Asal Usul Nama Tangerang
Nama Tangerang yang dalam berbagai sumber sering disebut Tangeran muncul dan selalu di sebut sudah sejak lama, baik dalam catatan arsip kolonial, sumber kronik, legenda ataupun babad. Hal ini dapat terjadi karena letak Tangerang yang sangat strategis, yaitu di ujung timur Kerajaan Banten, di tepi sungai Cisadane yang berbatasan dengan Batavia bagian barat yang menjadi pusat kekuasaan VOC.
Tahun 1619 VOC Belanda berhasil merebut Jakarta, mendengar hal ini Sultan Agung dari Mataram, mengirimkan ekpedisi yang sangat terkenal tahun 1628 di bawah tumenggung Bahorekso dan Suro Agul – Agul dalam peperangan ini tampak nyata kota Tangerang mempunyai andil dalam mengusir penjajah. Dengan licik Belanda mengadu domba Sultan Agung Tirtayasa dengan anaknya sendiri yaitu Sultan Haji, karena Belanda di bantu Sultan Haji maka Belanda berhasil mendapatkan tambahan wilayah Tangerang melalui perjanjian pada tanggal 17 April 1684, hal ini adalah sebagai balas jasa Sultan Haji kepada Belanda. Karena letaknya strategis, maka banyak orang berdatangan ke kota Tangerang sebagian penduduk adalah orang Cina yang menjadi tuan tanah, karena membeli tanah dari Belanda. Pada masa Tangerang di bawah tuan tanah inilah muncul berbagai pemberontakan seperti pemberontakkan Kaiin Bapa Kayah yang sangat terkenal itu.
Dari hasil pengumpulan berbagai sumber diharapkan dapat meluruskan kembali pengertian yang salah mengenai istilah Tangerang yang identik dengan kota benteng. Baik VOC maupun sultan Agung Tirtayasa membangun benteng di berbagai perbatasan dan sepanjang muara sungai Cisadane kemungkinan munculnya istilah kota Benteng dari banyaknya benteng kompeni yang didirikan di Tangerang ini. Karena benteng kompeni tersebut sangat kokoh dan permanen.
Dilain pihak masyarakat pribumi menyangkal bahwa nama Tangerang sama dengan kota benteng, bagi mereka Tangerang berawal dari “tengger” atau tanda yang dibuat Pangeran Sugri dari Banten sebagai batas wilayah antara kompeni dengan Banten.
Versi lain menyebutkan bahwa nama Tangerang menurut sumber tidak tertulis berasal dari kata "Tangerang" yang dalam bahasa sunda berarti "tanda". Tanda ini berupa tugu yang didirikan sebagai batas antara batas wilayah VOC dengan Banten. Tugu tersebut terletak di bagian barat sungai Cisadane (kampong Grendeng atau tepatnya ujung jalan Otto Iskandardinata dan didirikan oleh pangerang Sugri, putra Sultan Ageng Tirtayasa sebagaimana diceritakan diatas ).
Asal Mula Penduduk Tangerang
Latar belakang penduduk yang mendiami Tangerang dalam sejarahnya dapat diketahui dari berbagai sumber antara lain sejumlah prasasti, berita-berita Cina, maupun laporan perjalanan bangsa kulit putih di Nusantara. “Pada mulanya, penduduk Tangeran boleh dibilang hanya beretnis dan berbudaya Sunda. Mereka terdiri atas penduduk asli setempat, serta pendatang dari Banten, Bogor, dan Priangan. Kemudian sejak 1526, datang penduduk baru dari wilayah pesisir Kesultanan Demak dan Cirebon yang beretnis dan berbudaya Jawa, seiring dengan proses Islamisasi dan perluasan wilayah kekuasaan kedua kesultanan itu. Mereka menempati daerah pesisir Tangeran sebelah barat”.
Orang Banten yang menetap di daerah Tangerang diduga merupakan warga campuran etnis Sunda, Jawa, Cina, yang merupakan pengikut Fatahillah dari Demak yang menguasai Banten dan kemudian ke wilayah Sunda Calapa. Etnis Jawa juga makin bertambah sekitar tahun 1526 tatkala pasukan Mataram menyerbu VOC. Tatkala pasukan Mataram gagal menghancurkan VOC di Batavia, sebagian dari mereka menetap di wilayah Tangeran. Orang Tionghoa yang bermigrasi ke Asia Tenggara sejak sekitar abad 7 M, diduga juga banyak yang kemudian menetap di Tangeran seiring berkembangnya Tionghoa-muslim dari Demak. Di antara mereka kemudian banyak yang beranak-pinak dan melahirkan warga keturunan. Jumlah mereka juga kian bertambah sekitar tahun 1740. Orang Tionghoa kala itu diisukan akan melakukan pemberontakan terhadap VOC. Konon sekitar 10.000 orang Tionghoa kemudian ditumpas dan ribuan lainnya direlokasi oleh VOC ke daerah sekitar Pandok Jagung, Pondok Kacang, dan sejumlah daerah lain di Tangeran.. Di kemudian hari, di antara mereka banyak yang menjadi tuan-tuan tanah yang menguasai tanah-tanah partikelir.
