Sejarah Berdirinya Negara Venezuela

 


Cristopher Columbus menemukan Venezuela pada saat pelayarannya yang

ketiga menuju dunia baru. Pada tanggal 1 Agustus 1498 Columbus tercatat

sebagai orang Eropa pertama yang menginjakkan kakinya didaratan utama

Amerika Selatan. Kemudian Ia menghabiskan waktu dua minggu untuk meneliti

daerah delta Rio Orinoco. Colombus mempercayai bahwa yang ditemukannya

adalah “Taman Eden” (Garden of Eden) setelah dia kagum terhadap sumbersumber

alam yang membentang, air yang segar dan bersih, serta perhiasanperhiasan

mutiara yang dipakai penduduk setempat.13

Ekspedisi Spanyol yang kedua, selang satu tahun kemudian, dipimpin oleh

Alfonso de Ojeda dan Amerigo Vespuci. Mereka berlayar kearah barat menyusuri

pantai Tierra Firme (Sebagaimana kemudian dikenal sebagai Amerika Selatan)

sejauh Lago de Maracaibo. Disana, gubuk-gubuk orang pribumi dibangun diatas

gundukan batu diatas danau yang kemudian dikenang sebagai Vespucci of Venice,

itulah yang menyebabkan ia memberikan nama daerah penemuannya sebagai

Venezuela atau Little Venice.14 Dengan cepat berita ini menyebar ke seluruh

dataran Spanyol dan ekspedisi-ekspedisi selanjutnya dilakukan secara rutin,

dikendalikan oleh nafsu untuk menguasai, mencari kekuasaan dan kekayaan.

Penyebabnya tak lain adalah mutiara-mutiara indah serta hasil pertambangan

lainnya, dan dimulailah penjajahan di benua tersebut.


Konon, perampasan Venezuela oleh bangsa Spanyol berjalan lambat dan

sulit, tetapi berangsur-angsur mereka berhasil merebut kawasan itu dan

membangun jaringan kota. Pada tahun 1528, Charles V Raja Spanyol dan Kaisar

Romawi Suci, melimpahkan hak menempati dan mengembangkan Venezuela

kepada Perusahaan Bank Welser Jerman. Administrasi Welser melakukan banyak

hal, tetapi tindakan itu menimbulkan permusuhan rakyat sehingga pada tahun

1556 Raja Spanyol membatalkan konsesi Welser. Pengendalian Venezuela

kembali ketangan Spanyol, yang kemudian mengambilalih tugas mengkolonisasi

Venezuela. Caracas dibangun pada tahun 1567 dan menjadi ibukota pada tahun

1577.

Selama masa penjajahan, Venezuela diperintah oleh perwakilan kerajaan

Spanyol. Para birokrat kerajaan memegang pucuk pemerintahan, sedangkan para

pastur Spanyol memegang jabatan gereja tertinggi. Golongan Criollos, kulit putih

kelahiran Amerika, memiliki lahannya dan mengendalikan politik dan agama,

tetapi hanya pada tingkat lokal.

Golongan Mestizo ditempatkan pada posisi yang lebih rendah oleh

golongan minoritas kulit putih. Suku Indian yang hidup di pedalaman benar-benar

terpisah dari kehidupan sosial dan budaya Eropa, sedangkan golongan Negro

dipekerjakan sebagai budak di perkebunan pantai Karibia. Karena rasa tidak puas,

baik dari golongan Kreol yang paling kaya maupun yang amat miskin, terjadilah

gerakan untuk kemerdekaan. Keinginan untuk memerintah sendiri bertambah kuat

setelah revolusi di Amerika Serikat pada tahun 1776 dan di Perancis pada tahun

1789 berhasil. Masa akhir penjajahan akhirnya tiba setelah pada bulan April 1810,

dengan jatuhnya Spanyol ke tangan Napoleon Bonaparte. Kreol Venezuela

menyingkirkan gubernur Spanyol di Caracas dari jabatannya dan membentuk

dewan mengambil alih pemerintahan. Kemerdekaan Venezuela diproklamirkan pada tanggal 5 Juli 1811 dengan negara yang berbentuk suatu konfederasi. Pernyataan itu meledakkan suatu perang dasawarsa antara patriot Kreol melawan kerajaan yang berakhir dengan

kemenangan yang menentukan bagi patriot di pertempuran Carabobo pada tanggal

24 Juni 1821. Akhirnya Venezuela melepaskan rantai kolonialisme yang

mengikatnya atas Spanyol.

Dua tokoh perlawanan Venezuela adalah putera Caracas, Simon Bolivar

(negarawan prajurit besar Amerika Selatan) dan Fransisco de Miranda (nenek

moyang gerakan kemerdekaan). Simon Bolivar adalah pembebas bukan hanya

bagi negerinya sendiri, tetapi juga bagi Kolumbia, Ekuador, Peru, dan Bolivia.

Dari Republic Venezuela, Granada Baru, Ekuador, dan yang sekarang menjadi

Republik Panama, ia menempa republic KolumbiaRaya. namun impiannya

tentang gabungan yang kuat negara-negara ini tidak terwujud. Berbagai negara itu

tidak saling sependapat dan pada tahun 1830 Venezuela menarik diri dan tegak

berdiri sendiri sebagai sebuah republik yang merdeka.

Ia adalah presiden pertama Bolivia ketika negara tersebut merdeka dari

penjajahan Spanyol pada tahun 1824. Ia menikah dengan Maria Teresa Rodriguez

del Toro y Alaysa. Bolivar meninggal karena penyakit demam (fever). Simon

Bolivar juga dikenal sebagai George Washingtonnya Amerika Latin. Di Spanyol

dia dikenal sebagai “ El Libertrador’. Ia dilahirkan di Caracas yang sekarang

menjadi Ibukota Venezuela. Tokoh inilah yang mengilhami gerakan revolusioner

dibawah Hugo Chavez dalam menjalankan gerakan dan pemerintahannya.

