Sejarah Berdirinya Kerajaan Aceh Darussalam



Kerajaan Aceh Darussalam berkuasa mulai akhir abad ke-15 hingga awal abad ke-20 M. Dalam rentang masa empat abad tersebut, telah berkuasa 35 orang sultan dan sultanah. Sebelum membahas lebih jauh tentang kerajaan ini, ada baiknya kita mengenal kondisi geografis dan topografis daerahnya (Aceh atau Banda Aceh) terlebih dahulu. 

Aceh adalah salah satu Provinsi Indonesia yang terletak di ujung Barat laut pulau Sumatera dan diapit oleh dua laut yaitu Lautan Indonesia dan Selat Malaka. Setelah 89 tahun nama Kuta raja dijadikan sebagai ibukota Kerajaan Aceh Darussalam menggantikan nama Banda Aceh Darussalam, maka pada tahun 1963 Banda Aceh kembali dihidupkan berdasarkan Keputusan Menteri Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah bertanggal 9 Mei 1963 No. Des 52/1/43-43. Sejak tanggal tersebut nama Banda Aceh kembali resmi menjadi ibukota Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Selain karena banyaknya versi serta sumber-sumber yang berbicara tentang riwayat Aceh masih sebatas mitos atau cerita rakyat, asal-usul Aceh masih belum terkuak dengan jelas. Seperti yang dituturkan oleh Lombard, sumber sejarah mengenai asal-usul Aceh yang berupa cerita-cerita turun-temurun tersebut sukar diperiksa kebenarannya. Mitos tentang orang Aceh, tulis Lombard, misalnya seperti yang dikisahkan oleh seorang pengelana Barat yang sempat singgah di Aceh. John Davis, nama musafir itu, mencatat bahwa orang Aceh menganggap diri mereka keturunan dari imael dan Hagar (Nabi Ismail dan Siti Hajar). 

Tiga abad kemudian, Snouck Hugronje mengungkapkan bahwa dia pernah mendengar cerita tentang seorang ulama sekaligus hulubalang bernama Teungku Kuta karang, yang menganggap orang Aceh lahir dari percampuran orang Arab, Persi, dan Turki. Menurut analisis Lombard, hegemoni semacam ini sengaja diciptakan sebagai bentuk perlawanan terhadap penjajah Eropa. 

Dalam buku berjudul ”Kerajaan-kerajaan Islam di Aceh” (2006) karya Rusdi Sufi dan Agus Budi Wibowo, dikemukakan bahwa yang disebut Aceh adalah daerah yang sempat dinamakan sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (sebelumnya bernama Provinsi Daerah Istimewa Aceh). Tetapi pada saat Aceh masih menjadi sebuah kerajaan/kesultanan, yang dimaksud dengan Aceh adalah yang sekarang dikenal dengan Kabupaten Aceh Besar atau dalam bahasa Aceh disebut Aceh Rayeuk atau disebut juga dengan ”Aceh Lhee Sagoe” (Aceh Tiga Sagi). Selain itu, ada juga yang menyebutnya Aceh lnti (Aceh Proper) atau "Aceh yang sebenarnya” karena daerah itulah yang pada mulanya menjadi inti Kesultanan Aceh Darussalam sekaligus letak ibukotanya. 

Nama Aceh sering juga dipakai oleh orang-orang Aceh untuk menyebut ibukota kerajaannya yang bernama Bandar Aceh Darussalam. Terkait asal usul nama Aceh sendiri belum ada kepastian yang menyebutkan dari mana dan kapan nama Aceh mulai digunakan. Orang-orang asing yang pernah datang ke Aceh menyebutnya dengan nama yang berbeda-beda. Orang-orang Portugis dan Italia menyebutnya dengan nama Achem, Achen, dan Aceh, orang Arab menyebut Asyi. ”Dachem”, Dagin, dan Dacin sementara orang Cina menyebutnya dengan nama Atje dan Tashi.

Sejarah Berdirinya Kerajaan Aceh Darussalam

istana kerajaan aceh


Dalam karya Rusdi Sufi dan Agus Budi Wibowo yang lain (Ragam Sejarah Aceh, 2004: 1-2), disebutkan bahwa selain untuk penyebutan nama tempat, Aceh juga merupakan nama dari salah satu suku bangsa atau etnis penduduk asli yang mendiami Bumi Aceh. Terdapat cukup banyak etnis yang bermukim di wilayah Aceh, yakni etnis Aceh, Gayo, Alas, Tamiang, Aneuk, Jamee, Kluet, Simeulue, dan Singkil. Suku-suku bangsa yang mendiami wilayah Aceh, termasuk suku bangsa Aceh itu telah eksis sejak Aceh masih menjadi kerajaan/kesultanan. 

