
Dari desa Ranu Pane perjalanan dimulai dengan melintasi kebun sayuran penduduk yang berupa tanaman bawang dan kol (kubis). Melintasi kawasan kebun sayuran di siang hari terasa panas dan berdebu sehingga akan lebih baik jika pendaki mengenakan kacamata dan masker penutup hidung. Ranu Pane adalah salah satu desa yang dihuni oleh masyarakat suku Tengger, selain desa Ngadas, Cemoro Lawang, Ngadisari, dll. Masyarakat Tengger hidup dengan menanam sayur-sayuran.
Di desa Ranu Pane ini air bersih diperoleh dari kran-kran yang di salurkan ke rumah penduduk di siang hari dengan volume air yang sangat kecil. Sehingga di pos pendakian Ranu Pane kadangkala tidak terdapat air bersih di siang hari, namun di malam hari air bersih di pos pendakian berlimpah karena aliran ke rumah penduduk di hentikan di malam hari.
Selanjutnya akan dijumpai sebuah pondok yang dipakai untuk keperluan penghijauan gunung Semeru. Jalur agak landai dan sedikit berdebu melintasi kawasan hutan yang didominasi oleh tanaman penghijauan berupa akasi dan cemara gunung. Jalur selanjutnya mulai menanjak curam menyusuri salah satu punggungan gunung Ayek-ayek. Di sepanjang jalur ini kadangkala dapat ditemukan jejak-jejak kaki dan kotoran binatang. Burung dan aneka satwa seringkali terlihat berada disekitar jalur ini.
Mendekati puncak gunung Ayek-Ayek pohon cemara tumbuh agak berjauhan sehingga pendaki dapat melihat ke bawah ke arah desa ranu pane. Desa Ngadas juga nampak sangat jelas. Pendaki dapat beristirahat di celah gunung untuk berlindung dari hembusan angin. Di tempat ini pendaki juga bisa melihat dinding gunung tengger yang mengelilingi gunung Bromo, kadang kala terlihat kepulan asap yang berasal dari gunung Bromo.
Setelah melintasi celah gunung yang agak licin dan berbatu pendaki harus menyusuri sisi gunung Ayek-ayek agak melingkar ke arah kanan. Di samping kiri adalah jurang terbuka yang menghadap ke bukit-bukit yang ditumbuhi rumput, bila pendakian dilakukan di siang akan terasa sangat panas. Di kejauhan kita dapat menyaksikan puncak mahameru yang bersembunyi di balik gunung Kepolo, sekali-kali nampak gunung Semeru menyemburkan asap wedus gembel.
Jalur mulai menurun tetapi perlu tetap waspada karena rawan longsor. Tumbuhan yang ada berupa rumput dan cemara yag diselingin Edelweis. Masih dalam posisi menyusuri tebing terjal sekitar 30 menit kita akan tiba di tempat yang agak datar, celah yang cukup luas pertemuan dua gunung. Di sini pendaki dapat beristirahat sejenak melepaskan lelah. Beberapa tanaman Edelweis tumbuh cukup tinggi sehingga dapat digunakan untuk berteduh dari sengatan matahari.
Setelah puas beristirahat perjalanan dilanjutkan dengan menyusuri tebing terjal yang agak melingkar ke arah kiri. Tumbuhan yang ada berupa rumput yang agak rapat dan tebal, beberapa pohon cemara tumbuh agak berjauhan di sepanjang jalur. Di sepanjang jalur ini pendaki tidak bisa saling mendahului sehingga harus berjalan satu persatu. Sekitar 30 menit menyusuri tepian tebing terjal akan tampak di depan kita bukit dan padang rumput yang sangat luas.
