Sejarah Torino FC



Torino Football Club adalah salah satu klub tertua di Italia,klub ini berjuluk “Il Toro” yang berarti Si-Banteng berdiri pada tanggal 3 Desember 1906 dengan nama Football Club Torino, bermaskas di kota Turin Italia. Berdiri nya Torino sendiri di awali dari perpecahan yang ada dalam internal Juventus FC, di mana Sang Presiden Juventus saat itu Alfredo Dick kesal dengan rencana pemindahan markas klub keluar kota Turin yang kemudian Dick memutuskan untuk hengkang dari Juventus.

Hengkang dari La Vechia Signora, Alfredo Dick mempunyai rencana mendirikan klub baru yang bernama Torino FC serta membawa beberapa pemain dari Juventus. Impian Dick akhir nya terwujud, setelah berhasil mendirikan Torino, sehingga terjadi rivalitas yang sangat sengit antara dua klub kota Turin tersebut. Pertandingan derby kota Turin antara Juventus dan Torino biasa di kenal dengan sebutan Derby Della Mole. Partai Derby Della Mole yang pertama terjadi yaitu pada tanggal 16 Desember 1906, yang ketika itu Il Toro berhasil mengalahkan Juventus dengan skor 2 – 1.

Di musim 1926 – 1927 sebenar nya Il Toro berhasil meraih gelar scudetto pertama nya namun sayang karena terbukti terlibat skandal pengaturan skor akhir nya gelar tersebut di copot oleh FIGC. Gelar scudetto pertama bagi Torino akhir nya datang semusim berikut nya tepat nya pada 1927 – 1928. Di era 1940-an merupakan masa kejayaan bagi Il Granata yang kala itu berhasil meraih lima gelar scudetto di mana empat kali di antara nya di raih secara berturut -turut yaitu pada musim 1942 – 1943, 1945 – 1946, 1946 – 1947, 1947 – 1948, 1948 – 1949. Masa kejayaan Torino saat itu di kenal dengan sebutan Il Grande Torino yang berarti “Torino Yang Hebat”. Berjalan nya waktu masa, tiba masa kejayaan Il Toro berakhir setelah terjadi salah satu insiden yang paling tragis dalam persepakbolaan Italia yang di kenal dengan Tragedi Superga pada tahun 1949. Tragedi Superga tersebut terjadi karena pesawat yang mengangkut seluruh skuat Torino menabrak bukit Superga hingga menewaskan seluruh penumpangnya.

Pasca tragedi Superga tersebut, Il Toro mengalami penurunan drastis hingga pada tahun 1958 – 1959 mereka terdegradasi ke Serie B namun berhasil promosi kembali ke Serie A di musim berikut nya.Pahit manis yang di terima Torino di Serie A sudah mereka lalui, akhir nya pada tahun 1975 – 1976 Torino berhasil meraih gelar scudetto nya yang ketujuh sepanjang sejarah Il Toro.  Namun performa tidak konsisten yang di tampilkan skuat tim, setelah musim tersebut Il Granata hanya sebagai tim papan tengah Serie A dan sempat beberapa kali naik turun ke Serie B.Masuk di era 1990-an awal kebangkitan Torino mulai kembali, mereka berhasil menjadi runner-up Piala UEFA pada musim 1991 – 1992 dan semusim berikut nya meraih trofi Coppa Italia. 

