Sejarah Pegunungan Latimojong

                            


Gunung Latimojong adalah salah satu gunung unik di Sulawesi dengan tujuh puncaknya yang eksotis. Membentang dari utara ke selatan di tengah-tengah pulau tersebut, Gunung Latimojong tercatat berada di wilayah administratif Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Gunung Latimojong berpuncak tujuh, lebih tepat disebut pegunungan dengan badan-badan gunung yang saling berimpit dan membentuk formasi unik. Puncak tertingginya berjaya dengan ketinggian 3.478 mdpl. Tidak berlebihan kiranya jika Gunung Latimojong ini disebut “Big Mountain.”

Tujuh puncak itu membujur teratur, adalah;

1. Buntu Sinaji (2.430 mdpl)

2. Buntu Sikolong (2.754 mdpl)

3. Buntu Rante Kambola (3.083 mdpl )

4. Buntu Rante Mario (3.430 mdpl )

5. Buntu Nenemori (3.097 mdpl )

6. Buntu Bajaja (2.700 mdpl )

7. Buntu Latimojong (2.800 mdpl )

Boleh dibilang, angka tujuh adalah angka eksotis dan mistis, maka demikian juga dengan Gunung Latimojong yang mistis dan eksotis. Keindahannya terbentang sepanjang pendakian, dan warna mistis begitu kuat di dalamnya. Aroma Mistis Gunung Latimojong Menurut kepercayaan setempat, pegunungan ini konon merupakan asal-usul nenek moyang orang Enrekang, Toraja, Luwu, dan Bone.

Kepercayaan ini dibarengi dengan kepercayaan mistis yang bersumber dari legenda-legenda setempat yang didominasi oleh suku Duri, yang berkomunikasi menggunakan bahasa Duri. Mereka mendiami daerah Baraka hingga Karangan pada jalur pendakian Gunung Latimojong, dan mayoritas petani kopi. Suku Duri meyakini bahwa arwah nenek moyang mereka bersemayang di tempat-tempat tertentu di Gunung Latimojong. Begitu pula dengan berbagai tempat dianggap memiliki penunggu. “Gunakan gelang rotan,” demikian biasa dikatakan para pemandu. Mengenakan gelang rotan diyakini mampu melindungi para pendaki dari gangguan penunggu Gunung Latimojong atau makhluk halus.

Sesuai kepercayaan adat setempat, gelang rotan adalah symbol bahwa mereka bertamu baik-baik. Sebab, gelang rotan adalah symbol leluhur mereka yang konon bernama Janggok Riri dan Nenek Menga. Aroma mistis juga tampak pada kepercayaan setempat yang mengharuskan memperhatikan tanda-tanda alam. Misalnya, kepercayaan bahwa apabila kita mendengar suara burung maka itu pertanda baik dan pendakian bisa dilanjutkan. Namun, jika bukan suara burung melainkan dengungan lebah, hendaknya pendaki kembali turun sebab itu merupakan pertanda buruk.


Rute Pendakian Gunung Latimojong


Umumnya, akses pendakian Gunung Latimojong dimulai dari Kecamatan Baraka. Wilayah ini bisa dicapai dari arah Makassar dengan angkutan umum, dan turun di Cakke. Dari Cakke, tersedia angkutan lokal menuju Baraka. Dari Baraka, dilanjutkan dengan perjalanan menuju Buntu Dea. Angkutan yang tersedia biasanya mikrolet atau ojek. Dari Buntu Dea kemudian menuju Dusun Latimojong dengan jalan kaki. Perjalanan serupa dilanjutkan menuju Dusun Karuaja yang terletak persis di lembah. Dari desa ini, menuju desa terakhir di kaki Gunung Latimojong, yakni Desa Karangan. Para pendaki biasanya menginap di rumah penduduk di Desa Karangan untuk menunggu waktu yang tepat memulai pendakian. Di samping itu, di desa ini mereka bisa menyiapkan fisik dan perbekalan untuk mendaki Gunung Latimojong yang eksotis tersebut.