Sampailah kita di padang rumput yang sangat luas yang disebut Pangonan Cilik. Pemandangan di pagi hari dan sore hari di tempat ini sangat indah luar biasa, kita tidak akan bosan memandangi bukit-bukit yang ditumbuhi rumput. Padang rumput ini dikelilingin tebing-tebing yang ditumbuhi pohon cemara dan edelweis. Sekitar 45 menit melintasi padang rumput selanjutnya berbelok ke arah kiri maka sampailah kita di sebuah danau yang sangat luas yang disebut danau Ranu Kumbolo.
Secara umum iklim di wilayah gunung Semeru termasuk type iklim B (Schmidt dan Ferguson) dengan curah hujan 927 mm - 5.498 mm per tahun dengan jumlah hari hujan 136 hari/tahun dan musim hujan jatuh pada bulan Nopember - April. Suhu udara dipuncak Semeru berkisar antara 0 - 4 derajat celcius.
Flora yang berada di Wilayah Gunung Semeru beraneka ragam jenisnya tetapi banyak didominir oleh pohon cemara, Akasia, Pinus, dan jenis Jamuju. Sedangkan untuk tumbuhan bawah didominir oleh Kirinyuh, Alang - alang, Tembelekan, Harendong dan Edelwiss putin, Edelwiss yang banyak terdapat di lereng-lereng menuju Puncak Semeru. Dan juga ditemukan beberapa jenis anggrek endernik yang hidup di sekitar Semeru Selatan.
Banyak fauna yang menghuni gunung Semeru antara lain :Macan Kumbang, Budeng, Luwak, Kijang, Kancil, dll. Sedangkan di Ranu Kumbolo terdapat Belibis yang masih hidup liar.
CERMIS
Ragam kisah nyata berbau mistis di Gunung Semeru
Sindonews.com - Setiap orang yang mendaki Gunung Semeru pasti menyisakan beragam cerita tentang eksotisnya gunung tertinggi di Jawa ini. Berbagai bukti foto-foto selama perjalanan hingga ke puncak dirasa belum memuaskan pendaki untuk pergi mengunjungi gunung berapi tertinggi ketiga di Indonesia ini.
Selain cerita keindahan alam Semeru, beberapa pendaki juga ternyata memiliki pengalaman lain yang tidak semua pendaki mengalaminya. Yakni, pengalaman tentang dunia lain di Semeru. Cerita ini dikisahkan langsung oleh pendaki maupun orang yang menemukan pendaki ketika tersesat.
Salah satunya adalah cerita yang dituturkan Bagus Ary, seorang pendaki asal Malang, Jawa Timur. Pendaki yang sudah beberapa kali mendaki Semeru ini mengungkapkan, sekira tahun 2009, dirinya bersama tiga temannya mendaki ke Semeru. Target pertama mereka adalah menginap di Kalimati.
Selama perjalanan dari Ranu Pane menuju Kalimati, mereka melewati Oro-oro ombo dan Cemoro Kandang. Di Cemoro Kandang, medan di wilayah itu memang terus menanjak hingga Jambangan. Mungkin untuk menghilangkan lelah ke empat pendaki ini mengeluarkan kata-kata kotor khas Jawa Timur-an, atau misuh-misuh meski dengan nada gurau sebagai bahan candaan mereka. Tak terasa perjalanan mereka akhirnya sampai di Kalimati yang berada di ketinggian 2.700 mdpl.
Kawasan berupa padang savana yang berada di tepi hutan pinus dengan latar puncak Mahameru membuat para pendaki betah mendirikan tenda di situ. Keempat pendaki ini berencana naik ke puncak pada malam hari sekira pukul 00.00 WIB. Mereka kemudian bergegas mendirikan tenda, sebagian lagi mengeluarkan bekal untuk masak menu sore dan logistik untuk dibawa dalam perjalanan menuju puncak.
Menjelang sore, mereka kemudian memilih istirahat lebih awal untuk menyimpan energi menuju puncak pada tengah malam nanti. Tanpa dikomando, keempatnya kemudian terlelap dalam tidur.
