Sejarah Kota Malang

 Sejarah Kota Malang   Malang, merupakan satu buah kota di Propinsi Jawa Timur, Indonesia. Kota ini berada di dataran tinggi yg lumayan sejuk, terletak 90 kilo meter sebelah selatan Kota Surabaya, & wilayahnya dikelilingi oleh Kab Malang. Malang adalah kota paling besar ke-2 di jatim, & dikenal bersama julukan kota pelajar.  Wilayah cekungan (dataran rendahnya) Malang sudah sejak musim purbakala jadi kawasan pemukiman. Sejumlah sungai yg mengalir di kurang lebih ruangan ini membuatnya pas sbg kawasan pemukiman. Wilayah Dinoyo & Tlogomas didapati yaitu kawasan pemukiman prasejarah. Seterusnya, bermacam macam prasasti (contohnya Prasasti Dinoyo), bangunan percandian & arca-arca, bekas-bekas pondasi batu bata, secon saluran drainase, pula beraneka gerabah ditemukan dari musim akhir Kerajaan Kanjuruhan (abad ke-8 & ke-9).     Nama "Malang" hingga sekarang masihlah diteliti asal-usulnya oleh para ahli peristiwa. Para ahli peristiwa masihlah konsisten menggali sumber-sumber buat mendapatkan jawaban yg cocok atas asal-usul nama "Malang". Hingga sekarang ini sudah diperoleh sekian banyak hipotesa berkenaan asal-usul nama Malang tersebut. Malangkucecwara yg terdaftar di dalam lambang kota itu, menurut salah satu hipotesa yaitu nama satu buah bangunan suci. Nama bangunan suci itu sendiri diketemukan dalam dua prasasti Raja Balitung dari jateng yaitu prasasti Mantyasih thn 907, & prasasti 908 ialah diketemukan di satu area antara Surabaya-Malang.


Malang, merupakan satu buah kota di Propinsi Jawa Timur, Indonesia. Kota ini berada di dataran tinggi yg lumayan sejuk, terletak 90 kilo meter sebelah selatan Kota Surabaya, & wilayahnya dikelilingi oleh Kab Malang. Malang adalah kota paling besar ke-2 di jatim, & dikenal bersama julukan kota pelajar.

Wilayah cekungan (dataran rendahnya) Malang sudah sejak musim purbakala jadi kawasan pemukiman. Sejumlah sungai yg mengalir di kurang lebih ruangan ini membuatnya pas sbg kawasan pemukiman. Wilayah Dinoyo & Tlogomas didapati yaitu kawasan pemukiman prasejarah. Seterusnya, bermacam macam prasasti (contohnya Prasasti Dinoyo), bangunan percandian & arca-arca, bekas-bekas pondasi batu bata, secon saluran drainase, pula beraneka gerabah ditemukan dari musim akhir Kerajaan Kanjuruhan (abad ke-8 & ke-9).

Nama "Malang" hingga sekarang masihlah diteliti asal-usulnya oleh para ahli peristiwa. Para ahli peristiwa masihlah konsisten menggali sumber-sumber buat mendapatkan jawaban yg cocok atas asal-usul nama "Malang". Hingga sekarang ini sudah diperoleh sekian banyak hipotesa berkenaan asal-usul nama Malang tersebut. Malangkucecwara yg terdaftar di dalam lambang kota itu, menurut salah satu hipotesa yaitu nama satu buah bangunan suci. Nama bangunan suci itu sendiri diketemukan dalam dua prasasti Raja Balitung dari jateng yaitu prasasti Mantyasih thn 907, & prasasti 908 ialah diketemukan di satu area antara Surabaya-Malang.

Tapi begitu di mana letak sesungguhnya bangunan suci Malangkucecwara itu, para ahli peristiwa masihlah belum mendapatkan kesepakatan. Satu pihak menduga letak bangunan suci itu yaitu di daerah gunung Buring, satu pegunungan yg membujur disebelah timur kota Malang di mana terdapat salah satu puncak gunung yg bernama Malang. Pembuktian atas bukti dugaan ini tetap konsisten dilakukan lantaran nyata-nyatanya, di sebelah barat kota Malang pula terdapat satu buah gunung yg bernama Malang. Pihak lainnya menduga bahwa letak sesungguhnya dari bangunan suci itu terdapat di daerah Tumpang, satu ruangan disebelah utara kota Malang. Hingga waktu ini di daerah tersebut masihlah terdapat satu buah desa yg bernama Malangsuka, yg oleh sebahagian ahli peristiwa, diduga berasal dari kata Malankuca yg diucapkan terbalik. Pernyataan diatas serta dikuatkan oleh sebanyak bangunan-bangunan purbakala yg berserakan di daerah tersebut, seperti Candi Jago & Candi Kidal, yg keduanya ialah peninggalan era Kerajaan Singasari.

