Sejarah Matematika Babilonia

                           

Matematika Babylonia adalah matematika yang ditemukan di Mesopotamia 2500 tahun SM pada peradaban Babylonia. Matematika Babylonia merujuk pada seluruh matematika yang dikembangkan oleh bangsa Mesopotamia yang sekarang menjadi Irak. Penduduk Babylonia merupakan orang yang pertama kali menulis bilangan dari kiri ke kanan. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya tablet yang ditemukan ditulis dari kiri ke kanan. Sistem matematik Babylonia adalah seksagesimal atau bilangan berbasis 60. Angka 60 memiliki banyak pembagi yaitu 2, 3, 4, 5, 6, 10, 12, 15, 20, dan 30, yang membuat perhitungan jadi lebih mudah.


1. Munculnya Matematika Babilonia


2500 tahun SM 'Fara periode' merupakan periode pada saat peradaban Sumeria yang digunakan oleh penduduk babylonia untuk menulis fonetis. 2340 tahun SM ‘Dinasti Akkadia’ menulis matematika dalam bahasa Akkadia dan mengembangkan sistem bilangan secara lebih lanjut. Selain itu, bangsa ini adalah penemu sempoa. 2100 tahun SM 'Ur III' merupakan pembentukan kembali Ur, kota Sumeria kuno, sebagai modal yang sekarang populasinya dicampur dengan Akkadians serta titik tinggi birokrasinya di bawah Raja Sulgi. 1800 tahun SM 'Old Babel' atau OB merupakan supremasi kota utara Babel bawah (Akkadia) dan memiliki teks-teks matematika yang paling canggih.


2. Peninggalan Matematika Babilonia


A. Bidang Geometri

Geometri digunakan oleh bangsa Babylonia sejak tahun 2000 sampai 1600 SM. Mereka menghitung keliling suatu lingkaran dengan menggunakan tiga kali diameternya, luas lingkaran digunakan seperduabelas dari kuadrat kelilingnya dengan =3,14. Volume silinder tegak dihitung dengan perkalian luas alas dengan tinggi.

B. Bidang Aljabar

Sekitar 2000 tahun SM perkembangan aljabar tidak hanya mampu menyelesaikan persamaan kuadrat, tetapi juga membahas tentang penyelesaian persamaan pangkat tiga dan empat. Hal ini terlihat adanya peninggalan berupa tablet yang isinya berupa tablet kuadrat dan pangkat tiga bilangan 1 s/d 30 dan kombinasi n3 dan n2.


Baca Juga Si Sexy Dinar Candy


C. Bilangan Seksagesimal (basis-60)

Matematika Babylonia ditulis menggunakan sistem bilangan seksagesimal (basis-60) karena keunggulanya pada bidang astronomi. Sistem perhitungan berbasis 60 masih ada sampai sekarang, yakni dengan diturunkannya penggunaan bilangan 60 detik untuk satu menit dan 60 menit untuk satu jam. Kelemahan sistem ini adalah tidak adanya lambang nol. Simbol 1 dan 60 sama, dalam hal ini tanda spasi juga tidak akan mampu membantu menjelaskan apakah lambang tersebut adalah 1 atau 60.

D. Plimpton 322

Sistem ini pertama kali muncul sekitar 3100 tahun SM yang dikenal sebagai sistem angka posisional, dimana nilai digit tertentu tergantung pada angka itu sendiri dan posisinya dalam nomor tersebut. Maksud dari tablet peninggalan bangsa Babylonia yang memuat tabel analis yang dikenal dengan Plimpton 322 adalah sebagai kumpulan dari G.A Plimpton di Universitas Columbia dengan katalog no.322.

3. Perkembangan Matematika di Babilonia Kuno

Babilonia adalah sebuah peradababan kuno yang terletak di kawasan tengah-selatan Mesopotamia. Kawasan Mesopotamia termasuk Sumeria, Akkad, dan Assyria. Kawasan ini sangat penting karena menjadi salah satu dari tempat awal manusia hidup bersama-sama dalam satu peradababan. Penduduk Bablonia, atau yang sering disebut Babilon, memiliki satu bahasa penulisan yang mereka gunakan untuk mempelajari perkara-perkara yang berkaitan dunia di sekeliling mereka. Sejarah mengatakan bahwa orang-orang babilon merupakan orang yang pertama kali menulis dari kiri ke kanan, dan banyak membuat banyak dokumen-dokumen bertulis.

