Sejarah Lawang Sewu

Sejarah Lawang Sewu  Lawang Sewu dalam Bahasa Indonesia berarti Pintu Seribu. Itu karena gedung memiliki banyak pintu dan jendela berukuran besar bercorak kuno. Gedung merupakan rancangan arsitek Belanda C Citroen dari Firma  JF Klinkhamer dan BJ Quendag tahun 1903 dan selesai tahun 1907. Gedung awalnya untuk kantor  Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij atau NIS, perusahaan kereta api Belanda.  Bagian depan bangunan bersejarah ini berhiaskan menara kembar model gothic dan terbagi menjadi dua  area, memanjang kebelakang mengesankan kokoh, besar dan indah. Arsitektur Lawang Sewu bergaya art deco  bercirikan ekslusif yang berkembang pada era 1850-1940 di Benua Eropa. Bangunan menghadap ke Taman  Wilhelmina yang

Lawang Sewu dalam Bahasa Indonesia berarti Pintu Seribu. Itu karena gedung memiliki banyak pintu dan jendela berukuran besar bercorak kuno. Gedung merupakan rancangan arsitek Belanda C Citroen dari Firma  JF Klinkhamer dan BJ Quendag tahun 1903 dan selesai tahun 1907. Gedung awalnya untuk kantor  Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij atau NIS, perusahaan kereta api Belanda.

Bagian depan bangunan bersejarah ini berhiaskan menara kembar model gothic dan terbagi menjadi dua  area, memanjang kebelakang mengesankan kokoh, besar dan indah. Arsitektur Lawang Sewu bergaya art deco  bercirikan ekslusif yang berkembang pada era 1850-1940 di Benua Eropa. Bangunan menghadap ke Taman

Wilhelmina yang sekarang Tugu Muda. Di depan Lawang Sewu dulu melintas rel trem kota Semarang, tapi sekarang tak ada lintasan rel dan sudah berubah menjadi jalan raya ramai menjadi lalu-lalang kendaraan bermotor, sepeda dan becak.

NIS merupakan perusahaan swasta yang mendapat izin pemerintah Hindia Belanda untuk membangun transportasi yang menghubungkan wilayah Jawa Tengah, kawasan yang memproduksi pangan, dengan pusat kota dan pemerintahan yaitu Semarang. Stasiun pertama dibangun oleh NIS pada tahun 1873 yang berlokasi di

Tambaksari, Semarang. Stasiun kecil ini pada akhirnya dipindahkan hanya untuk mengangkut barang.  Stasiun baru pun dibangun yakni stasiun Tawang yang sekarang masih beroperasi. Perkembangan perkeretapian zaman Hindia Belanda yang semakin maju, menuntut dibuatnya kantor baru yang sudah tak cukup lagi menampung pekerja administrasi yang juga bertambah banyak. Konon pemerintah Hindia

Belanda sudah menyewa area untuk lokasi perkantoran di sekitar stasiun lama. Tetapi, kondisi Semarang yang terletak di pesisir utara Jawa sering kali diserbu banjir air laut saat pasang. Sehingga akhirnya diperlukan kantor di lokasi lain yang lebih aman dari gangguan tersebut. Maka dibuatlah bangunan berbentuk L berlokasi di Wihelmina Plein yang sekarang menjadi pusat kota Semarang.

Dua orang arsitek asal Amsterdam di Belanda sengaja dipilih untuk mengerjakan rancangan Lawang Sewu.  Lawang Sewu hanya sebutan orang pribumi karena bangunan ini memiliki banyak pintu dan jendela. Padahal  awal mulanya Lawang Sewu merupakan kantor pusat perusahaan kereta api bernama Het Hoofdkantoor Van de  Nederlandsch – Nederlandsch Indishe Spoorweg Naatschappij (NIS).

Seluruh rancangan kantor pusat kereta api tersebut dibuat di Belanda. Barulah setelah rampung dikerjakan, cetak biru gambar rancangan dikirim ke Hindia Belanda. Beberapa bahan bangunan juga diimpor  dari negeri kincir angin tersebut, kecuali batu bata, kayu jati, dan genteng. Pembangunan membutuhkan  waktu tiga tahun sampai akhirnya kantor baru NIS rampung ikerjakan. Bangunan yang sarat akan sejarah ini membawa saya menikmati karya pemerintah Belanda yang dibangun di  Indonesia.

Tentang Lawang Sewu

                            Sejarah Lawang Sewu  Lawang Sewu dalam Bahasa Indonesia berarti Pintu Seribu. Itu karena gedung memiliki banyak pintu dan jendela berukuran besar bercorak kuno. Gedung merupakan rancangan arsitek Belanda C Citroen dari Firma  JF Klinkhamer dan BJ Quendag tahun 1903 dan selesai tahun 1907. Gedung awalnya untuk kantor  Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij atau NIS, perusahaan kereta api Belanda.  Bagian depan bangunan bersejarah ini berhiaskan menara kembar model gothic dan terbagi menjadi dua  area, memanjang kebelakang mengesankan kokoh, besar dan indah. Arsitektur Lawang Sewu bergaya art deco  bercirikan ekslusif yang berkembang pada era 1850-1940 di Benua Eropa. Bangunan menghadap ke Taman  Wilhelmina yang


Saya sedang membayangkan gedung sebesar ini menjadi pusat perkantoran kereta api zaman Hindia Belanda.  Begitu majunya sistem transportasi baru yang diperkenalkan kepada tanah jajahan. Gedung yang memiliki  42 pintu ini, menampung banyak pegawai yang berperan terhadap kemajuan transportasi darat di Indonesia.  Disebut Lawang Sewu karena daun pintu jika dihitung secara rinci berjumlah 1200 dengan kombinasi dengan  2 daun pintu, dan sebagian dengan menggunakan 4 daun pintu, yang terdiri dari 2 daun pintu jenis ayun  [dengan engsel], ditambah 2 daun pintu lagi jenis sliding door/pintu geser).

0 Comments

Post a Comment