Dari ke-2 hipotesa tersebut di atas masihlah pun belum akan dijamin manakah kiranya yg terdahulu dikenal dgn nama Malang yg berasal dari nama bangunan suci Malangkucecwara itu. Apakah daerah disekitar Malang kini, ataukah ke-2 gunung yg bernama Malang disekitar daerah itu. Suatu prasasti tembaga yg ditemukan akhir thn 1974 di perkebunan Bantaran, Wlingi daerah Blitar. Dalam prasati itu tertuliskan" taning sakrid Malang-akalihan wacid lawan macu pasabhanira dyah Limpa Makanagran ". Yg Arti dari kalimat tersebut diatas yaitu : " Di sebelah timur ruangan berburu seputar Malang dengan wacid & mancu, persawahan Dyah Limpa", Dari bunyi prasasti itu nyata-nyatanya Malang yaitu satu ruangan disebelah timur dari tempat-tempat yg tersebut dalam prasasti itu. Dari prasasti inilah diperoleh satu fakta bahwa penggunaan nama Malang sudah ada paling tak sejak abad 12 Masehi. Hipotesa-hipotesa terdahulu, kemungkinan tidak serupa bersama satu pernyataan yg menduga bahwa nama Malang berasal dari kata "Membantah" atau "Menghalang-halangi" (dalam bahasa Jawa berarti Malang). Alkisah Sunan Mataram yg mau meluaskan pengaruhnya ke Jawa Timur sudah cobalah utk menduduki daerah Malang. Warga daerah itu laksanakan perlawanan perang yg hebat. Dikarenakan itu Sunan Mataram mempunyai anggapan bahwa rakyat daerah itu menghalang-halangi, membantah atau malang atas tujuan Sunan Mataram. Sejak itu juga daerah tersebut bernama Malang.

Timbulnya Kerajaan Kanjuruhan tersebut, oleh para ahli histori diliat juga sebagai tonggak awal pertumbuhan pusat pemerintahan yg hingga ketika ini, sesudah 12 abad berselang, sudah berkembang jadi Kota Malang. Sesudah kerajaan Kanjuruhan, di musim emas kerajaan Singasari (1000 thn sesudah Masehi) di daerah Malang tetap ditemukan satu kerajaan yg makmur, tidak sedikit penduduknya pun tanah-tanah pertanian yg sangat subur. Dikala Islam menaklukkan Kerajaan Majapahit lebih kurang thn 1400, Patih Majapahit melarikan diri ke daerah Malang. Beliau selanjutnya mendirikan suatu kerajaan Hindu yg merdeka, yg oleh putranya diperjuangkan jadi satu kerajaan yg maju. Pusat kerajaan yg terletak di kota Malang hingga ketika ini masihlah kelihatan sisa-sisa bangunan bentengnya yg kokoh bernama Kutobedah di desa Kutobedah. Yaitu Sultan Mataram dari Jawa Tengah yg hasilnya datang menaklukkan daerah ini terhadap thn 1614 sesudah mendapat perlawanan yg tangguh dari warga daerah ini.


"Malang tempoe doeloe"


Seperti halnya rata rata kota-kota lain di Indonesia kepada rata rata, Kota Malang modis tumbuh & berkembang sesudah hadirnya administrasi kolonial Hindia Belanda. Sarana umum direncanakan sedemikian rupa biar memenuhi kepentingan keluarga Belanda. Kesan diskriminatif masihlah berbekas sampai waktu ini, contohnya ”Ijen Boullevard” & kawasan sekitarnya. Terhadap mulanya cuma dinikmati oleh keluarga-keluarga Belanda & Bangsa Eropa yang lain, sementara warga pribumi mesti puas bertempat tinggal di pinggiran kota bersama sarana yg kurang memadai. Kawasan perumahan itu kini jadi monumen hidup & amat sering dikunjungi oleh keturunan keluarga-keluarga Belanda yg sempat bermukim di sana.

