Sejarah Sepak Bola Jerman


Pada edisi pertama tersebut kondisi timnas bisa disebut sebagai underdog, betapa tidak dengan kondisi Negara yang hancur dan kalah perang tentu nasionalisme mereka sedang berada di titik terbawah. Pada saat itu sepekbola dunia sedang tertuju pada Negara Eropa Timur sebagai kiblat sepakbola dengan Hungaria sebagai tokohnya dan Amerika Selatan dengan Brazil dan Argentina tentunya. Tapi nasib berkata lain, tim panser yang pada babak penyisihan hancur oleh tim besar Hungaria dengan skor yang cukup mencolok yakni 8 – 3, malah balik Juara dengan mengalahkan tim Hungaria pada babak final dengan skor tipis 3 -2. Dampak positifnya yaitu kepercayaan diri Negara Jerman sebagai penjahat perang dari PBB dan hancur leburnya Negara mereka dengan dibagi menjadi Jerman Barat dan Jerman Timur mulai bangkit kembali dengan menguasai dunia Sepakbola sejagat. Dalam partai final tersebut meskipun dengan film masih hitam putih, saya dapat melihat bagaimana semangat pantang menyerah, disiplin, kolektifitas (tidak mengandalkan salah satu pemain), nasionalisme mereka begitu kuat tertuang dalam sepakbola dengan Fritz Walter sebagai komandonya. Kondisi tersebut tentu saja membalikan prediksi semua orang, bahwa Hungaria dapat menang dengan mudah dari tim Jerman.

Pada edisi selanjutnya yakni pada piala dunia 1966 di Inggris. Pada saat itu sepakbola Jerman sudah mulai dilirik Dunia setelah menjuarai pada tahun 1954. Pada momon ini Jerman diperkuat beberapa alumnus dari 1954 yang tentu usianya sudah tidak muda lagi. Tapi ada satu pemain muda yang pada saat menempati sebagai posisi gelandang, dan dengan pemuda inilah sepakbola Jerman menjadi salah satu kiblat Dunia. Dia adalah Franz Beckenbauer yang dengan disipilin menempel bintang Inggris saat itu Booby Charton agar tidak leluasa berkreasi. Mungkin saya melihat jika ada pemain Jerman yang paling menonjol samapi saat ini sudah barang tentu sang Kaisar ini, selebihnya bagus tapi tetap menampilkan kolektifitas/kerjasama tim, berbeda dengan Negara Argentina dengan Maradona, Messi, Brazil dengan Pele, Ronaldo, Portugal dengan CR7, Francis dengan Zidane, Italia dengan Guiseppe Mieza dsb. Memang pada piala dunia ini Jerman kalah dipartai Final yang sampai saat ini masih terjadi perdebatan, terutama dengan gol dari pemain Inggris yang di sahkan oleh wasit, padahal belum melewati garis dalam gawang. Tapi saya tidak mempersalahkan hal tersebut, toh sudah terjadi. Tetapi dengan munculnya beberapa pemain muda di tubuh tim Panser dan dengan kejeniusan sang Kaisar, merupakan peletakan batu pertama karakter Jerman pada sepakbola.


Piala dunia 1970 Meksiko. Salah satu momen yang saya kenang ialah bukan pada saat kemenangan pertama di Piala Dunia tim Panser atas timnas Inggris, tetapi saat semifinal dengan Italia. Pertandingan semifinal saat itu merupakan semifinal yang paling a lot dan momen sejarah. Mengapa, karena bertemunya dua kekuatan sepakbola dunia yakni Italia dan Jerman, para bintang pada masing-masing kubu, skor yang cukup tipis dengan saling serang dan berbalik gol 4 -3. Saat itu sang Kaisar mengalami cedera yang cukup serius pada lengan kanannya. Tetapi mungkin dalam fikirannya “ seandainya saat meminta pelatih untuk ditarik keluar karena cedera yang saya alami, maka saya tidak menjadi bagian sejarah dari momen ini, Negara saya sedang butuh saya dan saya wajib membelanya”. Dengan lengan yang lilit kait, sang Kaisar memimpin rekan-rekannya menghadapi Italia, sayang memang Jerman kalah dengan skor tipis 4 – 3 lewat perpanjangan waktu yang cukup alot dan Italia melaju ke Final menantang Brazil. Tetapi saya catat, semangat pantag menyerah tim ini perlu di cetak tebal.