Dari tahun 1830 hingga akhir abad 19, republik Venezuela mengalami

krisis besar yang berturut-turut. Negara itu hanya mempunyai sedikit pengalaman

tentang pemerintahan sendiri, maka tahun-tahun kemerdekaannya dikacaukan

oleh berbagai perang saudara berdarah, diktator kejam, pameran kekuasaan

golongan, dan ketidakacuhan terhadap azas politik serta partai politik. Namun,

kendati terjadi berbagai keributan, Venezuela selamat dan berhasil menegakkan

dasar organisasi politiknya, untuk menciptakan sebuah pola bagi struktur

sosialnya, dan untuk meningkatkan ekonominya.

Abad ke-20 ditandai oleh masa panjang kekusasaan tunggal yang kejam

dan korup, seperti dicerminkan oleh Kediktatoran Capriano Castro (1899-1908)

dan Juan Vicente Gomez (1908-1935). Pemerintahan Gomez dilukiskan sebagai

bentuk kediktatoran yang paling kasar. Ia meninggal pada tahun 1935, setelah 27

tahun dengan kekuasaan mutlak. Ia membiarkan negeri tanpa politik, lembaga

perwakilan atau kebebasan masyarakat. Berbagai upaya untuk mendirikan

pemerintahan demokratis memperoleh hasil cukup baik ketika Romulo Gallegos

terpilih menjadi presiden pada tahun 1948.

Sayang, 10 bulan kemudian ia didesak pergi oleh dewan militer. Maka

militerpun memegang kembali pemerintahan hingga tahun 1952. Kolonel Marcos

Perez Jimenez mulai memerintah pada akhir tahun 1952 dan mengepalai suatu

pemerintahan yang juga amat korup. Ia digulingkan pada tahun 1958 dan

terpilihnya bekas presiden Romulos Betancourt pada tahun itu mengantarkan

Venezuela ke jaman baru pemerintahan demokrasi yang jujur. Ia merupakan

presiden pilihan rakyat pertama yang menyelesaikan masa jabatannya.

Penggantinya, Raul Leoni, yang dipilih pada tahun 1963 waktu itu adalah orang

Universitas Sumatera Utara

pertama yanmg mengambil alih kepresidenan secara damai. Sejak saat itu

Venezuela mempunyai pergantian pemeintahan secara teratur dan demokratis

sampai paling akhir pada tahun 1984 ketika Jaime Lusinchu dilantik sebagai

sebagai presiden.

B. Revolusi Bolivarian

Revolusi adalah sebuah bentuk klimaks dari proses evolusi serangkaian

peristiwa pergolakan yang terjadi. Proses panjang revolusi melalui tahapantahapan

yang didalamnya terdapat keberanian, sikap tegas dan tindakan strategis

dan taktis dalam menghancurkan tembok tirani kekuasaan yang kokoh. Melawan

arogansi dan represifitas penguasa yang mengakibatkan banyaknya timbul korban

jiwa dan harta demi sebuah perubahan. Dan sejarah adalah akumulasi dari

kejadian-kejadian yang dibuat oleh manusia.

Pola historisitas tersebut juga dialami oleh Venezuela. Setelah mengalami

fase perang saudara yang panjang, proses penggulingan pemerintahan melalui

kudeta-kudeta hingga kepemimpinan yang berkiblat pada Neo-liberalisme.

Menjalankan “resep-resep” busuk Neoliberalisme yang mengakibatkan hancurnya

stabilisasi perekonomian di negara tersebut. Pengeksploitasian dan penghisapan

yang dilakukan oleh Kapitalisme yang dimotori oleh Amerika Serikat yang sangat

berlebihan menyebabkan rakyat semakin tertindas.

Hampir semua negara di belahan bumi selatan Amerika mengalami nasib

serupa, sebagai bagian dari konsekwensi logis penerapan imperialisme yang

dilakukan dengan cara-cara baru, melalui berbagai macam propaganda mengenai

mitos pasar bebas. Setidaknya, ada tiga komponen utama Neoliberalisme.

Pertama, menaikkan peran pasar (melebihi peran pemerintah) dalam pengelolaan

Universitas Sumatera Utara

ekonomi dan mediasi arus barang dan modal (melalui penghapusan bantuan dan

patokan harga, perdagangan bebas, nilai tukar yang ditentukan pasar, dll). Kedua,

meningkatkan peran dan lingkup serta hak milik sektor swasta (melalui

swastanisasi, deregulasi, dll). Ketiga, menggembar-gemborkan ide “kebijakan

ekonomi yang kuat” melalui anggaran berimbang, fleksibilitas pasar tenaga kerja,

inflasi rendah, dll. 15

Dalam ranah politik, Neoliberalisme memiliki mitos akan memajukan

demokrasi, pemerintahan yang baik, kebijakan ekonomi yang kuat di negaranegara

berkembang dengan berbagai cara. Pertama, kebebasan ekonomi yang

berkaitan dengan ekonomi pasar akan meruntuhkan otokrasi dan kleptokrasi.

Kedua, investor internasional umumnya menghindari negara korup atau

pemerintahan otokrasi. Ketiga, Neoliberalisme menggabungkan pemerintah dan

swasta dalam komunitas global, sehingga mendorong penggabungan normanorma

manajemen kebijakan dengan praktik bisnis.16

Ternyata mitos ini juga terbantahkan, bahkan Neoliberalisme meruntuhkan

beberapa aspek penting, seperti akuntabilitas, pluralisme, dan otonomi negara.

Pertama, sistem pasar cocok dengan berbagai macam struktur politik, mulai dari

pemerintahan represif hingga demokratis. Kedua, Neoliberalisme global

mengancam demokrasi dengan menganugrahi para investor dan perusahaan dunia

‘hak veto’ atas pilihan kebijakan domestik yang mereka tentang. Aspek

fundamental pemerintahan demokratis adalah hak berpartisipasi dalam

pengambilan keputusan terhadap mereka yang dipengaruhi oleh kebijakan.