Saat itulah peristiwa aneh itu terjadi. Bagus, bercerita jika tidurnya tidak bisa tenang. Hal itu juga dialami teman-temannya. Ia bersama tiga temannya mengaku ditarik oleh seseorang sampai terbangun.
Awalnya, mereka mengira itu perbuatan temannya sendiri, tapi setelah masing-masing merasakan hal yang sama dan mengaku tidak melakukanya, akhirnya mereka sadar ada makhluk lain yang menariknya ketika tidur. Pengalaman Bagus Ary dan teman-temannya tidak berhenti di sini saja, Bagus Ary juga di mengaku dipukul dan melihat sebuah bangunan mirip pemandian putri di kawasan bawah Arcpadha. Tepatnya, berada di jurang sebelah kiri. Mereka masih bersyukur tidak terjadi peristiwa yang lebih menyeramkan atau membuat mereka tersesat.
Pada pendakian selanjutnya, Bagus Ary selalu mengingatkan kepada rekan lain yang belum pernah agar selalu menjaga perkataan dan perilaku selama pendakian. Bagus juga mengingatkan untuk berbicara yang sopan, tidak pongah, serta tidak merusak tempat-tempat atau menebang pohon sembarangan. Sebab, siapa tahu di tempat-tempat itu dihuni makhluk lain dan mengganggu keberadaan mereka.
Cerita lain yang juga dialami rata-rata pendaki yang tersesat dan ditemukan selamat adalah mereka selalu sendirian atau tertinggal dari rombongan atau berada paling depan meninggalkan rombongan.
Hal itu diceritakan Sugiyono, salah satu tim Search and Rescue (SAR) Lumajang yang sering melakukan operasi pencarian ketika ada informasi pendaki yang tersesat atau hilang.
Sugiyono bercerita, dari beberapa pendaki yang hilang dan ditemukan dalam kondisi selamat, para pendak itu selalu bilang sedang sendirian ketika turun. Selain itu, orang yang biasa meremehkan trek biasanya sering salah jalur.
Selain itu, Sugiyono juga mewanti-wanti agar tidak meninggalkan anggota kelompok sendirian di lereng Semeru, di jalur berpasir yang menanjak.
"Kalau salah satu tidak kuat sebaiknya ditunggui atau kembali semuanya. Sebab, biasanya mereka yang sendirian di lereng Semeru, ketika ada kabut datang, bisa hilang orang itu. Seperti ada yang membawa lari,” katanya.
Ia juga bercerita pengalamannya sendiri ketika turun dari puncak bersama rombongannya. Sugiyono berada di belakang. Sementara beberapa temannya berada agak di depan. Saat perjalanan menuruni medan berpasir lereng Semeru, tiba-tiba dia melihat temannya lari kencang ke bawah. Ia kemudian meneriakinya sambil mengejar.
Beruntung, temannya tersebut berhenti dan kaget ketika melihat Sugiyono di belakang. Sebab, kata Sugiyono, temannya itu melihat jika ada orang yang membawa lari Sugiyono sehingga dia mengejarnya.
Karena itu, Sugiyono mewanti-wanti kepada semua pendaki agar lebih berhati-hati dan menjaga sikap selama mendaki Gunung Semeru. Jangan sampai meninggalkan teman sendirian, hindari berbicara kotor, buang air sembarangan, serta merusak lingkungan. Tetap rendah hati dan jangan sombong berada di alam.
Cerita yang bisa menjadi pelajaran lainnya terjadi pada tahun 2011-an. Ketika itu ada rombongan pendaki dari Jawa Barat yang sedang ingin naik ke puncak Mahameru. Mereka sengaja mendirikan tenda di kawasan Arcapadha agar lebih dekat menuju puncak Mahameru. Selama perjalanan ke Arcapadha tidak ada hal-hal yang menonjol. Bahkan sampai tengah malam dan beberapa anggota kelompok menuju puncak, tinggal tiga orang yang berada di tenda. Salah satunya adalah Nita.