Piala Dunia 1974 yang berlangsung dirumah sendiri merupakan buah kesabaran dari Jerman dalam membangun sepakbola, terutama sang Kaisar. Pada kesempatan ini, tim panser begitu apik dengan determinasi tinggi dan ditunjang oleh pemain-pemain handal dari Kiper, bek, gelandang sampai striker dengan sang Kaisar sebagai Jenderalnya. Piala dunia ini pula dunia tertuju pada dua nama besar yakni tentu sang Kaisar dan sang composer timnas Belanda yakni Johan Cruiff. Pada partai final yang dilangsungkan distadion olimpiade Munchen, seakan mempertontonkan siapa terbaik dari kedua pemain ini. Sang composer dengan kepintarannya dalam mengalirkan serangan-serangan dan sang kaisar dengan kejeniusannya membuat pertahanan yang sulit ditembus. Dan hasil akhir, ternyata buah kesabaran sang Kaisar menuai hasil dengan Jerman memenangkan partai Final itu dengan skor tipis 2 -1. Tetapi dunia mencatat bahwa Johan Cruiff boleh dikatakan sebagai pemain hebat yang pernah ada di palanet bumi ini, tapi tetap yang terhebat ialah yang pernah mengangkat tropi piala dunia dan Beckenbaur pernah mencicipi tropi ini. Analisis saya mengatakan mengapa Maradona lebih hebat dari Messi, karena bedanya hanya satu, yakni Maradona pernah mengangat piala dunia sementara Messi belum. Begitupula dengan Pele legenda Brazil yang pernah mengangkat tropi paling bergengsi ini dengan torehan 3 x juara dunia sehingga piala dunia edisi ini (Jules Rimet) milik seutuhnya Brazil.

Piala Dunia 1982 Spanyol. Pada momen ini saya melihat semangat pantang menyerah timnas ini begitu kental. Meskipun pada edisi ini muncul nama yang begitu popular apalagi di hati penggemar Inter Milan, dia adalah Karl – Heinz Rummannige. Bahkan ada yang berkata bahwa piala dunia Spanyol adalah pertempuran antara Rummanige – Maradona – Zico – Platini. Satu momen yang saya analisis ialah pada saat semifinal dikala timnas ini bertemu tim ayam jantan Francis dengan sang kapten Michel Platini. Permainan kedua tim begitu seimbang dan Jerman hanya punya kelebihan semangat pantang menyerah dari tim ayam jantan ini. Tetapi jika dilihat dari skill, para pemain Francis sedikit diatas tim panser, tetapi Jerman tetap lah Jerman, meskipun punya pemain bagus tetap kerjasaman tim nomor satu. Saat itu waktu perpanjangan waktu tim panser tertinggal dari Francis, tetapi begitu Rummanige masuk, cerita berubah dan Jerman berhasil menyarankan gol untuk menyamakan kedudukan dan memaksa duel lewat adu pinalti. Saya manganalisis bahwa Jerman sedikit berada diatas Francis, kenapa?. Karena betapa tidak waktu hampir sedikit lagi tapi Jerman berhasil menyamakan kedudukan, lalu kondisi fisikologis Jerman yang mulai naik lagi setelah menyamakan kedudukan sedangkan tim Francis sebaliknya. Dan terlihat Jerman dapat memenangkan partai ini dengan begitu dramatis dengan penyelamatan gemilang dari kiper rock n roll mereka yakni Harland “Tony” Schumacher. Sehingga menantang Italia di partai Final.

Piala dunia 1986 Mexico. Saya menganalisis hanya pada partai final ketika tim ini bertemu Argentina dengan mega binangnya Maradona. Pada saat itu pelatih Jerman “sang Kaisar” memerintahkan anak emasnya “Lothar Mathaeus” untuk tetap menempel dengan ketat sang mega bintang, maka kemanapun Maradona pasti ada Mathaeus yang mengawal. Pada saat itu tim Jerman sudah tertInggal dua gol dari tim Tango, tetapi lewat kerjama dan semangat pantang menyerah khasnya, Jerman berhasil menyamakan kedudukan lewat gol Rudi Voller dan Rummanige. Menurut saya sebuah tim ketinggalan dua gol pada partai puncak sebesar piala dunia tentu memerlukan pengalaman yang banyak dan terlatih, tim panser merupakan salah satu tim yang bisa melakukan hal itu. Dan semenjak gol tersebut kondisi permainan semakin seru. Kedua tim saling menyerang dan masing-masing kiper juga dibuat repot. Tetapi setelah Mathaeus diganti, Maradona semakin leluasa mengeluarkan tuahnya, dan hasilnya satu assit saat serangan balik yang apik, membuat Brucchaga berhasil memasukkan bola melewati kiper Schumacher dan Argentina juara untuk kedua kalinya.