Matematika Babilonia merujuk pada seluruh matematika yang dikembangkan oleh bangsa Mesopotamia (kini Iraq) sejak permulaan Sumeria hingga permulaan peradaban helenistik. Dinamai “Matematika Babilonia” karena peran utama kawasan Babilonia sebagai tempat untuk belajar. Pada zaman peradaban helenistik, Matematika Babilonia berpadu dengan Matematika Yunani dan Mesir untuk membangkitkan Matematika Yunani. Kemudian di bawah Kekhalifahan Islam, Mesopotamia, terkhusus Baghdad, sekali lagi menjadi pusat penting pengkajian Matematika Islam. Bertentangan dengan langkanya sumber pada Matematika Mesir, pengetahuan Matematika Babilonia diturunkan dari lebih daripada 400 lempengan tanah liat yang digali sejak 1850-an. Lempengan ditulis dalam tulisan paku ketika tanah liat masih basah, dan dibakar di dalam tungku atau dijemur di bawah terik matahari.

Beberapa di antaranya adalah karya rumahan. Bukti terdini matematika tertulis adalah karya bangsa Sumeria, yang membangun peradaban kuno di Mesopotamia. Mereka mengembangkan sistem rumit metrologi sejak tahun 3000 SM. Dari kira-kira 2500 SM ke muka, bangsa Sumeria menuliskan tabel perkalian pada lempengan tanah liat dan berurusan dengan latihan-latihan geometri dan soal-soal pembagian. Jejak terdini sistem bilangan Babilonia juga merujuk pada periode ini. Sebagian besar lempengan tanah liat yang sudah diketahui berasal dari tahun 1800 sampai 1600 SM, dan meliputi topik-topik pecahan, aljabar, persamaan kuadrat dan kubik, dan perhitungan bilangan regular, invers perkalian, dan bilangan prima kembar. Lempengan itu juga meliputi tabel perkalian dan metode penyelesaian persamaan linear dan persamaan kuadrat. Lempengan Babilonia 7289 SM memberikan hampiran bagi √2 yang akurat sampai lima tempat desimal.

Matematika Babilonia ditulis menggunakan sistem bilangan seksagesimal (basis-60). Dari sinilah diturunkannya penggunaan bilangan 60 detik untuk semenit, 60 menit untuk satu jam, dan 360 (60 x 6) derajat untuk satu putaran lingkaran, juga penggunaan detik dan menit pada busur lingkaran yang melambangkan pecahan derajat. Juga, tidak seperti orang Mesir, Yunani, dan Romawi, orang Babilonia memiliki sistem nilai-tempat yang sejati, di mana angka-angka yang dituliskan di lajur lebih kiri menyatakan nilai yang lebih besar, seperti di dalam sistem desimal

Para ahli matematika telah mengembangkan langkah langkah algoritma seperti cara mencari akar pangkat dua suatu bilangan. Beberapa operasi dasar matematika seperti penjumlahan, pengurangan dan perkalian tidak berbeda dengan yang telah kita gunakan zaman sekarang. Hanya satu perbedaan yang unik ketika melakukan operasi pembagian. Pembagian dilakukan dengan menggunakan sebuah tabel khusus. Seperti jika ingin membagi 14 dengan 5, maka akan dicari dengan mengalikan angka 14 dengan 2, kemudian ditaruh satu koma di satu angka belakang. 14 x 2 =28 ditaruh koma, 2,8. Tabel tabel pembagian tersebut telah dirancang khusus oleh ahli matematika kala itu. Sementara untuk pembagi dengan jumlah besar maka dilakukan secara berulang.

Bangsa Babilonia juga sudah sangat familiar dengan aturan umum untuk mengukur suatu area. Mereka mengukur keliling lingkaran sebanyak 3 kali diameter dan luasnya sebagai satu per duabelas kuadrat dari lingkaran, dan jika hitungannya benar, maka nilai π akan bernilai 3. Volume silinder diambil sebagai produk dari alas dan tinggi, namun, volume frustum sebuah kerucut atau piramida persegi dihitung dengan tidak benar sebagai produk dari ketinggian dan setengah jumlah dari basis. Juga, ada penemuan terbaru dalam sebuah catatan kuno mencantumkan bahwa nilai π adalah 3 dan .