Ia berada di tenda bersama seniornya. Hingga dini hari, suasana masih khas hutan pinus di malam hari. Hewan malam juga sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. Sampai sekira pukul 04.00 WIB, sayup-sayup Nita mendengar suara gamelan jawa dari kejauhan atau dari kedalaman jurang blank 75.
"Terdengar jauh namun cukup jelas di telinga dengan durasi yang lumayan lama. Saya dan senior Saya memilih diam di dalam tenda sambil menunggu rombongan yang menuju puncak turun," tutur Nita.
Peristiwa lain terjadi ketika salah satu rombongan Nita yang turun duluan berteriak ke tenda minta bantuan. Ia minta bantuan karena ada salah satu anggota perempuan yang kesurupan ketika melewati vegetasi terakhir atau daerah Kelik. Di Kelik, memang sering ada kejadian pendaki yang terjatuh, hilang, atau tersesat. Beberapa batu penanda in memoriam terpasang di sana.
Setelah sampai di Arcapadha, perempuan asal Kalimantan itu kesurupan dua jin dan mengenalkan dirinya dengan dua nama, laki-laki dan perempuan.
“Satu mengaku bernama Pratiwi, satunya lagi lupa tapi selalu mau dipanggil Ganteng,” kata Nita.
Seramnya, dua makhluk yang masuk ke dalam perempuan asal Kalimantan ini meminta raganya untuk ikut bersamanya. Mereka memberikan pilihan, perempuan itu atau Nita yang ikut. Nita mengaku langsung merinding.
Akhirnya mereka memilih mem-packing barang dan memilih secepatnya untuk turun menuju Kalimati. Sepanjang perjalanan dia masih kerasukan. Sampai di Kalimati, baru kembali sadar karena kelelahan. Perjalanan kemudian dilanjutkan ke Ranu Kumbolo. Di tengah-tengah perjalanan perempuan tadi kesurupan lagi dan lari kencang serta meloncati pohon besar yang tumbang.
Pendaratan dilakukan dengan dua kaki dan dua tangannya seperti kijang. Ia kemudian terkejar oleh rombongan lainnya. Mereka lalu mempercepat perjalanan ke Ranu Kumbolo.
Di Ranu Kumbolo, mereka memutuskan untuk bermalam lagi. Meski kelihatan sadar namun kondisi perempuan tadi seperti masih dirasuki. Semua teman-temannya saat itu merasakan hawa panas. Bahkan saat foto-foto di pagi harinya juga tatapan matanya tidak seperti biasanya.
Perjalanan dilanjutkan ke Ranu Pane. Tapi di tengah jalan, tepatnya setelah pos 1, perempuan itu kembali lepas dan berlari kencang seperti Kijang, melompati pohon besar yang melintang di tengah jalan.
Anggota rombongan laki-laki mengejar semampunya karena khawatir hilang. Beruntung dia akhirnya bisa terkejar dan berhasil dipegang erat teman-temannya. Menurut Nita, temannya tersebut masih kerasukan meski sudah di dalam kereta api menuju Jawa Barat, bahkan ia akhirnya diantar teman sesama daerahnya untuk pulang ke Kalimantan dan disembuhkan di tanah kelahirannya.
Nita juga menceritakan jika saat temannya kesurupan di sekitar kawasan Kelik, dirinya berpapasan dengan pendaki lain yang mengurungkan niatnya mendaki ke puncak.
Sebab, pendaki itu bilang jika ada yang mengancam kalau dirinya naik akan tewas di atas dengan tertimpa batu besar yang menggelinding dari atas. Ia memutuskan untuk kembali turun bersama rombongan Nita dan membatalkan ke puncak. “Memang benar ada batu besar yang menggelinding dari atas,” ujar Nita.