Namun, dibawah payung neoliberal, pemilik faktor produksi berskala

15 Ha-Joon Chang & Ilene Grabel, Membongkar Mitos Neolib : Upaya Merebut Kembali Makna

Pembangunan, Yogyakarta, Insist Press, 2008, Hal 12

16 Opcit, Hal 13

Universitas Sumatera Utara

internasional (khususnya investor besar dan kaum borjuis) memiliki ‘hak veto’

yang kian besar atas wilayah politik dan legislative. Ketiga, Neoliberalisme

memperburuk kesenjangan dalam negeri dan antar bangsa. Neoliberalisme telah

menyebabkan pertumbuhan ekonomi yang tidak merata dan menciptakan

ketidaksetaraan internasional. hal ini disebabkan arus modal swasta cenderung

terkonsentrasi di negara-negara yang telah memiliki siklus pertumbuhan,

investasi, dan produktivitas yang baik, dalam hal ini negara-negara maju.17

Bahkan, pengalaman sejarah membuktikan bahwa “pasar bebas” yang

terbentuk di Amerika Latin secara sangat baik sebagai reaksi terhadap

keberhasilan reformasi sosial dan dibangun diatas landasan intervensi politik

dengan kekerasan.18 Washington bersama-sama dengan militer Amerika Latin

menggulingkan pemerintah-pemerintah yang dipilih secara demokratis, Chile,

Argentina, Brasil dan Uruguay. Diktator-diktator baru yang didukung lembagalembaga

keuangan internasional, kemudian membongkar rintangan-rintangan

sosial dan proteksionis, mendenasionalisasikan sektor-sektor industri dan

perbankan, serta memprivatisasi sektor-sektor publik.19

Upaya penggulingan dan kudeta terhadap pemerintahan demokratis Chavez

juga pernah dilakukan pada bulan April 2002. Militer yang dipimpin oleh

Panglima Angkatan Darat Jenderal Efrain Vasquez dan Kepala Kamar Dagang

Industri Venezuela Pedrio Carmona Estranga menuntut Chavez mundur,

menangkap dan membawanya ke markas Angakatan Darat di Fort Tiuna lalu

dipindahkan ke suatu pulau di lepas pantai Venezuela. Membubarkan parlemen,

17 Opcit, Ha-Joon Chang & Ilene Grabel, Hal 20

18 James Petras & Henry Veltmeyer, Imperialisme Abad 21, Yogyakarta, Kreasi Wacana, 2002,

Hal 139

19 Ibid

Universitas Sumatera Utara

mahkamah agung , komisi pemilihan umum, serta semua pemerintah negara dan

provinsi.20 Keterlibatan Washington sangat jelas terlihat ketika ada klaim bahwa

dua orang perwira angkatan laut AS terlihta bersama-sama para pemimpin kudeta

di Fort Tiuna pada malam tanggal 11-12 April. Disertai dengan keterlibatan

Media Asing seperti Associated Press, kantor berita yang memasok 90% berita

tentang Venezuela, ternyata berpihak tanpa syarat pada kelas borjuasi yang sedang

berjuang untuk menggulingkan Chavez.21 Pada Agustus 2006, Washington juga

mengucurkan dana puluhan juta dolar AS kepada pihak oposisi dengan tujuan

mewujudkan “program pro-demokrasi’.22 Dana ini disalurkan melalui Lembaga

United States Agency for International Development (USAID). Sekitar 26 juta

dolar AS mengalir ke berbagai kelompok dalam negeri yang memusuhi Chavez.

Sehingga sangat meyakinkan bahwa semua dana yang disalurkan Washington

tidak lebih dari upaya penggantian pemerintahan Chavez, dan tak ada keraguan,

pemerintah AS menjadikan misi kemanusiaan yang terhormat sekedar topeng

belaka bagi niat jahatnya.23

Hal inilah yang menjadi bukti bahwa mitos yang selama ini digulirkan oleh

Rezim Neo-Liberal dalam menumbuhkembangkan iklim demokrasi pada negaranegara

berkembang hanyalah kedok dan kebohongan yang sangat jelas terlihat.

Sebagaimana sengitnya intervensi dan usaha-usaha penggulingan yang dilakukan

oleh Amerika Serikat terhadap Chavez sebagai seorang pemimpin yang

demokratis dan dipilih secara demokratis pula.

20 Opcit, Nurani Soyomukti, Hal 88

21 Opcit, Nurani Soyomukti, Hal 95

22 Mohammad Shoelhi, Diambang Keruntuhan Amerika, Jakarta, Grafindo Khazanah Ilmu, Hal

143

23 Opcit, Mohammad Shoelhi, Hal 145

Universitas Sumatera Utara

Gerakan revolusioner Venezuela dipicu oleh kebijakan rezim Neo-liberal

Presiden Carlos Andres Perez pada tahun 1989 yang menjalin kerjasama dengan

International Monetary Fund (IMF). Kerjasama itu dilakukan dengan dalih

memajukan perekonomian Venezuela yang tidak stabil akibat korupsi dan

birokratisasi. Sejak itu reformasi ekonomi neoliberal mulai dijalankan. Semua

sektor-sektor perekonomian yang tadinya dikendalikan oleh negara mulai

diserahkan kepada swasta. Instabilitas dalam negeri semakin melonjak di segala

bidang. Harga-harga naik tak terkendali, sistem kerja kontrak mulai diterapkan,

perusahaan-perusahaan asing dibebaskan untuk membawa 100% keuntungan

mereka ke negara asalnya, pengangguran mencapai 14%, inflasi mencapai 80,7%,

dan lebih dari 80% massa rakyat Venezuela hidup dalam kemiskinan.24

Rakyat yang semakin sadar dengan kondisi ketertindasan mereka,

meluapkan amarah, menjadi sebuah energi besar yang meledak dalam bentuk

kerusuhan terbesar yang pernah terjadi dalam sejarah Venezuela. Presiden Carlos

Andres Perez menyikapi kerusuhan tersebut dengan memerintahkan polisi dan

tentara untuk menembaki rakyat dengan peluru tajam. Hingga korban yang

berjatuhan diprediksi mencapai 3.000 jiwa. Pemantik kerusuhan tersebut adalah

kebijakan pemerintah Carlos Andres Perez yang menaikkan tarif bus 30% dan

harga BBM sebesar 100%. Peristiwa ini dikenal dengan Kerusuhan Caracazo (El

Caracazo). Ini adalah bab gelap dalam sejarah Venezuela dan menjadi cikal bakal

dari Revolusi Bolivarian.