4. Sistem Bilangan Bangsa Babilonia

Tulisan dan angka bangsa Babilonia sering juga disebut sabagai tulisan paku karena bentuknya seperti paku. Orang Babilonia menulisakan huruf paku menggunakan tongkat yang berbentuk segitiga yang memanjang (prisma segitiga) dengan cara menekannya pada lempeng tanah liat yang masih basah sehingga menghasilkan cekungan segitiga yang meruncing menyerupai gambar paku.

Babilonia menggunakan satu untuk mewakili satu, dua untuk mewakili dua, tiga untuk tiga, dan seterusnya, sampai sembilan. Namun, mereka cenderung untuk mengatur simbol-simbol ke dalam tumpukan rapi. Setelah mereka sampai kesepuluh, ada terlalu banyak simbol, sehingga mereka berpaling untuk membuat simbol yang berbeda. Sebelas itu sepuluh dan satu, dua belas itu sepuluh dan dua, dua puluh itu sepuluh dan sepuluh. Untuk simbol enam puluh tampaknya persis sama dengan yang satu. Enam puluh satu adalah enam puluh dan satu, yang karenanya terlihat seperti satu dan satu, dan seterusnya.

5. Teori Bilangan Pada Suku Babilonia


Matematika Babilonia merujuk pada seluruh matematika yang dikembangkan oleh bangsa Mesopotamia (kini Iraq) sejak permulaan Sumeria hingga permulaan peradaban helenistik. Dinamai "Matematika Babilonia" karena peran utama kawasan Babilonia sebagai tempat untuk belajar. Pada zaman peradaban helenistik, Matematika Babilonia berpadu dengan Matematika Yunani dan Mesir untuk membangkitkan Matematika Yunani. Kemudian di bawah Kekhalifahan Islam, Mesopotamia, terkhusus Baghdad, sekali lagi menjadi pusat penting pengkajian Matematika Islam. Bertentangan dengan langkanya sumber pada Matematika Mesir, pengetahuan Matematika Babilonia diturunkan dari lebih daripada 400 lempengan tanah liat yang digali sejak 1850-an. Lempengan ditulis dalam tulisan paku ketika tanah liat masih basah, dan dibakar di dalam tungku atau dijemur di bawah terik matahari. Beberapa di antaranya adalah karya rumahan. Bukti terdini matematika tertulis adalah karya bangsa Sumeria, yang membangun peradaban kuno di Mesopotamia. Mereka mengembangkan sistem rumit metrologi sejak tahun 3000 SM. Dari kira-kira 2500 SM ke muka, bangsa Sumeria menuliskan tabel perkalian pada lempengan tanah liat dan berurusan dengan latihan-latihan geometri dan soal-soal pembagian.

Jejak terdini sistem bilangan Babilonia juga merujuk pada periode ini. Sebagian besar lempengan tanah liat yang sudah diketahui berasal dari tahun 1800 sampai 1600 SM, dan meliputi topik-topik pecahan, aljabar, persamaan kuadrat dan kubik, dan perhitungan bilangan regular, invers perkalian, dan bilangan prima kembar. Lempengan itu juga meliputi tabel perkalian dan metode penyelesaian persamaan linear dan persamaan kuadrat. Matematika Babilonia ditulis menggunakan sistem bilangan seksagesimal (basis-60). Dari sinilah diturunkannya penggunaan bilangan 60 detik untuk semenit, 60 menit untuk satu jam, dan 360 (60 x 6) derajat untuk satu putaran lingkaran, juga penggunaan detik dan menit pada busur lingkaran yang melambangkan pecahan derajat. Juga, tidak seperti orang Mesir, Yunani, dan Romawi, orang Babilonia memiliki sistem nilai-tempat yang sejati, di mana angka-angka yang dituliskan di lajur lebih kiri menyatakan nilai yang lebih besar, seperti di dalam sistem desimal. Sistem Numerasi Babylonia (±2000 SM), pertama kali orang yang mengenal bilangan 0 (nol) adalah Babylonian.

Referensi


http://matheduc2398.blogspot.com/2018/01/sejarah-matematika-di-babilonia-dan.html


0 Comments

Post a Comment