Dari cerita teman-temannya, kemungkinan temannya yang kesurupan itu mempunyai pegangan dan ingin dimiliki penghuni hutan Semeru. "Ada juga yang bilang temannya itu sering bengong, dan juga karena faktor haid," jelasnya.
Meski begitu, semua gunung mempunyai misteri sendiri-sendiri. Hendaknya kita mendaki dengan sopan dan tidak mengganggu apapun yang ada di setiap gunung yang didaki. Alam, Jin, Manusia, serta semua ekosistem di pegunungan adalah ciptaan Yang Maha Kuasa. Seyogyanya bagi kita untuk selalu menjaga alam dan tidak mengganggunya.
Hal kecil, seperti tidak berbicara kotor, tidak sombong bila sampai ke puncak gunung, dan sikap-sikap lain yang cenderung tidak disukai.CERMIS Ragam kisah nyata berbau mistis di Gunung SemeruSindonews.com - Setiap orang yang mendaki Gunung Semeru pasti menyisakan beragam cerita tentang eksotisnya gunung tertinggi di Jawa ini. Berbagai bukti foto-foto selama perjalanan hingga ke puncak dirasa belum memuaskan pendaki untuk pergi mengunjungi gunung berapi tertinggi ketiga di Indonesia ini. Selain cerita keindahan alam Semeru, beberapa pendaki juga ternyata memiliki pengalaman lain yang tidak semua pendaki mengalaminya. Yakni, pengalaman tentang dunia lain di Semeru. Cerita ini dikisahkan langsung oleh pendaki maupun orang yang menemukan pendaki ketika tersesat. Salah satunya adalah cerita yang dituturkan Bagus Ary, seorang pendaki asal Malang, Jawa Timur. Pendaki yang sudah beberapa kali mendaki Semeru ini mengungkapkan, sekira tahun 2009, dirinya bersama tiga temannya mendaki ke Semeru. Target pertama mereka adalah menginap di Kalimati. Selama perjalanan dari Ranu Pane menuju Kalimati, mereka melewati Oro-oro ombo dan Cemoro Kandang.
Di Cemoro Kandang, medan di wilayah itu memang terus menanjak hingga Jambangan. Mungkin untuk menghilangkan lelah ke empat pendaki ini mengeluarkan kata-kata kotor khas Jawa Timur-an, atau misuh-misuh meski dengan nada gurau sebagai bahan candaan mereka. Tak terasa perjalanan mereka akhirnya sampai di Kalimati yang berada di ketinggian 2.700 mdpl. Kawasan berupa padang savana yang berada di tepi hutan pinus dengan latar puncak Mahameru membuat para pendaki betah mendirikan tenda di situ. Keempat pendaki ini berencana naik ke puncak pada malam hari sekira pukul 00.00 WIB. Mereka kemudian bergegas mendirikan tenda, sebagian lagi mengeluarkan bekal untuk masak menu sore dan logistik untuk dibawa dalam perjalanan menuju puncak. Menjelang sore, mereka kemudian memilih istirahat lebih awal untuk menyimpan energi menuju puncak pada tengah malam nanti. Tanpa dikomando, keempatnya kemudian terlelap dalam tidur. Saat itulah peristiwa aneh itu terjadi. Bagus, bercerita jika tidurnya tidak bisa tenang. Hal itu juga dialami teman-temannya. Ia bersama tiga temannya mengaku ditarik oleh seseorang sampai terbangun. Awalnya, mereka mengira itu perbuatan temannya sendiri, tapi setelah masing-masing merasakan hal yang sama dan mengaku tidak melakukanya, akhirnya mereka sadar ada makhluk lain yang menariknya ketika tidur. Pengalaman Bagus Ary dan teman-temannya tidak berhenti di sini saja, Bagus Ary juga di mengaku dipukul dan melihat sebuah bangunan mirip pemandian putri di kawasan bawah Arcpadha. Tepatnya, berada di jurang sebelah kiri.