Kepada periode penjajahan kolonial Hindia Belanda, daerah Malang dijadikan wilayah “Gemente” (Kota). Sebelum th 1964, dalam lambang kota Malang terdapat tulisan ; “Malang namaku, maju tujuanku” terjemahan dari “Malang nominor, sursum moveor”. Disaat kota ini merayakan hri ulang tahunnya yg ke-50 terhadap tanggal 1 April 1964, kalimat-kalimat tersebut beralih menjadi : “Malangkucecwara”. Semboyan baru ini diusulkan oleh almarhum Prof. Dr. R. Ng. Poerbatjaraka, lantaran kata tersebut amat sangat erat hubungannya dgn asal-usul kota Malang yg kepada musim Ken Arok kira-kira 7 abad yg lampau sudah jadi nama dari ruang di kurang lebih atau dekat candi yg bernama Malangkucecwara.

Kota malang sejak mulai tumbuh & berkembang sesudah hadirnya pemerintah kolonial Belanda, terutama waktu sejak mulai di operasikannya jurusan kereta api terhadap th 1879. Bermacam Macam kepentingan masyarakatpun makin meningkat terutama dapat tempat gerak lakukan beraneka aktivitas. Akibatnya terjadilah perubahan tata guna tanah, daerah yg terbangun bermunculan tidak dengan terkendali. Perubahan fungsi lahan mengalami perubahan amat pesat, seperti dari fungsi pertanian jadi perumahan & industri.

Thn 1767 Kompeni Hindia Belanda memasuki Kota

Th 1821 kedudukan Pemerintah Belanda di pusatkan di lebih kurang kali Brantas

Thn 1824 Malang memiliki Asisten Residen

Th 1882 rumah-rumah di sektor barat Kota di dirikan & Kota didirikan alun-alun di bangun.


 Sejarah Kota Malang   Malang, merupakan satu buah kota di Propinsi Jawa Timur, Indonesia. Kota ini berada di dataran tinggi yg lumayan sejuk, terletak 90 kilo meter sebelah selatan Kota Surabaya, & wilayahnya dikelilingi oleh Kab Malang. Malang adalah kota paling besar ke-2 di jatim, & dikenal bersama julukan kota pelajar.  Wilayah cekungan (dataran rendahnya) Malang sudah sejak musim purbakala jadi kawasan pemukiman. Sejumlah sungai yg mengalir di kurang lebih ruangan ini membuatnya pas sbg kawasan pemukiman. Wilayah Dinoyo & Tlogomas didapati yaitu kawasan pemukiman prasejarah. Seterusnya, bermacam macam prasasti (contohnya Prasasti Dinoyo), bangunan percandian & arca-arca, bekas-bekas pondasi batu bata, secon saluran drainase, pula beraneka gerabah ditemukan dari musim akhir Kerajaan Kanjuruhan (abad ke-8 & ke-9).     Nama "Malang" hingga sekarang masihlah diteliti asal-usulnya oleh para ahli peristiwa. Para ahli peristiwa masihlah konsisten menggali sumber-sumber buat mendapatkan jawaban yg cocok atas asal-usul nama "Malang". Hingga sekarang ini sudah diperoleh sekian banyak hipotesa berkenaan asal-usul nama Malang tersebut. Malangkucecwara yg terdaftar di dalam lambang kota itu, menurut salah satu hipotesa yaitu nama satu buah bangunan suci. Nama bangunan suci itu sendiri diketemukan dalam dua prasasti Raja Balitung dari jateng yaitu prasasti Mantyasih thn 907, & prasasti 908 ialah diketemukan di satu area antara Surabaya-Malang.

Patung Chairil Anwar di Kayutangan


Sebelum perang 1947, Malang mempunyai cara unik dalam berperang, yakni tidak dengan senjata, tetapi dengan pena. Untuk selalu mengobarkan semangat para pemuda, atas gagasan seorang pemuda A.Hudan Dardiri, dibangunlah patung penyair binatang jalang kelahiran Medan Chairil Anwar.

Sengaja patung ini dibangun di tengah-tengah poros jalan utama waktu itu, Kayutangan. Dibangun pada tanggal 28 April 1955, diresmikan oleh Wali-kotamadya Malang Sardjono. Saat itu Kayutangan diyakini sebagai jalan persimpangan yang selalu dilewati semua pejuang Malang.