Peristiwa Caracazo ternyata membawa dampak terhadap kesatuan di dalam

angkatan bersenjata. Para tentara yang diperintahkan untuk menembaki rakyat

24 http://www.militanindonesia.org/teori/sejarah/8086-gerak-menuju-sosialisme.html, diakses pada

tanggal 10-05-2011, pukul 00:32

Universitas Sumatera Utara

jelata mulai mempertanyakan pemerintahan mereka, dan para tentara pun terbelah

dua. Sekelompok perwira junior yang berpangkat Kapten kemudian membentuk

Pergerakan Revolusioner Bolivarian 200, atau MBR-200. Kelompok ini terdiri

dari Felipe Acosta Carlos, Jesus Urdaneta Hernandez, Rafael Baduel dan Hugo

Chavez Frias. Mereka berkomitmen membentuk gerakan revolusioner untuk

membebaskan Venezuela dari belenggu penindasan.

Gerakan MBR-200 dimulai dalam bentuk kelompok diskusi, serta

pengorganisiran tentara-tentara generasi yang baru lahir yang kebanyakan berasal

dari kaum tani dan kelas pekerja miskin. Sejak transformasi tahun 1971, mereka

tidak lagi mengenyam pendidikan di Fort Benning AS, melainkan di Akademi

Militer Nasional Caracas. Karena itu ada ikatan organik antara tentara dan kaum

tani miskin, berbeda jika mereka berkiblat pada militer Amerika Serikat seperti

militer Indonesia. Hingga terlahirlah kekuatan militer organik yang berinisitaif

untuk melakukan kudeta dan perebutan kekuatan dari rezim Neo-liberal.25

Kudetapun dilakukan oleh Chavez dan kawan-kawan pada tanggal 4

Februari 1992. Namun, pemberontakan tersebut masih bisa digagalkan dan

Chavez pun menyerah dengan syarat mendapat kesempatan berpidato di depan

televisi nasional. Dengan baret merah, Chavez menyatakan tanggungjawabnya

atas kudeta tersebut, sebelum dipenjara selama dua tahun.26 Saat Chavez dipenjara

gerakan rakyat menolak neoliberalisme semakin menguat. Meski, berada dalam

penjara, Chavez tetap membangun kontak dengan kalangan pergerakan.

Menjelang pemilu tahun 1993 di Venezuela, para politisi menggunakan isuisu

populis untuk meraih dukungan rakyat. Bahkan kudeta militer yang terjadi di

25 Opcit, Nurani Soyomukti, Hal 59

26 Opcit, Nurani Soyomukti, Hal 85

Universitas Sumatera Utara

tahun 1992 menjadi isu yang diangkat ke permukaan untuk mendongkrak

perolehan suara. Pemilu 1993 mengantarkan Rafael Caldera meraih kursi

kepresidenan. Ia mendapat dukungan dari partai-partai kiri, sosial demokrat dan

kelompok sayap kanan-tengah. Dan tahun 1994, Caldera membebaskan mereka

yang terlibat dalam percobaan kudeta tahun 1992, termasuk Hugo Chavez.

Caldera diwarisi pemerintahan yang bobrok dari masa kepemimpinan

sebelumnya. Kondisi perekonomian Venezuela semakin tidak stabil akibat krisis

di tahun 1994 yang membuat gejolak pada rakyat. Krisis kapitalisme di Venezuela

semakin dalam dan memaksa Bank Sentral Venezuela menyelamatkan sedikitnya

14 bank yang bangkrut. Di sisi lain, pemasukan keuangan pemerintah semakin

menurun drastis karena harga minyak yang terjun bebas. Walau pemilu telah

menghasilkan kepemimpinan baru, namun rezim belum berubah. Caldera, beserta

kelompok-kelompok kiri yang mendukung pemerintahannya, tidak memiliki

alternatif untuk membebaskan massa rakyat dari krisis. Untuk menutupi defisit

yang dialami, maka pemerintahan Venezuela, di bawah kepemimpinan Rafael

Caldera melanjutkan kebijakan-kebijakan seperti yang diarahkan oleh IMF.

Perusahaan-perusahaan milik negara diprivatisasi dalam jumlah yang lebih besar,

salah satunya yaitu perusahaan besi dan baja SIDOR (Orinoco Steel).

Sejak dibebaskan dari tahanan, Chavez bersama MBR-200 mulai bergerak

ke pelosok-pelosok negeri untuk menghimpun kekuatan rakyat dengan

membentuk komite-komite Bolivarian dan menyerukan pembentukan Majelis

Konstituante. Bersama gerakannya, Chavez melakukan program-program yang

tersusun secara sistematis untuk mengetahui harapan dan keinginan rakyat, serta

melakukan kerja-kerja nyata untuk mengubah kondisi massa rakyat. Pada pemilu

Universitas Sumatera Utara

tahun 1998, Chavez berhasil memenangkan pemilihan presiden dengan perolehan

suara sebesar 59 %. Sedangkan dua partai kanan lainnya hanya kebagian 9% suara

setelah selama 40 tahun meraih sekitar 90% suara saat menghadapi Partai

Republik Kelima Chavez.

Revolusi yang pertama sekali dilakukan oleh Chavez adalah perubahan

konstitusi yang berpihak kepada rakyat. Dengan melibatkan patisipasi seluruh

rakyat melalui mekanisme pemilu dalam menentukan persetujuan rakyat terhadap

konstitusi hasil perubahan tersebut. Chavez sangat memahami bahwa setiap

revolusi membutuhkan konstitusi sebagai upaya mengatur dasar-dasar

pengelolaan negara dan bagaimana ia harus dijaga dengan kekuatan aktif dari

bawah. Konstitusi baru, merupakan jembatan dari tatanan kekuasaan lama menuju

revolusi Bolivarian.

C. Letak Geographis dan Geopolitik Venezuela

Venezuela adalah negara republik bekas jajahan Spanyol yang terletak di

pantai utara Amerika Selatan sepanajang Laut Karibia. Negara ini berbatasan

dengan Kolombia di Barat, Guyana di Timur, dan Brazil di Selatan. Luas Wilayah

Venezuela sekitar 912.050 kilometer persegi dengan Ibukota Caracas. Sebuah

kota terbesar dan termodern di Venezuela. Nama Venezuela diberikan oleh

penjelajah Spanyol yang pertama kali mencapai benua Amerika Selatan. Saat itu

mereka menemukan perkampungan Indian berdiri diatas danau, yang

mengingatkan mereka pada perkampungan yang berdiri diatas sungai di Venezia

di Italia. Venezuela dalam bahasa Spanyol yang berarti Venezia Kecil.

