Sejarah Gerhana Bulan

                        


Sejak zaman peradaban Mesopotamia, orang-orang telah memikirkan apa sebenarnya gerhana dan apa pula penyebab terjadinya gerhana yang sangat mengagumkan itu. Mereka yang berkecimpung dalam disiplin ilmu yang bersangkutan dengan alam jagat raya, menamainya dengan Ilmu Astronomi. Para pakar ilmu astronomi ini selalu mengadakan penelitian tentang gerhana, bahkan mereka juga menghubungkan peristiwa alam ini dengan penentuan nasib, mitos-mitos yang berkembang pada zaman itu.

Penelitian ini berlanjut hingga tahun 721 SM. Pada masa ini, orang-orang Babilonia telah mampu membuat suatu perhitungan tentang terjadinya gerhana, yang dikenal dengan istilah “Tahun Saros” (dari bahasa Babilonia “Sharu”). Lama tahun saros ini kurang lebih 18 Tahun 11 hari 8 jam. Jika diukur dengan tahun Hijriyah, lamanya sekitar 18 tahun 7 bulan 6 hari 12 jam atau 223 bulan sinodis[1] sekitar 6585,32 hari.

Baca Juga


Biodata Pamela Safitri dan Tubuh Sexy nya


Biodata Dinar Candy dan Foto Hot nya



Pada tahun 585 SM filosof kenamaan yaitu “Thales”, menstranmisikan pengetahuan tentang siklus saros dari Babilonia ke bangsa Yunani.[3] Ia juga pernah meramalkan bahwa pada tahun itu akan terjadi gerhana. Ramalan Thales ini ternyata tepat sekali dan pada saat itu memang benar-benar terjadi gerhana. Tahun-tahun selanjutnya sudah bermunculan para ahli yang berkecimpung dalam dunia ilmu astronomi, misalnya Cladius-ptolemus, Al Battany dan lainnya. Dan sekitar abad ke XVI dan abad ke XVII M oleh para pakar astronomi kenamaan, diantaranya Johanes Kepler, Galileo Galilei, Sir Isaac Newton dan lainnya, ilmu astronomi makin diperhalus dan dikembangkan.

Perlu diketahui, Seorang ahli falak dari Mesir yang terkenal bernama “Mahmud Phasya al-Falaky” dengan menggunakan bilangan tahun Saros telah memperhitungkan terjadinya gerhana matahari yang terjadi pada saat wafatnya Sayyid Ibrahim putra Nabi Muhammad Saw. Yaitu terjadi pada tahun 10 Hijriyah, tepatnya pada hari senin 29 Syawal 10 H bertepatan dengan tanggal 27 Januari 632 M, jam 08.30 pagi.

Memang di zaman Nabi Saw pernah terjadi gerhana. Yang bertepatan dengan kematian putra Nabi Saw, yaitu Sayyid Ibrahim. Lalu segolongan kaum mengatakan bahwa matahari mengalami gerhana karena wafatnya Ibrahim. Mereka mengatakan demikian dengan maksud mengagungkan Nabi Saw dan putranya. Ketika Nabi Saw mendengar apa yang mereka katakan, Beliau marah, lalu berkhotbah kepada mereka yang isinya menjelaskan bahwa matahari dan bulan merupakan dua pertanda diantara tanda-tanda yang menunjukkan kekuasaan Allah Swt dan tidak ada satu kekuasaan pun bagi seseorang terhadap keduanya. Keduanya tidak mengalami gerhana karena mati atau hidupnya seseorang, betapapun besarnya orang tersebut. Jadi kematian atau kelahiran seseorang tidak berpengaruh sama sekali terhadap terjadinya gerhana matahari dan bulan.[5] Sebagaimana Hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari yang berbunyi,

حدثنا شهاب بن عباد حدثنا ابراهيم بن حميد عن اسماعيل عن قيس قال سمعت أبا مسعود يقول قال النبي صلى الله عليه و سلم إن الشمس و القمر لا ينكسفان لموت أحد و لكنهما آيتان من آيات الله فإذا رأيتموهما فقوموا فصلوا (رواه البخاري)


ٍSyihab bin Ibad telah bercerita kepada kami, ia berkata: telah bercerita kepada kami Ibrahim bin Humaid dari Ismail dari Qais, ia berkata: aku mendengar Aba Mas’ud berkata: Nabi Saw bersabda: sesungguhnya matahari dan bulan tidak mengalami gerhana karena kematian seorang manusia, tapi keduanya merupakan tanda diantara tanda-tanda kebesaran Allah. Jika kalian melihat keduanya (gerhana), maka berdirilah lalu shalatlah.

Sebenarnya gerhana terjadi secara periodik, pada waktu-waktu tertentu yang dapat diketahui dengan hisab (perhitungan). Sama halnya seperti munculnya hilal atau timbul tenggelamnya bulan purnama. Ibnu al-Qayyim berkata: Penyebab terjadinya gerhana bulan adalah posisi bumi yang berada diantara matahari dan bulan sehingga bulan terhalangi untuk memperoleh cahaya matahari hingga yang tertinggal hanyalah gelapnya bayangan bumi pada orbit (jalur peredaran)-nya. Karena sebagaimana yang kita tahu bulan tidak memiliki cahaya, tapi ia memperoleh cahayanya dari matahari.