Karena itu, sangat strategis jika ingin menyampaikan pesan apapun kepada masyarakat Malang lewat Jalan Kayutangan. “Biar peluru menembus kulitku, aku tetap meradang, menerjang…”. Ini adalah cuplikan puisi Chairil Anwar yang menggambarkan semangat perjuangan seorang seniman lewat karya sastranya.

Di Malang, peran aktif seniman dalam membangkitkan api perjuangan sangat dihargai. Tepat di ujung Jalan Kayutangan juga terdapat bangunan yang juga menjadi saksi sejarah Kota Malang, yakni Gedung Societeit Concordia.

Gedung ini patut dijuluki sebagai cikal bakal sejarah Malang, karena menjadi tempat tinggal pertama bupati sekaligus menjadi tempat berkumpul pertama warga Belanda saat mulai berani keluar dari benteng pertahanan di Celaket.

Berdasar Surat Resolusi pada 31 Oktober 1820 Nomor 16 (Bupati Soerabaia, 1914) menyatakan bahwa tempat yang sekarang menjadi Sarinah Mall itu adalah Rumah Dinas Raden Panji Wielasmorokoesoemo. Setelah diangkat menjadi Bupati Malang dan Ngantang, lantas berganti nama menjadi Raden Toemenggoeng Notodiningrat.

Jadi, Kantor Kabupaten Malang sebelum berada di lokasi sekarang (Jalan H.Agus Salim), awalnya berada di tempat itu sampai tahun 1839 bersamaan dengan wafatnya beliau. Setelah itu tempat bekas pendapa kebupaten ini diambil oleh Belanda kemudian dijadikan Gedung Societiet Concordia. Dibangun sebelum tahun 1900 dengan gaya Indishe Empire yang bercirikan kolom-kolom Yunani Kuno.Setelah tahun 1914, setelah Malang menjadi kotapraja, gedung tersebut dirobohkan dan digantikan dengan model bangunan kolonial modern untuk mengakomodasi kebutuhan tempat rekreasi warga Belanda. Di sana disediakan seperti meja tempat main kartu, meja biliar, perpustakaan, gedung pertemuan dan ice skating di atap yang datar, dan pada saat tertentu dilapisi es (Ong Kian Bie).

Pada tahun 1947, gedung yang pernah dipakai sedang KNI pusat itu dibumihanguskan dalam rangka strategi perang gerilya dan tahun 1948 gedung tersebut diratakan dengan tanah, lalu dibangun gedung gedung baru untuk pusat pertokoan pertama di Malang yang sekarang bernama Sarinah. Nama Sarinah diciptakan oleh Presiden Soekarno yang berarti abdi masyarakat.

Pertokoan Kayutangan memberikan berkah kepada penduduk pribumi yang mengais rezeki sebagai pegawai toko di Kayutangan. Selai itu juga menjadi tempat pertemuan penduduk Eropa dan pribumi atas nama ekonomi sejak sebelum tahun 1900.Jika mengacu pada buku Stadsgemeente Malang (1914-1939), penduduk Malang tahun 1914 terdiri dari tiga golongan. Yakni, pribumi, 40.000 jiwa, Eropa 2.500 jiwa dan Timur asing 4.000 jiwa. Daerah penyebarannya meliputi, orang Eropa di barat daya alun-alun (Talun, Tongan, Sawahan, Kayutangan, Oro-oro Dowo, Celaket, Klojenlor, dan Rampal).

Orang-orang China menempati daerah Pecinan, orang-orang pribumi di daerah Kebalen, Temenggungan, Jodipan, Talun, dan Klojen Lor. Daerah Kayutangan yang memang diperuntukkan orang Eropa mempunyai ciri bangunan hanya terdapat di pinggir jalan besar, berbentuk kubus dan mempunyai jalan kecil atau gang ke belakang untuk memudahkan mengawasi lingkungan sekitar.