Pendakian Gunung Latimojong memiliki tujuh pos, yaitu:


Pos 1 - Buntu Kaciling


Buntu Kaciling merupakan pos pertama yang akan Anda lalui jika sedang melakukan pendakian di Gunung Latimojong. Dari Desa Karangan menuju Pos 1 ditempuh dengan berjalan kaki menyusuri sungai Salu Karangan. Jalanan mulai menanjak dengan kemiringan 50-70 derajat. Di jalur ini banyak sekali terdapat percabangan. Buntu Kaciling terletak pada ketinggian 1.800 mdpl, merupakan area datar terbuka seukuran 4 meter persegi.


Pos 2 - Gua Sarung Pakpak

Gua Sarung Pakpak adalah pos kedua yang akan dilalui selama pendakian Gunung Latimojong. Jalur ini merupakan medan berkontur naik-turun di sisi lembah dengan sungai yang mengalir deras. Di areal pos berukuran 4 meter persegi dengan lokasi unik di bawah tebing ini, para pendaki biasanya mendirikan tenda dan bermalam.


Pos 3 - Lantang Nase

Medan ekstrem mendominasi jalur ini dengan tanjakan terjal kemiringan 80 derajat. Jika lengah sedikit, bisa menjadi jebakan maut di mana pendaki terjungkal ke belakang. Lantang Nase berada pada ketinggian 1.940 mdpl. tempat ini sekaligus menjadi pos ketiga yang dilalui saat melakukan pendakian Gunung Latimojong.


Pos 4 - Buntu Lebu


Jalur ini tidak seekstrem sebelumnya. Kemiringannya menurun menjadi kisaran 60-70 derajat. Namun, tetap dibutuhkan kewaspadaan tinggi agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Pos Buntu Lebu berada pada ketinggian 2.140 mdpl, merupakan areal datar seluas 6 meter persegi yang tertutup rerimbunan pohon.


Pos 5 - Soloh Tama


Berada pada ketinggian 2.480 mdpl, areal ini berkapasitas sepuluh tenda. Merupakan areal datar yang terletak di punggung gunung dengan panorama menawan. Soloh Tama juga biasa dijadikan tempat bermalam oleh pendaki Gunung Latimojong..


Pos 6 - Mengintip Tujuh Puncak Latimojong


Berada di ketinggian 2.690 mdpl. Dari pos ini, sudah mulai terlihat jajaran tujuh puncak Latimojong. Di pos ini, para pendaki bisa mulai mengintip keindahan tujuh puncak Gunung Latimojong yang eksotis itu.


Pos 7 - Kolong Buntu

Kolong Buntu terletak pada ketinggian 3.100 mdpl. Jalur jalan setapaknya sudah diperbaiki. Dan dari sini, sudah terlihat jelas tujuh puncak Gunung Latimojong yang berbaris rapi menyambut pendaki. Dari pos terakhir ini, pendakian Gunung Latimojong yang sebenarnya dimulai. Diawali dengan persimpangan jalan di areal terbuka, jalur ke kiri menuju puncak Rante Mario, jalur ke kanan ujung 30° menuju puncak Nenemori, sedangkan jalur ke kanan 90° merupakan jalan menurun menuju Palopo. Puncak-puncak Gunung Latimojong yang Eksotis Puncak Rante Mario adalah puncak tertinggi Gunung Latimojong. Puncak yang indah ini masih ditumbuhi hutan vegetasi alam. Dari puncak yang dingin dan berkabut, mata bebas memandang alam. Enrekang berada di keremangan yang mistis dan sakral. Puncak Nenemori tak kalah membius dibanding Rante Mario. Jalur menuju Nenemori didominasi hutan berpohon tinggi besar dengan selimut lumut licin tebal. Jika beruntung, pendaki bisa bertemu anoa, fauna khas Sulawesi yang semakin sedikit populasinya dan masuk dalam kelompok satwa dilindungi.

Itulah Gunung Latimojong. Kini, Gunung dengan tujuh puncaknya yang eksotis, menunggu kunjungan Anda.