Sedangkan masyarakat Indonesia sendiri, umumnya masyarakat tradisional dulu, lebih banyak mendasarkan gerhana pada tahayul-tahayul dan mitos-mitos yang diwariskan dari mulut ke mulut. Khayalan dan mitos tersebut diantaranya ialah yang menyatakan bahwa gerhana terjadi karena matahari ditelan oleh raksasa yang bernama “Kala” atau “Kalarahu”. Raksasa ini dibayangkan mempunyai kepala yang besar dan mulut yang lebar. Ia mempunyai leher tetapi tidak mempunyai badan. Oleh sebab itu, masyarakat yang memiliki kepercayaan seperti ini, berusaha melakukan perbuatan-perbuatan mengusir raksasa tersebut. Mereka kan menabuh semua alat yang dapat menimbulkan bunyi, misalnya memukul kentongan, lesung, lumping dan sebagainya. Mereka beranggapan, apabila raksasa mendengar bunyi-bunyian yang ribut tersebut akan lari dan memuntahkan kembali matahari dari mulutnya sehingga matahari bersinar kembali seperti sediakala.

Pengertian Gerhana


Gerhana adalah peristiwa tertutupnya sebuah objek disebabkan adanya benda/objek yang melintas di depannya. Kedua objek yang terlibat dalam gerhana ini memiliki ukuran yang hampir sama jika diamati dari Bumi. Contohnya gerhana Matahari dan gerhana Bulan.

Gerhana Matahari

Gerhana Matahari terjadi saat posisi bulan terletak di antara Bumi & Matahari sehingga menutup sebagian atau seluruh cahaya Matahari. Meskipun Bulan berukuran lebih kecil, bayangan Bulan mampu melindungi cahaya Matahari sepenuhnya karena Bulan yang berjarak rata-rata jarak 384.400 kilometer dari Bumi lebih dekat dibandingkan Matahari yang mempunyai jarak rata-rata 149.680.000 kilometer.

Jenis Gerhana Matahari

Gerhana total terjadi jika saat puncak gerhana, bulatan Matahari ditutup seutuhnya oleh bulatan Bulan. Ketika itu, bulatan Bulan sama besar atau bahkan lebih besar dari bulatan Matahari. Ukuran bulatan Matahari & bulatan Bulan sendiri berubah-ubah tergantung pada masing-masing jarak Bumi-Bulan & Bumi-Matahari.

Gerhana sebagian terjadi jika bulatan Bulan (saat puncak gerhana) hanya menutup sebagian dari bulatan Matahari. Pada gerhana ini, selalu ada bagian dari bulatan Matahari yang tidak tertutup oleh piringan Bulan.

Gerhana cincin terjadi jika bulatan Bulan (saat puncak gerhana) hanya menghalangi sebagian dari bulatan Matahari. Gerhana jenis ini terjadi saat ukuran bulatan Bulan lebih kecil dari bulatan Matahari. Sehingga ketika bulatan Bulan berada di depan bulatan Matahari, tidak seluruh bulatan Matahari akan tertutup oleh bulatan Bulan. Bagian bulatan Matahari yang tidak tertutup oleh bulatan Bulan, berada di sekeliling bulatan Bulan dan terlihat seperti cincin yang bercahaya.

Gerhana hibrida bergeser antara gerhana total dan cincin. Pada titik tertentu di permukaan bumi, gerhana ini muncul sebagai gerhana total, sedangkan pada titik-titik lain muncul sebagai gerhana cincin. Gerhana hibrida relatif jarang.

Gerhana Bulan


Gerhana bulan terjadi saat sebagian/keseluruhan penampang bulan tertutup oleh bayangan bumi. Itu terjadi jika bumi berada di antara matahari & bulan pada satu garis lurus yang sama, sehingga sinar Matahari tidak dapat mencapai bulan sebab terhalangi oleh bumi.

Jenis Gerhana Bulan

Gerhana bulan total - Pada gerhana ini, bulan akan tepat berada pada daerah umbra.

Gerhana bulan sebagian - Pada gerhana ini, tidak seluruh bagian bulan terhalangi dari Matahari oleh bumi. Sedangkan sebagian permukaan bulan yang lain berada di daerah penumbra. Sehingga masih ada sebagian sinar Matahari yang sampai ke permukaan bulan. Gerhana bulan penumbra - Pada gerhana ini, seluruh bagian bulan berada di bagian penumbra. Sehingga bulan masih dapat terlihat dengan warna yang suram.

Referensi

http://sistempemerintahan-indonesia.blogspot.com/2014/02/pengertian-gambar-jenis-gerhana-bulan.html

http://hakamabbas.blogspot.com/2014/10/sejarah-gerhana-bulan.html

0 Comments

Post a Comment