Aceh adalah wilayah yang besar dan dulunya dihuni oleh beberapa pemerintahan besar pula. Selain Kesultanan Aceh Darussalam dan Samudera Pasai, dulu di tanah Rencong ini juga pernah berdiri Kerajaan Islam Lamuri, bahkan cikal bakal kerajaan Aceh tidak terlepas dari kerajaan  Lamuri. Salah seorang sultan yang terkenal dari Kerajaan Islam Lamuri adalah Sultan Munawwar Syah. Sultan inilah yang kemudian dianggap sebagai moyangnya Sultan Aceh Darussalam yang terhebat, yakni Sultan Iskandar Muda. Pada akhir abad ke-15, dengan terjalinnya hubungan baik dengan kerajaan tetangganya, maka pusat singgasana Kerajaan Lamuri dipindahkan ke Mahkota Alam, yang dalam perkembangannya menjadi Kesultanan Aceh Darussalam. 

Kerajaan Lamuri juga dikenal dengan banyak nama, antara lain adalah sebagai berikut: 

Indra Purba

Poli

Lamuri (seperti yang disebutkan oleh Marcopolo)

Ramini/Ramni atau Rami (seperti yang disebutkan oleh pedagang atau ulama Arab yaitu Abu Zayd Hasan, Sulaiman ataupun lbnu Batutah)

Lan-li, Lan-wuli dan Nanpoli (seperti yang disebut oleh orang Tionghoa). 

Berita tentang kerajaan Lamuri ini diperoleh dari prasasti yang di tulis pada masa raja Rajendra Cola I pada tahun 1030 di Tanjore (India Selatan). Serangan yang dilakukan oleh Rajendra Cola I mengakibatkan beberapa kerajaan di Sumatera dan semenanjung Melayu menjadi lemah, termasuk di dalamnya adalah Ilmauridacam (Lamuri). 

Penyerangan terhadap Lamuri di ujung pulau Sumatera dilakukan karena kerajaan Lamuri merupakan bagian dari kerajaan Sriwijaya yang sebelumnya juga pernah mendapatkan serangan dari kerajaan Cola pada tahun 1017 M. Dari sini bisa disimpulkan bahwa kerajaan Lamuri diperkirakan sudah mulai berdiri pada abad ke IX dan sudah memiliki angkatan perang yang kuat dan hebat. 

Peristiwa penyerangan Cola terhadap kerajaan Lamuri yang berlangsung selama kurang lebih tiga abad dan kemudian dilanjutkan dengan serangan oleh Majapahit dan Cheng Ho, akhirnya membuat Lamuri menjadi semakin lemah. Dari sinilah kemudian muncul beberapa kampung yang akhirnya disatukan kembali di bawah kekuasaan seorang raja. Kemudian terdengar pula berbagai nama menjelang lenyapnya Lamuri seperti Darul Kamal, Meukuta Alam, Aceh Darussalam (Darud Dunia). 

Sejarawan Husein Djajadiningrat mengemukakan pendapat tentang urutan raja Lamuri yang pernah berkuasa berdasarkan dua naskah hikayah. Pertama (122) Hikayat yang berisi tentang raja Aceh (Lamuri) yang bernama Indra Syah (kemungkinan yang dimaksud adalah Maharaja Indra Sakti). Dalam hikayat tersebut juga menceritakan bahwa raja Indra Syah pernah berkunjung ke Cina. Cerita tentang Indra Syah dalam hikayat tersebut berhenti sampai di situ. kemudian dalam hikayat itu menceritakan Syah Muhammad dan Syah Mahmud, dua bersaudara putra dari raja. 

Diceritakan juga mengenai Syah Sulaiman mempunyai dua orang anak yaitu raja Ibrahim dan Puteri Safiah. Sedangkan Syah Mahmud setelah menikah dengan bidadari Maidani Cendara juga mempunyai dua orang anak yaitu, raja Sulaiman dan Puteri Arkiah, kemudian Sulaiman di nikahkan dengan sepupunya Safiah dan Ibrahim dinikahkan dengan sepupunya yang bernama Arkiah, pernikahan ini merupakan usulan dari kakek mereka yang bernama raja Munawar Syah.

Dikatakan raja Munawar Syah yang pernah memerintah di kerajaan Lamuri. Hikayat ini juga menceritakan tentang lahirnya dua orang puteran yang bernama Musaffar Syah yang memerintah di Mekuta Alam dan Inayat Syah yang memerintah di Darul Kamal. Namun kedua raja ini selalu berperang, dalam peperangan tersebut raja Musaffar Syah mampu menundukkan Raja Munawar Syah. 