Bentuk penataan yang demikian itu dimanfaatkan penduduk pribumi sebagai tempat bersandar di lingkungan belakang pertokoan ramai untuk mendekatkan diri mencari peluang usaha (karyawan yang bekerja di Jalan Kayutangan) yang dibutuhkan oleh kaum Eropa di pinggir jalan. Kondisi tersebut akhirnya berubah sekaligus menjadi tempat tinggal untuk menetap.Dalam perkembangannya, jalan-jalan kecil (gang) di belakang pertokoan Kayutangan itu mempunyai aktivitas tradisi petan (mencari kutu rambut) bagi ibu-ibu.Sekarang Kayutangan lambat laun tertutupi dengan papan iklan dan bangunan pertokoannya berganti kepemilikan yang beresiko untuk dibongkar dijadikan model pertokoan yang modern. Padahal jika semua pihak mengerti untuk mengembalikan bentuk aslinya dengan membuka façade iklan di depannya, bukan tidak mungkin predikat Kayutangan sebagai komplek paling ramai dan paling bergengsi akan disandang kembali. Semoga.


KISAH SEJARAH KOTA MALANG YANG TAK BANYAK TERUNGKAP 


Balai Kota Malang Dirancang Arsitek Dari Surabaya

Alon –alon asal kelakon artinya perlahan tetapi pasti. Namun, jika alon-aloon, artinya justru sangat berbeda. Aloon-aloon dari bahasa Belanda yang artinya lapangan terbuka. Di Malang ada dua alun-alun yang berada di depan kantor bupati dan balai kota. Bagaimana sejarahnya?

Zaman Hindu-Budha, alun-alun telah dikenal (dalam kitab negara Kertagama, Red). Asal usul kata dari kepercayaan masyarakat tani yang setiap kali ingin menggunakan tanah untuk bercocok tanam, maka haruslah dibuat upacara minta izin kepada dewi tanah dengan jalan membuat sebuah lapangan tanah sakral yang berbentuk persegi empat dan sekarang dikenal masyarakat sebagai alun-alun.

Pada masa Kerajaan Mataram, di alun-alun depan istana rutin diperuntukkan rakyat Mataram jika ingin menghadap penguasa. Alun-alun pada masa itu sudah berfungsi sebagai pusat administrative dan sosial budaya bagi penduduk pribumi.

Khusus Malang, Kantor Residen Menghadap Ke Selatan

Masyarakat berdatangan ke alun-alun untuk memenuhi panggilan atau memdengarkan pengumuman atau melihat unjuk kekuatan berupa peragaan bala prajurit dari penguasa setempat. Fungsi sosial budaya dapat dilihat dari kehidupan masyarakat dalam berinteraksi satu sama lain, apakah dalam perdagangan, pertunjukan hiburan, atau olahraga.Untuk memenuhi seluruh aktivitas dan kegiatan tersebut, alun-alun hanya berupa hamparan lapangan rumput yang memungkinkan berbagai aktivitas dapat dilakukan. Pada masa masuknya agama Islam, seperti di alun-alun Malang, Masjid Jamik dibangun di sekitar alun-alun.Alun-alun juga digunakan sebagai tempat kegiatan-kegiatan hari besar Islam termasuk sholat Idul Fitri. Pada zaman pra-kolonial, baik kota pusat kerajaan di pedalaman atau di pesisir, dibangun berdasar konsep tata ruang yang sama, yakni adanya lapangan luas yang ditengahnya ditanam satu atau dua buah pohon beringin yang disebut alun-alun (Santoso, 1984).

Sistem kaidah yang dipakai orang Jawa disebut Hasta Brata dikenal juga dengan ungkapan Kiblat Papat Limo Pancer, yakni keseluruhan ruang dibagi menjadi 4 atau 8 bagian. Pengelompokan dibuat berdasar padanan hal positif negative, unsure air di timur dan api ditempatkan di barat. Pusat duangan dipandang sebagai pusat dunia. (Sartono Kartodirdjo, 1987). Nah, itulah sebabnya kenapa hampir semua pusat kota di Jawa mempunyai bentuk struktur yang hampir sama, pendapa bupati, masjid jamik, penjara, dan kantor residen (bupati). Sebelah selatan merupakan daerah sacral dan sebelah utara merupakan daerah profane.

Karena itu, di semua alun-alun, rumah bupati selalu diletakkan di selatan, kecuali di Malang yang ditempatkan sebelah timur menghadap ke selatan. Tidak jelas alasannya, tapi kemungkinan karena Malang dikenal daerah dengan pertahanan yang kuat. Sehingga tidak perlu diawasi langsung oleh residen.

