Misteri Dibalik Keindahan Gunung Arjuno


Misteri Dibalik Keindahan Gunung Arjuno – Arjuno adalah nama salah satu tokoh pewayangan yang terkenal paling rupawan, sakti mandraguna, suka bertapa, suka mencari ilmu dan terkenal memiliki banyak istri. Dinamakan gunung Arjuno karena gunung ini diyakini oleh masyarakat sebagai tempat pertapaan Arjuno.

Gunung Arjuno (Arjuna) memiliki ketinggian sekitar 3.339 mdpl dan berada di bawah pengelolaan Taman Hutan Raya Raden Soeryo. Jalur pendakian menuju Arjuno biasa dilalui dari tiga jalur yang cukup dikenal yaitu Lawang, Tretes dan Batu. Karena masih dalam satu rangkaian dengan Gunung Welirang, banyak orang menyebut dua gunung ini sekaligus sebagai Arjuno-Welirang.

Gunung Arjuno ini dikenal sebagai lokasi pemujaan agama Hindu-Budha sejak era Singasari dan Majapahit, bahkan hingga sekarang di kawasan Arjuno masih banyak ditemukan peninggalan bersejarah seperti arca maupun candi.

Beberapa kisah mistis seringkali menjadi 'oleh-oleh' para pendaki gunung Arjuno, baik dari pengalaman pribadi maupun penuturan warga sekitar.

Baca Artikel Terkait :

Gunung Semeru : Gunung Tertinggi Di Pulau Jawa

Gunung Kawi dan Mitos Pesugihan

Misteri Gunung Bromo

Misteri Gunung Kelud dan Keangkerannya

Asal Usul Gunung Arjuno

Dikisahkan, Arjuna (Tokoh Pewayangan) sedang melakukan tapa brata di sebuah gunung dengan tujuan mendapatkan kesaktian yang tidak ada lawannya. Karena sudah terbiasa menjalani laku tapa brata, Arjuno dengan mudah mencapai taraf khusyu’. Semakin lama semakin khusyu’ sehingga gunung yang menjadi pertapaannya tumbuh semakin tinggi menjulang. Semakin lama semakin tinggi hingga menyentuh kahyangan tempat para dewa bersemayam.

Kawah Condrodimuko bergolak sehingga membuat penghuni Kahyangan menjadi geger, Batara Guru, raja para dewa memerintahkan Batara Narada untuk menyelidiki penyebabnya. Setelah mengetahui penyebabnya, Batara Narada memerintahkan para dewa untuk menghentikan perbuatan Arjuno. Namun semuanya gagal, tidak ada yang mampu menghentikan tapa Arjuno.

Akhirnya Batara Ismaya diturunkan ke Bumi dengan menjelma menjadi Semar. Ketika menghadapi Semar, Arjuno menjadi luluh lalu membatalkan tapa bratanya. Semar memotong puncak gunung tempat Arjuna bertapa lalu dilemparkan ke tempat lain. Selanjutnya, gunung tempat pertapaan tersebut disebut Gunung Arjuno, dan potongannya dinamai Gunung Wukir. ampai sekarang, setiap bulan Suro, di salah satu goa di lereng gunung Arjuno, banyak didatangi orang yang mengharapkan berkah ilmu kesaktian atau ilmu penakluk wanita.


Gending Ngunduh Mantu


Pengalaman mendengar lantunan suara gamelan di tengah gunung banyak diceritakan dari banyak tempat pendakian, termasuk di Arjuno-Welirang. Inilah yang dalam bahasa Jawa disebut gending 'ngunduh mantu' yaitu gending yang dikumandangkan saat prosesi ‘ngunduh mantu’, prosesi perayaan pernikahan di pihak laki-laki.




Menurut keyakinan warga sekitar, jika kita mendengar gending ‘ngunduh mantu’, maka disarankan agar kita tidak meneruskan pendakian ke puncak Arjuno. Jika tetap memaksakan pendakian, biasanya kita akan tersesat atau hilang dibawa ke alam gaib penunggu gunung Arjuno.