Piala dunia 1990. Analisis saya bukan tertuju pada partai final yang banyak pengamat mengatakan sebagai parati final membosankan dan dimenangkan tim panser dengan skor 1- 0 lewat pinalti Brehme, dan memang saya lihat Argentina saat itu agaknya hanya mengandalkan Maestro Diego Maradona dan Goycochea sang kiper untuk meladeni bintang-bintang Jerman dan menginginkan pertandingan lewat adu pinalti. Tetapi lebih pada partai semifinal melawan timnas Inggris yang saat itu dipenuhi bintang-bintangnya seperti Peter Silton, David Platt, John Barnes, si badut Paul Gascoigne, Chris Wadle dan tentu saja sang striker ramah yang selama menjadi pemain belum pernah mendapat kartu yakni Gary Lineker. Terlihat pada babak pertama terjadi pertarungan sengit dengan Jerman lewat bintang yang banyak merumput di liga Italia yakni trio Inter Milan (Mathaeus, Klinsmann dan Brehme), Juventus (Moller, Kohler, Reuter) dan AS Roma (Rudi Voeller dan Haessler) bertemu dengan bintang Inggris. Gol pertama Jerman muncul karena keberuntungan dari tendangan bebas oleh Brehme dan membuat kiper Inggris kaget. Tetapi dengan kecerdikan sang striker Inggris (saya masih menilai striker ini adalah yang terbaik yang pernah dimiliki Inggris) yakni Liniker berhasil melewati hadangan bek Jerman sehingga dengan sedikit tipuan berhasil membol gawang Jerman yang dikawal Bodo Illgner. Pertandangan ini dilanjutkan dengan drama adu pinalti, dan Jerman dengan mentalnya berhasil mengalahkan the tree lions dengan begitu dramatis (sejak saat itu timnas Inggris selalu kalah sampai saat ini jika bertemu Jerman lewat adu pinalti).

Piala dunia 2002 Korea – Jepang. Timnas jerman datang dengan status compang-camping. Betapa tidak genearasi Klinsmann mulai ditinggalkan tim panser, dan hanya satu bintang muda saat itu yang ditampilkan ialah Michael Ballack dan tentu saja Kiper “Gorila” Oliver Kahn. Dengan begitu membosankannya kita disuguhkan permainan tim panser yang benar-benar “text book” dan susah payah menyudahi perlawanan lawan-lawannya di babak sebelumnya sampai pada partai puncak melawan tim “samba” Brazil meskipun kekalahan dari tim samba sudah diperkirakan sebelumnya oleh semua pengamat. Dalam kali ini saya menganalisis secara keseluruhan pertandingan tidak dalam satu pertandingan seperti pada piala dunia sebelumnya. Dengan hanya mengandalkan Ballack di edisi kali ini, karena satu bintang muda lainnya yang benar-benar diharapkan yakni Sebastian Deisler tidak dibawa Rudi Voller karena cedera. Tetapi Jerman tetaplah Jerman, dari jaman kapten Helmut Rahn sampai kapten Philip Lahm tidak mengandalkan seorang bintang. Permainan kolektifitas/kerjasama tim adalah nomor satu dan tentunya dengan staying power ala prajurit Nazi. Tetapi saya mencatat ada beberapa momen dimana tim ini sudah tidak dapat mencetak gol ke gawang lawan, ternyata muncul pemain-pemain pengganti sebagai pemcah kebuntuan seperti yang dilakukan Oliver Bierhoff pada Final Piala Eropa 1996. Saat menit akhir Rudi Voller memasukkan Oliver Neuvile dan hasilnya nampak nyata, langsung berhasil membantu kemenangan Jerman atas Paraguay.

Piala Dunia 2010 Afrika Selatan. Mohon maaf sebelumnya saya tidak menganlisis piala dunia 2006 di Jerman karena saya sungguh kagum melihat permainan para anak muda tim panser yang rata-rata usia mereka 24 tahun secera keseluruhan, memaikan Permainan sepakbola begitu atraktif. Hal ini kontras dengan ala “text Book” tim panser sebelumnya. Permainan mereka begitu eksplosif total football ala tim Belanda dengan bertahan ala Jerman, praktis, dan begitu mudahnya memasukkan bola ke gawang lawan. Inggris dan Argentina adalah dua negera besar sebagai kiblat sepakbola sudah merasakan bagaiman garangnya tim panser kala itu yang di arsiteki Joachim Loew dihancurkan dengan skor begitu tinggi 4 -1 dan 4 – 0, padahal saat itu Inggris mempunayi bintangnya Wayne Rooney dan superstar Lionel Messi di kubu Argentina. Memang sejak babak belur di piala eropa 2000 dan 2004, tim ini melakukan perobahan total dari mulai manajemen, petinggi DFB (PSSI –nya Jerman), kepelatihan, regenerasi sampai keuangan benar-benar direformasi total. Jurgen Klinsmann sejak ditunjuk pelatih pada piala dunia 2006, mereformasi pasukannya dan gaya berlatih dan strategi. Kita tahu di eranya, si “kijang” Klinsmann ini adalah salah satu striker berbahaya dan sepakbola Jerman lebih maju kedepan dengan mengedepankan permainan eksplosif/menyerang dan menyerang. Mungkin pada era itu hanya tim Spanyol yang dapat menghentikan laju tim panser selama ini, yang memang masa keemasan tim Spanyol sedang dalam kondisi puncak.