Mereka masih bersyukur tidak terjadi peristiwa yang lebih menyeramkan atau membuat mereka tersesat. Pada pendakian selanjutnya, Bagus Ary selalu mengingatkan kepada rekan lain yang belum pernah agar selalu menjaga perkataan dan perilaku selama pendakian. Bagus juga mengingatkan untuk berbicara yang sopan, tidak pongah, serta tidak merusak tempat-tempat atau menebang pohon sembarangan. Sebab, siapa tahu di tempat-tempat itu dihuni makhluk lain dan mengganggu keberadaan mereka. Cerita lain yang juga dialami rata-rata pendaki yang tersesat dan ditemukan selamat adalah mereka selalu sendirian atau tertinggal dari rombongan atau berada paling depan meninggalkan rombongan. Hal itu diceritakan Sugiyono, salah satu tim Search and Rescue (SAR) Lumajang yang sering melakukan operasi pencarian ketika ada informasi pendaki yang tersesat atau hilang. Sugiyono bercerita, dari beberapa pendaki yang hilang dan ditemukan dalam kondisi selamat, para pendak itu selalu bilang sedang sendirian ketika turun. Selain itu, orang yang biasa meremehkan trek biasanya sering salah jalur. Selain itu, Sugiyono juga mewanti-wanti agar tidak meninggalkan anggota kelompok sendirian di lereng Semeru, di jalur berpasir yang menanjak. "Kalau salah satu tidak kuat sebaiknya ditunggui atau kembali semuanya. Sebab, biasanya mereka yang sendirian di lereng Semeru, ketika ada kabut datang, bisa hilang orang itu. Seperti ada yang membawa lari,” katanya. Ia juga bercerita pengalamannya sendiri ketika turun dari puncak bersama rombongannya. Sugiyono berada di belakang.
Sementara beberapa temannya berada agak di depan. Saat perjalanan menuruni medan berpasir lereng Semeru, tiba-tiba dia melihat temannya lari kencang ke bawah. Ia kemudian meneriakinya sambil mengejar. Beruntung, temannya tersebut berhenti dan kaget ketika melihat Sugiyono di belakang. Sebab, kata Sugiyono, temannya itu melihat jika ada orang yang membawa lari Sugiyono sehingga dia mengejarnya. Karena itu, Sugiyono mewanti-wanti kepada semua pendaki agar lebih berhati-hati dan menjaga sikap selama mendaki Gunung Semeru. Jangan sampai meninggalkan teman sendirian, hindari berbicara kotor, buang air sembarangan, serta merusak lingkungan. Tetap rendah hati dan jangan sombong berada di alam. Cerita yang bisa menjadi pelajaran lainnya terjadi pada tahun 2011-an. Ketika itu ada rombongan pendaki dari Jawa Barat yang sedang ingin naik ke puncak Mahameru. Mereka sengaja mendirikan tenda di kawasan Arcapadha agar lebih dekat menuju puncak Mahameru. Selama perjalanan ke Arcapadha tidak ada hal-hal yang menonjol. Bahkan sampai tengah malam dan beberapa anggota kelompok menuju puncak, tinggal tiga orang yang berada di tenda. Salah satunya adalah Nita. Ia berada di tenda bersama seniornya.