Keadaan alam Venezuela terletak diujung barat laut Amerika Selatan,

dengan panjang garis pantai 2.800 kilometer. Deretan pegunungan memanjang

Universitas Sumatera Utara

dibagian utara dan selatan, sementara dibagian tengah berupa dataran rendah. Pola

pegunungan ini membagi Venezuela menjadi empat daerah, yaitu : Lembah

Maracaibo, Dataran Tinggi Andean, daerah Lianos, dan Dataran Tinggi Guiana.

Lembah Maracaibo terletak di bagian barat laut, disini terdapat danau Maracaibo

yang luasnya 3.512 kilometer persegi dan merupakan danau terbesar di Amerika

Selatan. Di daerah ini juga terdapat lading minyak terbesar di Amerika Selatan.

Dataran Tinggi Andean yang terbentang dari barat daya lembah Maracaibo, terdiri

atas Pegunungan Merida, Dataran Tinggi Tengah dan Dataran Tinggi Timur Laut

dengan puncak yang tertinggi adalah Puncak Pico Bolivar.

D. Gerakan Kiri Baru

Sejak tahun 1930-an sampai pertengahan 1970-an, imperialisme Amerika

Serikat di Amerika Latin senantiasa ditantang oleh rezim-rezim gerakan-gerakan

nasionalis, populis, dan sosialis demokratik.27 Secara umum, tantangan-tantangan

ini bersifat reformis daripada revolusioner, dimana mereka mempertanyakan

elemen-elemen proyek imperialis, dan bukannya sistem secara keseluruhan.

Gerakan perlawanan terhadap neoliberalisme di kawasan Amerika Latin

bukan tanpa sebab. Akar sejarah ekonomi-politik negara-negara Amerika Latin

yang mengalami ketergantungan terhadap penetrasi kekuatan kapitalisme global,

sesungguhnya tidak berbeda jauh dengan kondisi negara dunia ketiga lainnya.

Proses globalisasi yang di “back-up” proyek neoliberalisme (Washington

Consensus) ternyata justru melahirkan berbagai persoalan sosial-politik dan

27 Opcit, James Petras & Henry Veltmeyer, Hal 137

Universitas Sumatera Utara

ekonomi yang semakin parah di Amerika Latin. Menjadikan masyarakat di benua

itu semakin miskin, terutama kelompok indegeneous-nya.

Kemudian, Amerika Serikat sejak berakhirnya perang dingin, tidak terlalu

menaruh perhatian kepada wilayah Amerika Latin lagi, meski untuk waktu yang

sangat lama wilayah ini disebut sebagai “backyard” (halaman belakang) Amerika

Serikat. Sekarang ini, Amerika Serikat lebih berkonsentrasi di Timur Tengah,

sehingga perhatiannya terhadap gerakan-gerakan sosialis dan komunis di Amerika

Latin semakin ditinggalkan.

Ambruknya Uni Soviet dan Eropa Timur serta berakhirnya Perang Dingin,

bukan berarti mengakhiri sebab-sebab kelahiran ideologi dan program “kiri” di

Amerika Latin. Justru membantu “kiri” Amerika Latin mengubah stigma

geographis yang ada sebelumnya. Pemerintahan “kiri” atau “kiri-tengah” di

Amerika Latin tidak lagi harus memilih antara Amerika Serikat dan Uni Soviet.

Tidak ada lagi labelling negara mana yang menjadi satelit dari negara komunis

ataupun kapitalis. Ide-ide “kiri” di Amerika Latin ini juga semakin relevan dengan

kondisi ketidakmerataan, kemiskinan, konsentrasi kekuasaan, keadilan, disparitas

sosial yang semakin akut di wilayah Amerika Latin.28

Perubahan ke arah “kiri” yang banyak dianut di Amerika Latin sering

disebut sebagai radically democracitizing democracy (mendemokratiskan

demokrasi), mereka membangun kekuatan politik dan merebut kekuasaan politik

melalui politik electoral. Oleh karena itu, mereka tidak menolak demokrasi, tetapi

demokrasi prosedural tidaklah cukup sehingga harus didemokratiskan. Inilah yang

28 Jurnal Sosial Demokrasi, Vol 4 No 1, Oktober-Desember 2008, Hal 14

Universitas Sumatera Utara

disebut dengan demokrasi substansial yang melibatkan masyarakat, dan untuk

kepentingan publik ditujukan demokrasi tersebut.

Munculnya para pemimpin “kiri” Amerika Latin sejak tahun 1990-an pada

umumnya memiliki karakter “sosialis” ataupun “populis”. Namun demikian, tentu

saja “kiri” dewasa ini di Amerika Latin berbeda dengan “kiri” masa lalu.

Meskipun tujuan dan prioritasnya sama, tapi cara mencapainya mengalami

perkembangan dalam konteks globalisasi.

Jika harus lebih mengartikan apa yang disebut sebagai “kiri” Amerika Latin,

maka bisa diartikan sebagai upaya pemimpin, partai dan gerakan sosial dalam

mengatasi masalah kemiskinan dan ketidakadilan sosial melalui berbagai cara atau

manifestasi, baik dengan mobilisasi “akar rumput” dari bawah (bottom-up),

inisiatif kebijakan dari atas (top-down) yang dilakukan para pemimpn kharismatik

atau populis, maupun cara legislasi oleh partai politik yang berkuasa di

parlemen.29

Ada 3 elemen utama dari “kiri” Amerika Latin yang bisa kita catat, yakni ;

Pertama, Adanya komitmen yang kuat, baik secara ideologis maupun politis,

dalam upaya untuk mempromosikan egalitarian. Kedua, adanya keinginan untuk

menjadikan “negara” sebagai kekuatan penyeimbang pasar. Ketiga, penekanan

pada partisipasi rakyat (popular participation).