Petilasan Singhasari dan Majapahit


Situs-situs peninggalan Kerajaan Majapahit dan Singhasari berupa candi atau prasasti banyak ditemukan di Gunung Arjuno. Disamping itu, terdapat banyak petilasan dari tokoh-tokoh pewayangan seperti petilasan Eyang Antaboga, Eyang Abiyasa, Ayang Sekutrem, Eyang Sakri, Eyang Semar, Eyang Sri Makutharama dan petilasan Sepilar.

gunung arjuno; gunung arjuno welirang; gunung arjuno via lawang; gunung arjuno kebakaran; gunung arjuno meletus; gunung arjuno dimana; gunung arjuno mistis; gunung arjuno angker; gunung arjuno malang; gunung arjuno via purwosari; ayodolenrek; gunung arjuno terbakar; gunung arjuno malang jawa timur; misteri gunung arjuno; rute gunung arjuno


Petilasan Pewayangan

Menurut mitos yang banyak diyakini, peninggalan sejarah dan petilasan-petilasan tersebut dijaga oleh Bambang Wisanggeni, tokoh pewayangan yang merupakan anak dari Arjuna dengan Bathari Dresanala.

Petilasan - petilasan ini sering digunakan orang zaman dahulu untuk pertapaan.

Banyak masyarakat yang percaya jika orang yang melakukan pertapaan tersebut akan 'muksa' (menghilang dengan jasadnya). Meski tak terlihat, namun para pertapa yang muksa tersebut diyakini masih menjaga tempat itu hingga waktu yang tidak diketahui.


Pasar Dieng atau Pasar Setan


Dari Pos Watu Gede menuju puncak Arjuno terdapat wilayah yang cukup luas dan ketinggiannya hampir sama dengan puncak Arjuno (Puncak Ogal-agil). Para pendaki sering menyebutnya Pasar Dieng atau Pasar Setan. Di kawasan ini juga terdapat makam beberapa pendaki.


Kenapa disebut Pasar Setan?


Konon, pernah ada pendaki yang membuka tenda di wilayah tersebut untuk bermalam sebelum menuju puncak. Ketika malam hari, ia dikejutkan dengan suasana gaduh di luar tendanya, pendaki itu 'melihat' sebuah pasar yang sangat ramai.

Selanjutnya diceritakan ia berkeliling pasar dan membeli sebuah jaket lalu kembali ke tenda. Ketika ia terbangun di pagi hari, kawasan sekitar tendanya sepi, tak ada seorangpun bahkan bekas-bekas pasarpun juga tak nampak. Jaket yang dibelinya masih ada, namun uang kembalian yang diberikan oleh pedagang pasar tersebut berubah menjadi daun.


Alas Lali Jiwo


Terdapat sebuah tempat sebelum pendaki mencapai puncak Gunung Arjuno yang dinamai Alas Lali Jiwo atau berarti hutan lupa diri. Kepercayaan setempat menyebutkan orang yang mempunyai niat jahat atau berhati kotor, jika melewati daerah itu akan tersesat dan lupa diri.




Beberapa ahli spiritual menyebut kawasan Alas Lali Jiwo banyak dihuni oleh para Jin penunggu Gunung Arjuno. Konon pendaki yang hilang di hutan ini dibawa untuk dikawinkan dengan bangsa Jin Alas Lali Jiwo.




Mitos lain dari tempat ini, para pendaki juga tidak boleh melanggar beberapa larangan, seperti untuk tidak memakai baju merah (merah dominan), tidak berjumlah ganjil dan tidak merusak situs-situs petilasan Kerajaan Majapahit yang tersebar di area pendakian Gunung Arjuna.




Demikian kisah-kisah misteri dibalik keindahan gunung Arjuno, memang kisah ini adalah kisah yang berkembang dari mulut ke mulut, namun banyak kejadian yang menimpa para pendaki gunung yang mengabaikan cerita ini. Sebaiknya, kemanapun kita pergi untuk selalu menghormati adat istiadat atau keyakinan yang berlaku di tempat tersebut.







Referensi




Pariwisata Jawa Timur

0 Comments

Post a Comment