Sejarah Hari Pahlawan



Sejak memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, kehidupan bangsa Indonesia masih terombang-ambing dan tidak stabil. Banyak peristiwa-peristiwa yang terjadi pascakemerdekaan. Pada 1 September 1945 pemerintah mengeluarkan maklumat untuk mengibarkan bendera kebangsaan yaitu Sang Saka Merah Putih ke seluruh wilayan tanah air. Gerakan pengibaran bendera tersebut pun langsung meluas ke berbagai tempat dan disambut antusias oleh rakyat Indonesia. Namun, pada pertengahan September tentara Inggris mendarat di Jakarta dan tiba di Surabaya pada tanggal 25 September 1945. Tentara Inggris AFNEI datang bersama NICA dengan tujuan melucuti tentara Jepang, membebaskan tawanan, dan mengembalikan Indonesia ke tangan Belanda. Hal tersebut memicu kemarahan rakyat Indonesia karena dianggap Belanda menghina kemerdekaan Indonesia dan melecehkan bendera Indonesia sehingga rakyat protes di depan Hotel Yamato. Aksi protes itu semakin memanas tatkala rakyat meminta bendera Belanda diturukan dan sebagai gantinya bendera Merah Putih dikibarkan. Puncaknya, pada perundingan Indonesia Belanda yang kian meruncing terjadilah perkelahian dalam perundingan tersebut hingga Ploegman mengeluarkan pistol. Ploegman akhirnya tewas dicekik oleh Sidik dan pada akhirnya perundingan di Hotel Yamato menjadi kian ricuh. Hariyono dan Koesno Wibowo berhasil merobek bagian biru bendera Belanda sehingga menyisakan warna Merah Putih seoerti bendera Indonesia. Kemudian pada tanggal 29 Oktober 1945 Inggris dan Indonesia sepakat untuk melakukan gencatan senjata. Keesokan harinya, keadaan masih ricuh bahkan menyebabkan Brigadir Jenderal Mallaby, seorang tentara Inggris tewas tertembak bahkan mobil yang ditumpanginya meledak. Melalui Mayor Jenderal Robert Manserg yang menggantikan Mallaby, ia memberikan ultimatum bahwa semua pimpinan maupun rakyat Indonesia yang bersenjata harus melapor serta meletakkannya di tempat yang ditentukan. Tidak hanya itu, rakyat Indonesia juga diminta untuk menyerahkan diri dengan mengangkat tangan di atas dengan batas ultimatum pada pukul 06.00 tanggal 10 November 1945. Rakyat Indonesia yang tidak terima pun akhirnya marah dan membuat keadaan semakin ricuh sehingga terjadilah pertempuran 10 November di Surabaya.

Ya, tak lama setelah Jepang menyerah tanpa syarat pada sekutu, Allied Forces Netherlands East Indies (AFNEI) dan Netherlands Indies Civil Administration (NICA) datang ke Surabaya dengan dalih melucuti senjata dan memulangkan tentara Jepang dari Indonesia paska menyerah tanpa syarat kepada sekutu. Namun siapa sangka, dibalik itu semua kedua pasukan ini malah memiliki niat untuk menjadikan kembali Indonesia sebagai Negara jajahan Hindia Belanda.

Hal ini sontak saja memicu kemarahan Rakyat Indonesia di Surabaya. Terlebih AFNEI dan NICA dengan berani mengibarkan kembali bendera Belanda di menara Hotel Yamato, yang secara tidak langsung tidak mengakui Kemerdekaan Indonesia paska Proklamasi yang sudah digaungkan pada 17 Agustus 1945 atau satu bulan sebelum pecahnya pertempuran sengit di Surabaya.

Agresi kedua tentara AFNEI dan NICA di Surabaya dengan membawa perbekalan persenjataan berat dan pesawat, rupanya dimaksudkan untuk memukul mundur pasukan Indonesia. Bukannya gentar, Sutomo atau yang lebih dikenal dengan Bung Tomo dalam orasi heroiknya berhasil menumbuhkan semangat Tentara Indonesia dan rakyat Surabaya untuk melakukan perlawanan sengit yang dimulai sejak 10 November 1945. Dalam peperangan tersebut, Surabaya dihujani serangan membabi buta dari berbagai penjurum mulai dari darat, laut dan udara dan menimbulkan korban yang sangat besar. Namun demikian, pertempuran sengit Tentara Indonesia dan rakyat di Surabaya mampu dimenangkan paska terbunuhnya pimpinan tertinggi AFNEI, Jenderal Mallaby dalam peperangan tersebut pada 18 November 1945. Ini pada akhirnya memaksa AFNEI dan NICA mengakui kekalahannya. Kekalahan AFNEI dan NICA ditandai dengan dirobeknya warna biru pada bendera Belanda yang dikibarkan pada menara Hotel Yamato sehingga menjadi warna Merah Putih.

Atas hal inilah, 10 November ditetapkan sebagai Hari Pahlawan Nasional dan diperingati setiap tahun untuk mengenang pertempuran 10 November 1945 antara arek-arek Surabaya dengan tentara Belanda saat melawan pasukan NICA dan AFNEI sekutu.

Hari Pahlawan Nasional yang diperingati setiap 10 November sendiri penetapannya didasarkan pada Keputusan Presiden No. 316 Tahun 1959 tentang Hari-hari Nasional. Keppres tersebut ditandatangani oleh Presiden RI pertama Soekarno.

Nama Bung Tomo tak dimungkiri begitu legendaris dalam peristiwa 10 November 1945. Hal ini bukan saja dikarenakan dia telah menjadi pengobar semangat bagi rakyar Indonesia kala itu, dia juga menjadi salah satu pemimpin laskar yang kemudian ditarik ke Kementerian Pertahanan. Selain bung Tomo, tokoh-tokoh lainnya yang juga tak kalah berperan dalam pertempuran di Surabaya adalah Jenderal Mayor R Mohammad Mangunprodjo, Kolonel Sungkono, Kolonel Djonosewojo hingga Kolonel Moestopo.

Referensi

https://panara.id/blog/sejarah-hari-pahlawan/

0 Comments

Post a Comment