Secara sederhana, perjalanan “kiri” baru di Amerika Latin bisa dibagi

menjadi dua bagian besar. Yakni ; Pertama, open minded reformis. Mereka

bercirikan “terbuka” dan berakar dari partai komunis yang dulu sangat

berorientasi pada Uni Soviet, dan lebih banyak memilih gerakan bersenjata.

29 Jurnal Sosial Demokrasi, Vol 4 No 1, Oktober-Desember 2008, Hal 12

Universitas Sumatera Utara

Ambruknya Uni Soviet menyadarkan mereka bahwa cara-cara bersenjata

sebagaimana mereka lakukan selama ini tidak dapat dilakukan lagi. Oleh karena

itu, mereka masuk kedalam demokrasi elektoral. Uruguay, Brazil dan Chile adalah

negara-negara yang termasuk dalam kategori ini. Mereka menaruh perhatian pada

masalah kemiskinan dan ketimpangan sosial, tapi saat bersamaan mereka sangat

fleksibel terhadap soal-soal ekonomi karena pada dasarnya mereka tidak menolak

pasar. Mereka umumnya menekankan pada kebijakan sosial, meski disaat

bersamaan mereka sepakat dengan hampir semua kebijakan ekonomi ortodoks.

Kedua, close minded populis. Trend ini memiliki ciri “tertutup” dan berkembang

di Venezuela, Bolivia, Argentina, Paraguay, Nikaragua dan Kuba. Bersifat

nasionalis, vocal dan secara historis akarnya berasal dari tradisi populisme

Amerika Latin. Karakternya yang otoritarian dan hirau pada kekuasaan, pada

umumnya sangat peduli pada rakyat miskin. Membangun struktur korporatis

dalam memformulasikan relasi antara negara dan masyarakat, serta memiliki

kecendrungan gandrung dengan proyek nasionalisasi perusahaan besar dan

multinasional. Menurut Jorge Castaneda, kedua jalan ini merupakan serangan

balik “kiri” terhadap neoliberalisme (the defensive strategy on the left).30

Di Venezuela tidak ada organisasi revolusioner seperti yang terdapat di

negara-negara lain di kawasan Amerika Latin. Paling jauh, yang ada adalah

gerakan pemberontakan seperti yang terjadi pada tahun 1989. Di Venezuela juga

tidak ada gerakan sosial yang besar dan terorganisir layaknya ”Gerakan Petani

Pedesaan Tak Bertanah” di Brasil atau ”Gerakan Buruh Pengangguran Perkotaan”

di Argentina. Di Venezuela juga tidak ada partai “kiri” yang besar seperti Partai

30 Ibit

Universitas Sumatera Utara

Buruh Brasil, atau gerakan gerilya yang kuat seperti FARC di Columbia. Satusatunya

partai “kiri” yang ada, Democratic Action, yang menjadi anggota

Socialist International, pada akhirnya juga mengalami kebangkrutan. Gerakan

sosial di Venezuela relatif kecil dan terpecah-pecah ke dalam berbagai kepentinga

politik dan ekonomi. Seluruh organisasi yang ada baik di tingkat partai maupun

serikat buruh berlomba-lomba memperebutkan akses terhadap penguasaan

minyak. Dengan kondisi gerakan seperti itu tak aneh jika perlawanan rakyat

terhadap kekuasaan oligarki Venezuela selalu menemui kegagalan. Hal

kebangkrutan Partai Democratica Action disebabkan karena partai yang ada di

Venezuela ini masuk dalam kategori “kanan”.31 Apalagi semenjak peristiwa

caracazo tahun 1989, melibatkan Presiden Carlos Andres Perez yang berasal dari

Partai Democratica Action. Disaat Perez dipilih lagi tahun 1989, kekecewaan

pada rakyat meninggi, karena Ia menempuh paket atau program yang disponsori

oleh IMF. Privatisasi industry milik negara, penghilangan subsidi-subsidi,

devaluasi mata uang dipaksakan ke public, dan semuanya mendapatkan protes

dalam bentuk pemogokan buruh-buruh, aksi-aksi mahasiswa, dan bahkan

kerusuhan yang bernuansa kekerasan.32

Kelompok yang berpotensi besar untuk secara serius mengancam kekuasaan

oligarki yang hegemonik itu adalah militer. Terlebih di dalam tubuh institusi ini

mulai berkembang nilai-nilai baru yang diinspirasikan oleh gerakan yang

dilakukan oleh Simón Bolívar. Dalam tubuh institusi bersenjata yang ingin

menanggalkan peran tradisionalnya sebagai tukang gebuk oligarki tersebut,

seorang Hugo Chávez muncul ke permukaan. Dinamika perkembangan ke arah

31 Opcit, Jurnal Sosdem, Hal 17

32 Opcit, Nurani Soyomukti, Hal 80

Universitas Sumatera Utara

“kiri” secara radikal di Venezuela dilakukan oleh Chavez dan kawan-kawan yang

tergabung dalam Lingkar Bolivarian. Meski seorang tokoh militer, pada saat

terjadi gejolak perlawanan rakyat, Chavez justru memberanikan tampil dan

bergerak untuk mendukung massa rakyat yang melawan pemerintahanyang

menjadi sumber dari gejolak. Chavez tidak mencari kambing hitam. Ia hadir

dengan mencari sumber persoalan yang ada, yaitu pemerintah yang menerapkan

kebijakan neoliberalisme yang anti rakyat. 33

Gerakan revolusi Chavez di Venezuela bukanlah gerakan reformis dari

kondisi sebelumnya. Gerakan Revolusi Bolivarian yang dituangkannya dalam

bentuk kebijakan politik dilandaskan pada upaya untuk mengembalikan hak-hak

politik, ekonomi, dan kebudayaan pada rakyat. Yang utama adalah bagaimana

asset-aset dan sumber daya ekonomi dapat direbut dari tangan pemodal yang

digunakan untuk menumpuk keuntungannya sendiri, dan kemudian dikuasai oleh

negara untuk membiayai program-program sosial dan public terutama masalah

kesehatan, perumahan,pendidikan, dan pelayanan-pelayanan public lainnya.