Piala Dunia 2014 Brazil. Saya boleh menyebut piala dunia kali ini sebagai jejak awal tim Eropa merajai Amerika. Karena baru Jerman yang menjuarai piala dunia di tanah Amerika yang sebelumnya pernah dilakukan Brazil saat piala dunia digelar di Swedia 1958. Kutukan yang selama ini melekat pada tim Eropa, sirna dengan kemenangan Jerman atas Argentina pada partai puncak. Ini adalah buah reformasi yang dibangun Klinsmann dan Loew secara bersama-sama, buah kesabaran yang selalu gagal pada partai puncak karena di jegal Italia pada piala dunia 2006, Spanyol piala Eropa 2008, Italia piala Eropa 2012. Dan pada kali ini pula tim panser mencatatkan beberapa rekor fantastis, yakni Miroslav Klose menjadi top skor piala dunia sepanjang sejarahdengan 16 gol melampaui Ronaldo dari Brazil, Berubahnya peran seorang kiper yang hanya menjaga gawang tetai juga berperan sebagai sweeper yang begitu baik dipernkan oleh Manuel Neurer, skor 7 -1 pada partai semifinal menjadikan skor tertinggi sepanjang piala dunia dan mimpi buruk bagi Brazil, reformasi sepakbola dengan bergesernya formasi satu/dua striker di depan dengan tanpa menggunakan striker atau istilahnya false number nine, tiki –taka ala tim panser hasil pembinaan dari Pep Guardiola yang melatih tim Bayern Munchen dan saya melihat mengapa tim Jerman begitu akurat dalam melepaskan pasing-pasingnya dan fleksibilitas strategi Loew di setiap laga, yakni bahwa tim panser menggunakan kecanggihan teknologi. Jadi Jerman telah paham bahwa skill pemain dilapangan, startegi, semangat juang, disiplin, permainan atraktif saja tidak cukup saat ini dalam sepek bola untuk memenangkan pertandingan dan semua itu bisa dibantu dengan teknologi yang dapat mensimulasikan bagaiman pertandingan dapat berjalan. Kita ambil contoh ketika piala dunia 2006 saat tim panser jumpa Argentina dalam drama adu pinalti, penjaga gawang jerman saat itu Jens Lehmann sudah mempelajari karakteristik dari para penendang dari tim Tango, atau bagaimana Loew memasukkan Mario Gotze untuk menggantikan Klose sebelum akhirnya di kecil ini menjadi penentu kemenanan Jerman dan jika diliaht dari pola serangan, jelas itu merupakan pola permainan tanpa striker murni. Hal ini pula sudah diterapkan oleh klub-klub Bundesliga pada umumnya seperti Borussia Dortmund saat menjadi jawara kedua pada Liga Champions 2013 sebelum kalah dari Munchen di Final.
Entah apa lagi pelajaran yang dapat kita ambil dari keberhasilan tim ini di masa nanti, hanya sejarah saja yang dapat mencatatnya, tetapi dengan keterpurukan timnas kita (Garuda Jaya) diberbagai ajang yang diikutinya, maka hendaknya mulailah melihat keberhasilan tim panser ini sebagai contoh, jangan pernah mengandalkan seorang bintang untuk dapat merubah permainan tim, karena sepakbola permainan tim, reformasi sepakbola dengan menempatkan orang sepakbola dalam organisasi pusat dan jauh dari campur tangan politik. Jerman sudah melakukannya dari mulai Direktur Teknik Matthias Sammer, Manajer Oliver Bierhoff, pelatih kiper Andrea Koepke, orang dibalik layar DFB ialah sang Kaisar Beckenbauer dan tentu saja Negara ini paling anti dalam memperkerjakan “orang lain” sebagai pelatih kepala dari zaman Sepp Herberger sampai Joachim Loew semua putra dari Jerman dan tentu saja para “kritik” dari maestro-maestro yang pernah bermain di tim panser yang senantiasa memberi masukan dengan setiap pada tim ini.

0 Comments

Post a Comment