Meski bukan yang tertua di dunia, kompetisi sepak bola Liga Italia tetap dianggap sebagai kompetisi klasik yang sudah berjalan sejak 1898 silam. Sebelum kompetisi dengan format Serie A bergulir yang dimulai pada1929, kompetisi sepak bola Italia menggunakan sistem turnamen regional. Secara total, Juventus menjadi pengumpul gelar juara terbanyak kompetisi negeri ini. Gelar asli yang mereka miliki sebanyak 31 buah sebelum dua gelar dicopot setelah skandal calciopoli. Di bawah Juve, muncul AC Milan dan Inter Milan yang mengikuti dengan 18 gelar. Selanjutnya, tercipta jarak yang cukup besar soal pengumpul terbanyak gelar juara liga karena di bawah trio tersebut baru muncul Genoa yang mengumpulkan sembilan gelar. Di bawah Genoa, terdapat tiga klub yang mengumpulkan tujuh gelar yaitu Torino, Bologna dan Pro Vercelli. Baik Torino, Bologna maupun Pro Vercelli merajai Liga Italia di masa lampau. Sebelum Serie A bergulir, Genoa dan Pro Vercelli adalah tim terbaik. Namun setelah Serie A bergulir, Torino adalah tim fantastis yang mencuat dengan mengumpulkan lima gelar di periode 1940-an. Mereka merajai Serie A lima musim beruntun di masa itu berkat permainan gemilang yang diperagakan oleh tim yang dikenal dengan sebutan “Il Grande Torino”. 

Kegemilangan Il Grande Torino dimulai saat klub dibeli oleh Ferruccio Novo, industrialis lokal yang mengakuisisi tim ini tahun 1939. Di bawah kepemimpinan Novo, Torino disebut-sebut sebagai klub yang pertama kali memperkenalkan sistem pencarian bakat (talent scouting) di mana Novo mempekerjakan orang-orang yang memang kompeten di bidangnya. Sistem ini sekarang telah digunakan oleh hampir seluruh klub sepak bola profesional di dunia.   Usaha pencarian bakat yang sistematis tersebut sukses. Hasilnya, Torino mendapatkan pemain-pemain yang kelak menjadi legenda mereka seperti Franco Ossola, Ezio Loik, dan tentu saja Valentino Mazzola. Il Grande Torino memperagakan permainan dengan taktik revolusioner 4-2-4. Taktik tersebut menurut para pengamat menjadi inspirasi bagi tim Brasil saat mereka menjuarai Piala Dunia 1958 dan juga tim nasional Belanda tahun 1970-an.  Torino menunjuk Mazzola sebagai kapten tim. Mazzola sering dianggap sebagai salah satu gelandang terbaik yang pernah dilahirkan di Italia berkat tekniknya yang tinggi, fisik yang kuat serta karisma di ruang ganti. Penjaga gawang Valerio Bacigalupo adalah salah satu penjaga gawang yang pertama kali terlihat sering keluar dari sarang untuk menghalau serangan lawan. Mario Rigamonti dan Romeo Menti yang juga anggota tim ini bahkan diabadikan namanya menjadi stadion markas klub Brescia dan Vicenza.  

Kehebatan mereka terbukti ketika pada periode tersebut tim nasional Italia beranggotakan sebagian besar pemain Torino. Bahkan dalam sebuah laga uji coba melawan Hungaria pada 1947, 10 dari 11 pemain starter tim Italia adalah pemain Torino. Sebuah pengakuan yang wajar mengingat dalam kurun waktu tahun 1943 hingga 1949, Torino selalu menjadi juara Serie A.   Takdir memang datang tanpa bisa diduga. Kedigdayaan Il Grande Torino harus berakhir selama-lamanya oleh tragedi kecelakaan pesawat pada 4 Mei 1949, tepat 64 tahun yang lalu. Sekembalinya dari kota Lisbon, Portugal untuk melakoni pertandingan uji coba melawan Benfica, pesawat yang mengangkut skuat Torino beserta staf pelatih menabrak bukit Superga karena terbang terlalu rendah saat hendak mendarat.   Klub-klub peserta Liga Italia lainnya kemudian sepakat memberi gelar scudetto kepada Torino tahun itu sebagai bentuk penghormatan. Namun Torino menolak. Alih-alih menerima pemberian itu, Torino tetap memutuskan untuk menyelesaikan kompetisi yang tinggal tersisa empat laga lagi dengan pemain junior mereka.  Klub-klub lainnya kemudian memutuskan untuk ikut menurunkan pemain-pemain junior sebagai bentuk solidaritas. Torino pada akhirnya memenangi seluruh empat laga sisa, dan memenangi scudetto di lapangan, bukan hasil pemberian.

Referensi


http://sportronz.blogspot.com/2016/11/sejarah-torino-fc.html


0 Comments

Post a Comment