Melibatkan partisipasi rakyat (popular participation) dalam pembentukan

konstitusi, dan mensosialisasikannya secara progressif. Dimana-mana perdebatan

tentang konstitusi selalu berlangsung dan membawa buku saku konstitusi di

katongnya. Bahkan, pasal-pasal dalam konstitusi di Venezuela dijadikan bungkus

kacang, permen, ataupun coklat agar ketika orang membeli coklat, permen ditokotoko

milik negara atau koperasi, mereka membaca pasal yang mengenai hak

mereka.34 Hal ini sangat tepat sekali ketika Chavez mengatakan, “bila kita hendak

33 Opcit, Nurani Soyomukti, Hal 84

34 Opcit, Jurnal Sosdem, Hal 18

Universitas Sumatera Utara

mengentaskan kemiskinan, kita harus berikan kekuasaan, pengetahuan, kredit,

teknologi, dan organisasi pada si miskin”.

Dalam kampanye menjelang pemilu, Chavez berjanji akan terus

meningkatkan upayanya dalam menjadikan Venezuela sebagai bangsa yang lebih

makmur dan egaliter. Bahkan, Chavez mempertegas gerakan kirinya bukanlah

bersifat reformis, akan tetapi revolusioner sosialisme. Chavez berpesan kepada

lawan-lawan politiknya, bahwa paham sosialisme tidak sepatutnya ditakuti,

karena paham tersebut mengandung nilai-nilai kemanusiaan. “Kita telah

menunjukkan Venezuela berwarna merah, Tidak ada yang perlu takut dengan

merahnya sosialisme. Sosialisme adalah manusia dan cinta. sedangkan,

imperialism harus jatuh. Amerika Serikat harus runtuh karena kita butuh dunia

baru.” Chavez juga menyatakan bahwa kemenangannya, merupakan kekalahan

lain bagi setan yang selama ini mencoba mendominasi dunia.35

Revolusi Bolivarian Chavez adalah sebuah bentuk gerakan “kiri” populis

progressif yang sangat menentang segala bentuk imperialism dan globalisasi

kapitalisme yang dimotori oleh Neoliberalisme-nya Washington. Revolusi yang

dilakukan secara radikal, mampu mengubah tatanan dunia lama yang penuh

dengan intrik kekuasaan, ototritarianisme, dan perampasan hak-hak politik dan

ekonomi Rakyat Venezuela, menjadi tatanan dunia baru yang demokratis

substansial dan penuh dengan surga kesejahteraan bagi rakyat Venezuela.

E. Konfigurasi Kekuatan Di Venezuela

Imperialisme di Amerika Latin memiliki akar yang panjang dan mendalam

hingga tahun 1980-an sampai 1990-an. Setidaknya, perkembangan kapitalisme di

35 Opcit, Mohammad Shoelhi, Hal 134

Universitas Sumatera Utara

Amerika latin telah mencapai dua decade abad ke-20 di benua tersebut. Di tengah

konsensus intelektual yang telah membentuk konsep globalisasi, imperialisme di

Amerika Latin merupakan bagian dari proses-proses kerja kapitalisme Euro-

Amerika.

Dalam hal konfigurasi kekuatan, ada beberapa isu penting yang menyangkut

konfigurasi kekuatan politik kapitalis di Amerika Latin pada awal abad ke-21.

Pertama, Semakin kuatnya bukti akan hegemoni Amerika Serikat terhadap proses

akumulasi modal global. Sepanjang tahun 1990-an, modal Amerika Serikat dan

imperialisnya berhasil menaikkan posisi dan bobotnya dalam ekonomi global,

yang benar-benar terlibat dalam hiruk-pikuk merger dan akuisisi perusahaanperusahaan

terkemuka di sektor-sektor strategis. Pada tahun 1998, 244 dari

perusahaan terbesar dimiliki oleh Amerika serikat (naik dari 222 pada tahun

sebelumnya) dan 61 dari 100 perusahaan terbesar. Di Amerika Latin, sepuluh dari

dua puluh perusahaan terbesar dimiliki oleh Amerika Serikat. Hegemoni yang

baru tumbuh dan kekuasaan ekonomi yang semakin besar, serta kemerosotan

model Eropa dan khususnya Jepang yang masih berkaitan, disejajarkan oleh

serangkaian gerak strategis untuk memantapkan control atas lembaga-lembaga

keuangan global, “pemerintahan” serta kekuasaan militer.

Kedua, kekayaan dan kekuasaan Wall Street dan Washington di Amerika

Latin yang tidak seimbang ini merupakan sebuah fenomena yang relatif baru,

yang muncul setelah beberapa dekade kebijakan-kebijakan nasionalis dan populis

yang yang membatasi kedalaman dan cakupan imperialisme Amerika Serikat dan

memblokir hegemoninya. Hak-hak sosialnya dan diabaikannya undang-undang

perburuhan yang melindungi mereka.

Universitas Sumatera Utara

Ketiga, Meskipun beragam upaya untuk mengaktifkan kembali ekonomiekonomi

nasional di wilayah ini, namun ekonomi-ekonomi tersebut telah dijepit

oleh sebuah kecendrungan menuju krisis-krisis yang semakin parah. Krisis-krisis

ini berupa perampasan sumber-sumber ekonomi dengan jumlah yang mengejutkan

dan pembelian besar-besaran oleh investor-investor di Amerika Serikat yang

diatur oleh negara imperial Amerika Serikat dan agen-agen dalam “komunitas

keuangan internasional”.

Keempat, ketika kemiskinan dan ketidakadilan sosial dalam hal distribusi

sumber-sumber produksi dan pendapatan melekat pada struktur sosial dan

ekonomi yang sangat berurat akar, pengaruh imperialisme Amerika Serikat di

kawasan Amerika Latin telah mengarah pada kemunduran capaian-capaian

terbatas yang dihasilkan oleh kelas buruh dan menengah, dan juga pada regresi

standar hidup yang serius.

Kelima, Transisi kapitalis dari ekonomi agriculture desa ke ekonomi

industry urban telah mengarah pada pembagian sosial yang baru dan fundamental

dalam masyarakat Amerika Latin. Di satu sisi, ada kaum borjuis yang didominasi

oleh kaum milyarder super kaya yang bersangkut –paut dengan lintasan modal

global dan sekelompok kecil perusahaan multi nasional yang berorientasi ekspor.