Kemudian Raja Musaffar Syah menyatukan dinasti Meukuta Alam dengan dinasti Darul Kamal. Dan dikatakan juga bahwa Inayat Syah mempunyai seorang putra bernama Firman Syah Paduka Almarhum, kemudian Firman Syah mempunyai seorang putra yaitu Said Al-Mukammil yang mempunyai beberapa orang anak diantaranya Paduka Syah Alam Puteri Indra Bangsa bunda Sri Sultan perkasa Alam Johan Berdaulat (Sultan Iskandar Muda Meukuta Alam ).

Dengan demikian dapat diketahui bahwa Said AI-Mukammil merupakan kakek sultan Iskandar Muda dari garis keturunan ibu. Selain itu Sultan Alaidin Al-Mukammil mempunyai beberapa orang Putera, salah satunya adalah sultan Muda Ali Riayat Syah (1604-1607 ), yang merupakan paman dari Sultan Iskandar Muda. 

Naskah kedua (124) yang dimaksud dalam pembicaraan Husein Djajadiningrat mengenai hikayat raja-raja Lamuri ( Aceh ), dari hikayat ini yang dibuat silsilah yang dimaulai dari Sultan Johan Syah yang kemungkinan maksudnya adalah Meurah Johan atau Sultan Alauddin Johan Syah yang merupakan Putera raja Lingge, Adi Genali. Dan kemudian menikah dengan Puteri Blieng Indra Kusuma. Berbeda dengan hikayat yang pertama, hikayat ini menentukan hari, tanggal dan bulan tahunnya. Pada permulaan disebutkan bahwa Johan Syah memerintah dimulai pada tahun Hijrah 601 atau sekitar tahun 1205 M, lamanya 30 tahun.  Sepeninggalan Johan Syah, ia digantikan oleh anaknya akan tetapi tidak  disebutkan namanya, setelah sultan kedua meninggal, ia digantikan oleh anaknya yang bernama Ahmad Syah yang memerintah selama 34 tahun 2 bulan 10 hari, hingga mangkatnya pada tahun 885 Hijrah. 

Setelah masa pemerintahan Ahmad Syah berakhir, kekuasaan diserahkan kepada anaknya yang bernama sultan Muhammad Syah yang memerintah selama 43 tahun. Pada masa itu sultan Muhammad Syah memerintahkan pemindahan kota dan pembangunan kota baru yang diberi nama Darud Dunia, sultan Muhammad Syah meninggal pada tahun 708 Hijrah. Dilihat dari tahun meninggalnya Sultan Muhammad Syah, dapat di simpulkan bahwa pembangunan Darud Dunia adalah sekitar tahun 700 Hijrah atau kira-kira tahun 1260 Masehi. 

Sesudah sultan Muhammad Syah meninggal, maka tahta sebagai raja digantikan oleh Mansur Syah yang memerintah selama 56 tahun 1 bulan 23 hari. Ia kemudian digantikan oleh anaknya yang bernama raja Muhammad pada tahun 811 Hijrah yang memerintah selama 59 tahun 4 bulan 12 hari dan meninggal pada tahun 870 Hijrah. Raja Muhammad kemudian digantikan oleh Husein Syah selama 31 tahun 4 bulan 2 hari untuk kemudian digantikan oleh anaknya yang bernama sultan Ali Riayat Syah yang memerintah selama 15 tahun 2 bulan 3 hari, meninggal pada tanggal 12 Rajab 917 Hijrah atau tahun 1511 Masehi. 

Atas dasar hikayat-hikayat yang di telitinya itu, Husein Djajadiningrat telah membuat urutan nama raja-raja Aceh (Lamuri). Yang memerintah semenjak Johan Syah (1205 Masehi ) sebagai berikut; 

Sultan Johan Syah Hijrah 601-631

Sultan Ahmad 631-662

Sri Sultan Muhammad Syah, anak Sultan ke-2, berumur setahun ketika mulai naik tahta pergi dari Kandang dan membangun kota Darud Dunia Hijrah 665-708.

Firman Syah, anak Sultan ke-3 708-755.

Mansur Syah 755-811.

Alauddin Johan Syah, anak sultan ke-S, Mulanya bernama Mahmud 811-870.

Sultan Husin Syah 870-901.

Riayat Syah ( Mughayat Syah -MS) 901-907.

Salahuddin, digantikan oleh no.10 (adiknya) 917-946.

lauddin ( AIkahar -MS) adik no.9. 946-975. 


Dari data di atas kita dapat mengetahui urutan raja-raja yang pernah berkuasa, namun dari ke 10 nama raja-raja di atas, tidak ditemukan nama-nama Sultan Musaffar Syah, dan juga tidak ditemukan nama lnayat Syah dan Syamsu Syah. Padahal nama-nama itu dapat dibuktikan kebenarannya dari nukilan pada makam mereka yang dijumpai kemudian. 