Hingga dini hari, suasana masih khas hutan pinus di malam hari. Hewan malam juga sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. Sampai sekira pukul 04.00 WIB, sayup-sayup Nita mendengar suara gamelan jawa dari kejauhan atau dari kedalaman jurang blank 75. "Terdengar jauh namun cukup jelas di telinga dengan durasi yang lumayan lama. Saya dan senior Saya memilih diam di dalam tenda sambil menunggu rombongan yang menuju puncak turun," tutur Nita. Peristiwa lain terjadi ketika salah satu rombongan Nita yang turun duluan berteriak ke tenda minta bantuan. Ia minta bantuan karena ada salah satu anggota perempuan yang kesurupan ketika melewati vegetasi terakhir atau daerah Kelik. Di Kelik, memang sering ada kejadian pendaki yang terjatuh, hilang, atau tersesat. Beberapa batu penanda in memoriam terpasang di sana. Setelah sampai di Arcapadha, perempuan asal Kalimantan itu kesurupan dua jin dan mengenalkan dirinya dengan dua nama, laki-laki dan perempuan. “Satu mengaku bernama Pratiwi, satunya lagi lupa tapi selalu mau dipanggil Ganteng,” kata Nita. Seramnya, dua makhluk yang masuk ke dalam perempuan asal Kalimantan ini meminta raganya untuk ikut bersamanya. Mereka memberikan pilihan, perempuan itu atau Nita yang ikut. Nita mengaku langsung merinding. Akhirnya mereka memilih mem-packing barang dan memilih secepatnya untuk turun menuju Kalimati. Sepanjang perjalanan dia masih kerasukan. Sampai di Kalimati, baru kembali sadar karena kelelahan. Perjalanan kemudian dilanjutkan ke Ranu Kumbolo.
Di tengah-tengah perjalanan perempuan tadi kesurupan lagi dan lari kencang serta meloncati pohon besar yang tumbang. Pendaratan dilakukan dengan dua kaki dan dua tangannya seperti kijang. Ia kemudian terkejar oleh rombongan lainnya. Mereka lalu mempercepat perjalanan ke Ranu Kumbolo. Di Ranu Kumbolo, mereka memutuskan untuk bermalam lagi. Meski kelihatan sadar namun kondisi perempuan tadi seperti masih dirasuki. Semua teman-temannya saat itu merasakan hawa panas. Bahkan saat foto-foto di pagi harinya juga tatapan matanya tidak seperti biasanya. Perjalanan dilanjutkan ke Ranu Pane. Tapi di tengah jalan, tepatnya setelah pos 1, perempuan itu kembali lepas dan berlari kencang seperti Kijang, melompati pohon besar yang melintang di tengah jalan. Anggota rombongan laki-laki mengejar semampunya karena khawatir hilang. Beruntung dia akhirnya bisa terkejar dan berhasil dipegang erat teman-temannya. Menurut Nita, temannya tersebut masih kerasukan meski sudah di dalam kereta api menuju Jawa Barat, bahkan ia akhirnya diantar teman sesama daerahnya untuk pulang ke Kalimantan dan disembuhkan di tanah kelahirannya. Nita juga menceritakan jika saat temannya kesurupan di sekitar kawasan Kelik, dirinya berpapasan dengan pendaki lain yang mengurungkan niatnya mendaki ke puncak. Sebab, pendaki itu bilang jika ada yang mengancam kalau dirinya naik akan tewas di atas dengan tertimpa batu besar yang menggelinding dari atas. Ia memutuskan untuk kembali turun bersama rombongan Nita dan membatalkan ke puncak. “Memang benar ada batu besar yang menggelinding dari atas,” ujar Nita. Dari cerita teman-temannya, kemungkinan temannya yang kesurupan itu mempunyai pegangan dan ingin dimiliki penghuni hutan Semeru. "Ada juga yang bilang temannya itu sering bengong, dan juga karena faktor haid," jelasnya. Meski begitu, semua gunung mempunyai misteri sendiri-sendiri. Hendaknya kita mendaki dengan sopan dan tidak mengganggu apapun yang ada di setiap gunung yang didaki. Alam, Jin, Manusia, serta semua ekosistem di pegunungan adalah ciptaan Yang Maha Kuasa. Seyogyanya bagi kita untuk selalu menjaga alam dan tidak mengganggunya. Hal kecil, seperti tidak berbicara kotor, tidak sombong bila sampai ke puncak gunung, dan sikap-sikap lain yang cenderung tidak disukai.
Referensi
http://taandika1.blogspot.com/2017/12/legenda-sejarah-gunung-semeru.html
0 Comments
Post a Comment