Disisi lain, ada masa pekerja yang miskin, dieksploitasi dan dimarjinalkan dengan

jumlah yang semakin bertambah. Mereka bekerja disektor-sektor ekonomi urban

informal yang terus berkembang, Dan langkah-langkah perburuhan keuntungan

oleh kelas yang dominan dianggap sebagai prilaku agen-agen ekonomi baru yang

berorientasi social dan secara subjektif dinilai penting, atau, dalam pengertian

Universitas Sumatera Utara

“postmodern, dianggap sebagai aksi-aksi beragam individu yang mencari identitas

social.

Dengan mengabaikan struktur kerja dan kondisi-kondisi material sistem

kapitalis, kelas-kelas pun lenyap. Bahkan kelas kapitalis yang dominan secara

ekonomi dan politik, yakni dasar dari system sosial imperialis, digantikan dengan

banyaknya aktor sosial dan individu, yang masing-masingnya berusaha keras

untuk mendefinisikan dan memposisikan diri dalam konteks tatanan ekonomi

global baru dan kondisi-kondisinya yang heterogen, yang dianggap dan

diperlakukan secara subjektif daripada objektif.

Keenam, sebuah bahasa politik dan wacana teoritis baru telah disusun untuk

mengaburkan alur berpikir imperialisme di Amerika Latin dan tempat-tempat

lainnya. Bank-bank dan perusahaan-perusahaan mutinasional/yang sedang

mengambil alih perusahaan –perusahaan yang produktif, asset-aset yang

menguntungkan, pasar-pasar yang mendominasi dan keuntungan-keuntungan

melimpah diatas kebijakan tenaga buruh yang murah, tidak lagi dipahami sebagai

agen-agen dari sistem imperialis, tetapi mereka kini dipandang sebagai fasilitator

globalisasi, integrasi dan interdependensi ekonomi dunia yang semakin

berkembang.36

Transfer pendapatan dari buruh ke modal dan rekonsentrasi modal dilihat

sebagai mekanisme-mekanisme penyesuaian internal terhadap syarat-syarat

ekonomi global. Pembelian dan pengambil alihan asset-aset publik dan negara

dinamakan “Privatisasi”. Penghapusan dan pembatasan investasi asing, liberalisasi

pasar, dan deregulasi perusahaan-perusahaan swasta / semua kebijakan yang

36 James Petras dan Henry Veltmeyer , Op cit, 134‐135

Universitas Sumatera Utara

dirancang untuk meningkatkan jumlah keuntungan dari modal yang diinvestasikan

– dipandang sebagai bentuk-bentuk “penyesuaian struktural”. Preskripsi imperial

kebijakan-kebijakan makro-ekonomi ini digambarkan sebagai “stabilisasi”.

Pemaksaan struktur-struktur ekonomi yang dirancang untuk menarik modal asing,

pembelian oleh investor dan tingkat control yang makin ketat atas militer dan

polisi dengan dalih kampanye anti narkotika disebut dengan kebijakan-kabijakan

“pasar bebas” atau “pasar yang ramah”. Akomodasi yang dilakukan oleh

organisasi –organisasi masyarakat “sector ketiga” atas kepentingan-kepentingan

dan kebijakan-kebijakan negara imperial dideskripsikan sebagai “pemerintahan

yang baik” atau “penguatan masyarakat sipil”, sebuah faktor kritis dalam “proses

pembangunan ekonomi”.

Begitu kuatnya hegemoni Amerika Serikat dan negara imperialismenya di

Amerika Latin, sehingga hampir semua negara di benua tersebut melakukan

agenda dan program-program kapitalisme semenjak bebas dari kolonialisme abad

19 hingga penghujung akhir abad 20 dengan “resep” Globalisasi Neoliberalnya.

Venezuela sebagai Taman “Eden” adalah negara yang dipenuhi dengan berbagai

aneka konflik tersebut.

Di Venezuela bisa diuraikan bahwa konfigurasi kekuatan imperialisme juga

menyentuh akar fundamental dari sumber perekonomian rakyat Venezuela yaitu

Minyak. Minyak adalah faktor tunggal terpenting yang menjelaskan penciptaan

kondisi-kondisi struktural bagi kehancuran otoriterisme militer dan

keberlangsungan suatu sistem yang demokratis. Perusahan-perusahaan

mulitinasional dan Transnasional (MNC/TNC) berupaya menghimpun dirinya

agar tetap bisa bersama-sama menghimpun dirinya dalam bentuk menguasai dan

Universitas Sumatera Utara

menentukan harga minyak. Sekitar 5.000.000 orang diperkerjakan dalam industry

minyak. Selain itu, Venezuela juga merupakan negara produsen utama biji besi,

emas, dan intan. Persediaan biji besi terbaik ditemukan dekat Sungai Orinoco dan

Caroni bahkan termasuk terbesar di dunia.

Hampir semua pengamat mengatakan bahwa minyak adalah dasar bagi

bentuk-bentuk hubungan sosial politik dalam masyarakat Venezuela. 37 Dapat

dikatakan, suatu integrasi melalui minyak-minyak ke dalam pasar internasional

menciptakan kondisi-kondisi struktural yang dibutuhkan bagi suatu sistem partai.

Masalahnya, komoditi-komoditi ekspor yang berbeda, bila ditempatkan dalam

suatu konteks historis, membentuk kecendrungan munculnya tipe-tipe rezim yang

beragam.

Meskipun minyak menumbuhkan transformasi luas yang menciptakan

kondisi-kondisi yang diperlukan bagi suatu hasil demokratis di Venezuela,

perubahan-perubahan struktural tersebut bukanlah penjelasan yang cukup

terhadap berjalannya konstruksi dan konsolidasi dari suatu rezim kompetitif.

Selain menandai keberhasilan ekonomi Venezuela, minyak tersebut juga telah

menyebabkan terjadinya pertentangan-pertentangan dari kalangan rakyat ketika

para konglomerat swasta menguasai perusahaan minyak untuk kepentingan

sendiri. Kondisi jelas menyediakan basis bagi ketidakpuasan rakyat yang

kemudian memunculkan gerakan revolusioner di negara Venezuela.

37 Opcit, Nurani Soyomukti, Hal 74

Universitas Sumatera Utara

0 Comments

Post a Comment