Penduduk berikutnya adalah orang-orang Betawi yang kini banyak tinggal di perbatasan Tangerang Jakarta. Mereka adalah orang-orang yang di masa kolonial tinggal di Batavia dan mulai berdatangan sekitar tahun 1680. Diduga mereka pindah ke Tangeran karena bencana banjir yang selalu melanda Batavia.
Menurut sebuah sumber, pada tahun 1846, daerah Tangeran juga didatangi oleh orang-orang dari Lampung. Mereka menempati daerah Tangeran Utara dan membentuk pemukiman yang kini disebut daerah Kampung Melayu,migrasi orang Lampung ke Tangerang, diduga terkait perlawanan penguasa Lampung terhadap pemerintahan kolonial pada tahun 1826. Perlawanan ini di pimpin Raden Imba dari Keratuan Darah Putih. Tahun 1826 sampai dengan 1856 merupakan masa perang Lampung (Perang Raden Intan). Namun sayang, pada tanggal 5 Oktober 1856 Raden Intan II gugur dalam peperangan menghadapi tentara jajahan dibawah pimpinan Kolonel Waleson. Perang Lampung pun akhirnya berakhir.
Di jaman kemerdekaan dan Orde Baru, penduduk Tangerang makin beragam etnis. Berkembangnya industri di sana, mengakibatkan banyak pendatang baik dari Jawa maupun luar Jawa yang akhirnya menjadi warga baru. Menurut sensus penduduk tahun 1971, penduduk Tangerang berjumlah 1.066.695, kemudian di tahun 1980 meningkat menjadi 1.815.229 dan hingga tahun 1996 tercatat mencapai 2.548.200 jiwa. Rata-rata pertumbuhan per-tahunnya mencapai 5,23% per tahun.
Untuk sekedar memetakan persebaran etnis-etnis di Tangerang, dapat disebutkan di sini bahwa daerah Tangerang Utara bagian timur berpenduduk etnis Betawi dan Cina serta berbudaya Melayu Betawi. Daerah Tangerang Timur bagian selatan berpenduduk dan berbudaya Betawi. Daerah Tangeran Selatan berpenduduk dan berbudaya Sunda. Sedang daerah Tangeran Utara sebelah barat berpenduduk dan berbudaya Jawa. Persebaran penduduk tersebut di masa kini tidak lagi bisa mudah dibaca mengingat banyaknya pendatang baru dari berbagai daerah. Maka, apabila ingin mengetahui persebaran etnis di Tangerang, tentunya dibutuhkan studi yang lebih mendalam lagi.
Objek Wisata
Pantai Tanjung pasir di Kecamatan Teluk Naga
Pantai Tanjung kait di Kecamatan Mauk
Pantai dadap di Kecamatan Teluk Naga
Situ kelapa dua di Kecamatan Curug
Situ rawa pondoh di Kecamatan Pasa Kemis
Vihara Tjoe Soe Kong di Kecamatan Mauk
Telaga gading serpong di Kecamatan Legok
Penziarahan Solear di kecamatan Solear
Pulau Cangkir di Kecamatan Kronjo
Bumi perkemahan kitri bakti di Kecamatan Curug
Lapangan Udara Budiarto ( sekolah tinggi penerbangan ) di Kecamatan Curug
Kerajinan bambu Ciakar hasil anyaman bambu seperti topi, kipas, hiasan, souvenir, dll. Terletak di Kecamatan Curug dan Cikupa.
Pertunjukkan seni perpaduan antara budaya Betawi, Cina dan Periangan seperti tari Cokek, topeng Betawi, dan seni Tanjidor.
Wisata Belanja dan Kreasi
Perubahan cara pandang dan cara hidup masyarakat Tangerang belakangan ini membuat sebuah kawasan wisata terpadu berupa arena belanja dan rekreasi menjadi sebuah kebutuhan wisata yang mutlak. Beberapa diantara Super Mall Karawaci, juga terdapat pusat belanja, rekreasi, hotel, area pemukiman, lapangan golf bertaraf internasional. Kawasan serupa juga tumbuh subur dibagian lain kabupaten Tangerang , seperti Citra Raya.
0 Comments
Post a Comment