Hanya saja Bukit Seks ini yang senantiasa mendapat perhatian lantaran dapat dipandang lansung dari tepian jalan poros Enrekang – Toraja. Tepatnya, berada di barisan bukit yang menjadi bagian dari Kawasan Timur Enrekang (KTE). Barisan perbukitan yang merupakan bagian dari kaki Gunung Latimojong (kl. 3.478 dpl) yang berada di Karangan, Desa Latimojong Kecamatan Baraka Kabupaten Enrekang.

Dalam catatan lama budayawan Enrekang, Bompeng Rilangi, bukit ini awalnya disebut Buttu Polloq Pejjog (Bhs. Enrekang), berarti Gunung Pantat Kerempeng. Namun kemudian, karena bentuknya yang menyerupai V, orang-orang mengganti namanya dengan sebutan Buttu Kabobong (Bhs. Enrekang) berarti Bukit V, yang populer sampai sekarang. Menariknya, belukar alam yang tumbuh bagai melukis kelengkapan belahan gunung menyerupai bentuk V tersebut, tidak pernah berubah dari masa ke masa.

‘’Sekalipun rumput-rumput yang tumbuh di sekitar Buttu Kabobong itu terbakar, dalam beberapa waktu kemudian akan tumbuh kembali seperti biasa,’’ jelas Ancong, warga Mandatte, sekitar bukit tersebut.

Dahulu, menurut catatan Bombeng Rilangi, Buttu Kabobong sering dijadikan sebagai tempat musyawarah masyarakat yang berdiam di gunung-gunung sekitarnya. Sekitar bukit di ketinggian sekitar kl.700 m dpl tersebut, sampai sekarang masih terdapat perkampungan penduduk yang merupakan wilayah pemu****n yang sudah ada sejak masa purba.

Seorang pelancong, Prof. Reflexiologi dari China, George Is kepada independen.co menyatakan kagum dengan panorama alam pegunungan Buttu Kabobong dan sekitarnya. ‘’Saya sudah berkeliling menikmati berbagai obyek wisata alam pegunungan terkenal di berbagai belahan dunia, tapi alamnya tidak seindah dan sesejuk di sekitar Buttu Kabobong,’’ katanya.

Buttu Kabobong, memang, merupakan salah satu dari beratus bentuk unik bukit yang terdapat di kaki Gunung Latimojong (lebih 3.000 dpl), merupakan salah satu gunung tertinggi di wilayah Provinsi Sulawesi Selatan.

Hanya saja kawasan panorama alam pengungan yang menawan sekitar Buttu Kabobong yang juga sering disebut-sebut sebagai Erotic Mountain tersebut dari sejak dahulu tak mengalami banyak perkembangan sebagai suatu obyek wisata.

Dalam cerita rakyat di Desa Bambapuang Kecamatan Anggeraja, disebut-sebut pada masa purba Gunung Bambapuang yang terletak sekitar 2 km dari Buttu Kabobong dahulu puncaknya menohok ke langit. Tapi kemudian gunung itu patah dan menimbulkan bencana, setelah terjadicinta incest atau hubungan sedarah kakak-adik di kaki bukit tersebut.

Berahdapan dengan Buttu Kabobong terdapat juga sebuah bukit yang membentang dengan bentuk menyerupai bentuk P (kelamin lelaki) dalam ukuran yang cukup besar. Itulah sebabnya, kawasan sekitar Buttu Kabobong ada yang mengistilahkan sebagai kawasan ‘Bukit Seks’ (sex mountain).

Kawasan wisata Buttu Kabobong dan sekitarnya hingga kini masih tetap menjadi jalur lintas yang hanya dilewati wisatawan yang pergi pulang ke obyek wisata Tana Toraja.

Di tempat sekitar lokasi bukit tersebut sampai sekarang hanya ada sebuah tempat penginapan yaitu Villa Bambapuang. Lokasi di sekitar bukit unik tersebut masih lebih banyak dikembangkan seadanya oleh warga sekitar dengan membuat lapak-lapak persinggahan, sekaligus membuka warung makan-minum serta penjualan kuliner.

Referensi

https://survival491m.blogspot.com/2011/08/pegunungan-latimojong.html

https://berbagitrip.blogspot.com/2015/12/misteri-bukit-seks-dan-keindahan.html

0 Comments

Post a Comment