Alun-alun Malang didirikan tahun 1882 (Kotapraja Malang, 1964). Jika sejarah itu benar, maka jelas pembangunan alun-alun Malang untuk kepentingan Belanda yang menjadikan alun-alun sebagai pusat kontrol. Hampir semua kegiatan produksi ekonomi terkumpul di sana.

Belanda sengaja menempatkan kantor bupati berhadapan dengan asisten residen (wakil bupati) yang kantornya di selatan alun-alun (sekarang Kantor Perbendaharaan dan Kas Negera). Dan, di sebelahnya masjid jamik yang berhadapan dengan penjara. Maksud setiap saat residen dapat mengontrol kegiatan bupati dan penduduk yang selalu berkumpul di pendapa bupati atau masjid jamik.

Karena alun-alun dipandang sebagai pusat kegiatan kota, maka secara tidak langsung pola pemukiman juga menyesuaikan dengan kondisi tersebut. Pemukiman orang Eropa di sebelah barat daya (Talun, Tongan, Sawahan), orang China di sebelah tenggara (Pecinan), Arab terletak di belakang Masjid (Kauman), dan pribumi di daerah Kebalen, Temenggungan, Jodipan. Sekarang dengan berkembangnya pembangunan kota Malang, keramaian kota menjadi terpecah.


Desain Balai Kota Disayembarakan, Tak Ada Yang Menang


Nah, kata aloon-aloon telah kita bahas arti, fungsi dan asal-usulnya. Terus sekarang, kenapa di Malang terdapat dua alun-alun? Bukankah satu sudah cukup, karena luas tanah dan perkembangan tahun 1900 masih memungkinkan untuk dioptimalkan.Terus kalau dibilang tidak cukup, ya tidak cukup. Alasannya, pertumbuhan Malang ke depan sebagai contoh kota pusat pemerintahan dengan desain tata kota yang baik mempunyai satu syarat, yakni lingkungan yang kondusif.Di Malang dirasa tidak memungkinkan lagi digabungkan pusat kota dengan pusat pemerintahan. Pusat kota telah berkembang sedemikian cepat dengan bertumbuhnya pusat ekonomi, hiburan, keagamaan dan sosial. Sedangkan pusat pemerintahan seiring dengan tumbuhnya Kota Malang harus segera membangun gedung pusat pemerintahan satu atap (block office).

Pada 26 April 1920 pihak Gemeente (Kotapraja) Malang memutuskan untuk membuat daerah pusat pemerintahan baru yang sekarang kita kenal dengan alun-alun bunder atau sekarang kita kenal dengan Alun-alun Tugu sesuai dengan bentuk tanah lapang yang berbentuk bundar.

Sebelum tahun 1914 Malang masih merupakan daerah bagian dari Keresidenan Pasuruan dan kekuasaan tertinggi di Malang adalah sisten residen. Setelah kota Malang dinaikkan statusnya menjadi Gemeente (kotamadya) tanggal 1 April 1914, Kota Malang berhak memerintah daerah sendiri dengan dipimpin oleh seorang burgemeester (wali kota). Jabatan wali kota waktu itu dirangkap asisten residen sampai 1918. Baru tahun 1919 Malang mempunyai wali kota pertana H.I Bussemaker.

Setelah selesai dibangun alun-alun bundar, Malang masih belum mempunyai kantor pemerintahan yang permanen dan berwibawa. Pada tanggal 26 April 1920 dibuat perencanaan perluasan kota yang di dalamnya termasuk pembangunan gedung balai kota sebagai tempat pemerintahan yang baru.

Gagasan perencanaan itu timbul setelah wali kota mengadakan sayembara perencanaan Balai Kota Malang dengan juri Ir.W.Lemei, Ph.N. Te Winkel dan Ir.A.Grunberg. Dari 22 peserta lomba, tidak ada satupun yang memenuhi syarat.Maka tanggal 14 Februari 1927 diputuskan oleh dewan kota agar rancangan yang paling baik diadakan perubahan dan segera dilaksanakan pembangunan dengan anggaran F.287.000. Rancangan yang akhirnya dipakai adalah karya H. F Horn dari Semarang dengan motto Voor de Burgers van Malang (Untuk Warga Malang).