Nama Musaffar Syah terdapat dalam naskah yang tersebut lebih dulu, sementara nama Mahmud Syah sebagai pembangun kota Darud Dunia terdapat pada naskah yang tersebut ke-2. Suatu penemuan penting lain adalah makam dari sultan Musaffar Syah, makam tersebut tidak di Meukuta Alam, ditempat dimana dia pernah memerintah, akan tetapi ditemukan di suatu kampung bernama Biluy, IX mukim, yang letaknya termasuk dalam wilayah Aceh Besar juga. Pada batu nisannya bertuliskan tahun meninggalnya yaitu 902 Hijrah atau 1497 Masehi. 

Kesultanan Aceh Darussalam merupakan kerajaan islam terbesar yang pernah berdiri di Aceh. Kesultanan Aceh terletak di utara pulau Sumatera dengan beribu kota Bandar Aceh Darussalam dengan nama sultan pertamanya Sultan Ali Mughayat Syah yang dinobatkan pada Ahad, 1 Jumadil Awal 913 H atau pada tanggal 8 September 1507. Dalam sejarahnya yang panjang itu kisaran tahuun 1496 - 1903, Aceh mengembangkan pola dan sistem pendidikan militer, berkomitmen dalam menetnan imperalisme bangsa Eropa, memiliki sistem pemerintahan yang teratur dan setematik, mewujudkan pusat-pusat pengakjian ilmu pengetahuan, dan menjalin hubungang diplomatik dengan negara lain. (sumber Wikipedia).

Dengan demikian tak heran juga jika Kesultanan Aceh Darussalam dalam susunan pemerintahnya sudah tersusun dengan lengkap, seperti Nama Rasi Pangkat, Nama Angkatan, Nama Jabatan, dan Staf Komando dari Angkatan Perang dalam Kseusltanan Aceh Darussalam.

Berikut susunannya yang wajib Anda ketahui:


 Tantra (Angkatan)


Si Pai (Perajurit)

Banta Cut (Kopral)

Banta Sedang (Sersan)

Banta (Sersan Mayor)

Banta Setia (Pembantu Letnan)

Pang Cut (Letnan II)

Pang Muda (Letnan I)

Pang (Kapten)

Bentara Cut (Mayor)

Bentara Muda (Letnan Kolonel)

Bantara (kolonel)

Panglima Sukey (Brigadir Jenderal)

Panglima Cut (Jenderal Mayor)

Panglima Muda (Letnan Jenderal)

Panglima (Jenderal)


Buhoon Angkatan (Pasukan Tentara)


Sabat (Regu)

Rakan (Peleton)

Kawan (Kompani)

Balang (Bataliyon)

Sukey (Resimen)

Sagoe (Divisi)

Neumat Buet (Jabatan)


Ulee (Komandan)

Rama Seutia (Ajudan)

Keujruen (Ajudan Jenderal)

Keujruen Panglima (Ajudan Panglima)

Keujruen Balang (Ajudan Bataliyon)

Perintah (Komando)

Adat (Staf)

Tuha Adat (Kepala Staf)

Adat Meuhad (Staf Khusus)

Kaway (Piket)


Adat Perintah Sagoe (Staf Komando Divisi)


Panglima Peurintah Sagoe (Panglima Divisi)

Panglima Wakilah (Wakil Panglima)

Bantara Rama Seutia (Kolonel Ajudan)

Pang Seutia (Kapten Ajudan)

Tuha Adat Peurintah (Kepala Staf Komando)

Keujruen (Staf Ajudan)

Pang Muda Setia (Letnan Ajudan)

Adat Samaindra (Staf Administrasi)

Adat Seumasat (Staf Intelijen)

Adat Peunaroe (Staf Operasi)

Adat Seunaroe (Staf Logistik/Tetorial)

Adat Meuhad (Staf Khusus)

Bala Sideek Tantra (Kops Polisi Militer)

Bala Tantra Rantoe (Tentara Lapangan)

Bala Utooh Pandee (Kops Jeni Bangunan)

Bala Surah Hanta (Kops Perhubungan)

Bala Beuleun Mirah (Kops Palang Merah)

Bala Dapue Balee (Kops Perbekalan Asrama)

Balang Balee Raya (Bataliyon Garnizun)

Balang Meuriam Lila (Bataliyon Arteleri)

Kawan Bala Gajah (Bataliyon Kavaleri)

Meuntara Tuha Adat (Kepala Staf)

Ulee Adat (Perwira Staf)

Ulee Bala (Kepala Kops)

Ulee Balang (Komadan Bataliyon)

Ulee Kawan (Komandan Kompani)

Referensi


http://wawasankoe.blogspot.com/2019/09/sejarah-berdirinya-kerajaan-aceh.html

0 Comments

Post a Comment