Pembangunan balai kota dilaksanakan pada 1927-1929 dan mulai ditempati September 1929 oleh wali kota kedua Ir.E.A Voorneman, Ruang wali kota dirancang sendiri oleh C.Citroen dari Surabaya yang sampai sekarang masih terlihat megah. Bangunan yang tetap dipertahankan keasliannya ini menjadi bangunan cagar budaya di Malang yang dirancang bersama-sama para arsitek terkenal di Jawa saat itu. Nah, keinginan untuk mempunyai dua alun-alun telah kelakon meskipun dengan alon-alon. Menurut saya lebih alon-alon asal kelakon, tapi kelakonnya dengan hasil yang perfect dari pada ora alon-alon ora kelakon (cepat tapi tidak sesuai harapan). Tinggal sekarang bagaimana kita memanfaatkan kelakon itu dengan cerdas.


KISAH SEJARAH KOTA MALANG YANG TAK BANYAK TERUNGKAP


Lahir Prematur, 5 Tahun Kota Malang Tak Punya Wali Kota

Sejarah menyebutkan, jika diibaratkan bayi, Kota Malang lahir secara prematur. Mengapa? Siapakah orang Belanda yang pernah jadi Wali Kota Malang, tetapi sempat menggulirkan refprmasi birokrasi? Pada 2007 saya pernah melakukan survei. Di antara pertanyaan yang saya berikan kepada para responden adalah, apakah Anda mengetahui kapan hari jadinya Kota Malang? Hasilnya, 68 persen menjawab tahu, 26 persen menjawab tidak tahu, dan sisanya tidak menjawab.

Dari yang menjawab tahu, saya beri pertanyaan lagi, apakah Anda mengetahui kisah sejarah yang melatarbelakangi mengapa Kota Malang ditetapkan hari jadinya pada 1 April? Hasilnya, 94 persen menjawab tidak tahu, 5 persen menjawab tawur alias tahu tapi ngawur dan satu persen menjawab dengan benar.

Berdasarkan hasil survei tersebut, rasanya cukup relevan jika pada hari jadi Kota Malang yang ke-98 ini seputar kisah sejarah yang melatarbelakanginya diungkap.

Benarkah bahwa kelahiran Kota Malang itu disebut sebagai kelahiran yang prematur?

Dari catatan sejarah, pada 1 April 1914 (ditetapkan sebagai hari jadinya Kota Malang) itu sebenarnya Kota Malang belum matang untuk dilahirkan. Sebab, saat itu belum mempunyai dewan kota, dan belum punya burgemester (wali kota).

Bahkan sampai 1919, belum punya kantor pemerintahan (balai kota) dan belum punya beberapa fasilitas layaknya sebuah kota mandiri.

Ibarat kelahiran seorang bayi, ibu bidan belum datang, belum ada popok dan pas suami keluar kota. Bisa dibayangkan, bagaimana rumitnya persalinannya itu. Hal tersebut terjadi karena Kawedanan Kotta (Kota Malang) terlalu cepat tumbuh berkembang setelah ditetapkan menjadi a full blown town (kota yang dewasa) pada 1905. Bahkan pertumbuhannya melebihi daerah lain di Jawa (Gedenkbook Gemeente, 1939).

Sehingga, mau tidak mau, siap tidak siap, harus memisahkan diri dari Kabupaten Malang untuk memerintah diri sendiri. Angka pertumbuhan penduduk, perpindahan penduduk, dan pertumbuhan ekonominya, semua bergerak dengan cepat. Bank, hotel, tempat hiburan (societeit), sekolah, rumah klinik muncul di beberapa tempat.

Hal ini dikhawatirkan jika tidak segera dibentuk pemerintahan sendiri yang kredibel, maka akan menjadi permasalahan sosial yang sulit diatasi di kemudian hari. Untuk itu berdasar keputusan Instellings-Ordonnantie pada 1914 Staatsblad Nomor 297, Malang ditetapkan menjadi gemeente (kotapraja) dan sampai sekarang diperingati sebagai hari ulang tahun Kota Malang.Pada awal 1914 Kota Malang adalah bagian dari Kabupaten Malang di bawah jajahan pemerintah Belanda. Kabupaten Malang mempunyai 8 distrik atau kawedanan. Yakni Kawedanan Karanglo, Pakis, Gondanglegi, Penanggungan, Sengoro Antang (Ngantang), Turen, dan Kawedanan Kotta.

Sedangkan Kabupaten Malang sendiri menjadi bagian dari Karesidenan Pasuruan bersama Kabupaten Bangil dan Kabupaten Pasuruan berdasar Staatsblad Nomor 6 Tahun 1819.Pada saat itu Kawedanan Kotta dibagi menjadi 13 kampoong, yakni Kidulpasar, Taloon (Talun), Kahooman (Kauman), Leddok, Padeyan, Klojen, Lor Alun, Gadang, Tameengoonhan (Temenggungan), Palleyan (Polean), Jodeepan (Jodipan), Kabalen dan Cooto Lawas (Kota Lama).

Tahun 1800 setelah kebangkrutan VOC, Kabupaten Malang masih dirasa merupakan wilayah yang kurang menarik untuk dijadikan tempat tinggal. Pemerintah Belanda saat itu hanya memfungsikannya sebagai daerah pertahanan (terugval basis) tanpa punya nilai ekonomis yang tinggi.

Malang kemudian menjadi primadona Belanda dan menjadikannya kota terbesar kedua di Jawa Timur setelah diberlakukannya Undang-Undang Gula (Suikerwet) dan Undang-Undang Agraria (Agrarischewet) pada 1870 yang memberikan kebebasan masyarakat luas untuk dapat menyewa lahan sampai dengan 75 tahun.Saat itu sebagian besar orang Belanda berbondong-bondong datang ke Malang untuk menanam kopi untuk kebutuhan ekspor ke Eropa yang bernilai sangat tinggi dan suiker (gula tebu). Malang dianggap daerah yang subur, mempunyai udara sejuk dan mempunyai akses jalan utama ke pelabuhan Surabaya.

Dilanjutkan dengan dikeluarkannya Undang-Undang Desentralisasi (Decentralisatiewet) pada tahun 1903 yang kemudian ditetapkan pada 1905 yang intinya memberikan hak pemerintahan sendiri kepada karesidenan dan kabupaten (afdeling) yang diperintah oleh dewan wilayah (kabupaten) dan dewan kotapradja (gemeenteraad).Sedangkan ketua dewan wilayah adalah seorang residen dan ketua dewan kotapradja adalah seorang burgemeester (wali kota). Pada 1914 wali kota masih dirangkap Asisten Residen F.L Broekveldt digantikan oleh J.J. Coert sampai 1919 dengan terpilihnya Mr. H.I. Bussemaker sebaga Wali Kota Malang yang pertama.Perlu diketahui, karena prestasinya membangun Kotapraja Malang, H.I. Bussemaker setelah menjabat dua periode (1919-1929) dipercaya menjadi Wlikota Surabaya pada 1 Maret 1929.

Sebenarnya untuk ukuran kota yang baru berdiri, Kota Malang telah mencatat prestasi yang luar biasa. Bayangkan, dalam 9 tahun sejak diberlakukannya beberapa undang-undang, Kota Malang yang dulunya menjadi bagian dari Pasuruan, melejit menjadi kota terbesar kedua di Jawa Timur.

Belum lagi prestasi-prestasi di bidang lainnya. Tetapi ternyata perkembangan yang sedemikian pesat itu tidak membuat pemerintah puas diri. Karena tingkat kemandirian di beberapa bidang, proses penetapan dalam sistem pengambilan keputusan masih tergantung pada pemerintah yang lebih tinggi.

Meskipun sama-sama orang Belanda, Wali Kota Malang didukung 40.000 orang penduduk (33.500 pribumi, 2.500 Belanda, dan 4.000 China, dan Arab) sangat berani untuk mengajukan beberapa hal yang kontroversial. Seperti melakukan reformasi pemerintahan (bestuurs-hervormings-ordonnantic, 1922) dari sistem desentralisasi menjadi dekonsentrasi yang memperoleh wewenang mengatur daerah lebih besar dan kotapraja (gemeente) diganti dengan staadsgemeente.

Pada saat Pulau Jawa dibagi menjadi 3 bagian, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur (Provincie-Ordonnantic Tahun 1926), Kota Malang menjadi pemimpin ibu kota Karesidenan, membawahi Kabupaten Pasuruan, Probolinggo dan Lumajang.

Nah, kalau saat lahir luasnya 15,03 kilometer persegi dengan jumlah penduduk 40 ribu orang, sekarang menjadi 110 kilometer persegi dengan jumlah 820.000 orang. Saatnya di ulang tahun kali ini Kota Malang dapat membuktikan kelahiran prematur itu membuat dewasa lebih cepat atau tidak sepat dewasa?

0 Comments

Post a Comment