5 Keajaiban di Kota Mekkah
1.Gelombang radio tidak bisa mendeteksi posisi Ka'bah.2.Bahkan teknologi satelit pun tidak bisa meneropong apa yang ada di dalam Ka'bah. Frekuensi radio tidak mungkin dapat membaca apa-apa yang ada di dalam Ka'bah karena tekanan gravitasi yang tinggi.
3.Tempat yang paling tinggi tekanan gravitasinya, memiliki kandungan garam dan aliran sungai di bawah tanah yang banyak. Sebab itulah jika shalat di Masjidil haram meskipun di tempat yang terbuka tanpa atap masih terasa dingin.
4.Ka'bah bukan sekadar bangunan hitam empat persegi tetapi satu tempat yang ajaib karena di situ pemusatan energi, gravitasi, zona magnetisme nol dan tempatyang paling dirahmati.
5.Pergerakan mengelilingi Ka'bah arah lawan jam memberikan energi hidup secara alami dari alam semesta. semua yang ada di alam ini bergerak sesuai lawan jam, Allah telah menentukan hukumnya begitu.
Sejarah Kota Mekkah
Mekkah merupakan salah satu dari kota yang tertua, terbesar, dan terkenal di tanah Hijaz dalam Kerajaan Arab Saudi. Sejak zaman dulu, Mekkah sudah terkenal di antara para pengembara dan kafilah yang melintasi padang pasir Arab, karena kota ini merupakan pusat erjalanan dan tempat transit yang penting. Ptolemeus telah menyebutkan kota
Mekkah dengan nama Macoraba dan menghubungkan nama ini dengan pusat perdagangan rempah-rempah. Sejak sebelum datangnya Islam kota Mekkah telah menjadi pusat berbagai pertemuan dan perayaan: perdagangan, kebudayaan, dan keagamaan. Di wilayah ini terdapat Thaif yang memiliki tiga berhala; `Ukazh sebagai pusat lomba bersyair;
Dzul Majaz tempat diadakannya pertemuan keagamaan yang kemudian memuncak pada upacara khusus dari pesta akbar di Arafah, lalu di Quzah atau Muzdalifah, dan kemudian di Mekkah sendiri dengan Ka`bah sebagai pusatnya yang dikelilingi oleh patung-patung dan berhala-berhala dari berbagai suku dan bangsa.Dalam al-Qur’an dijelaskan bahwa kota Mekkah itu terletak di suatu lembah yang tandus (Q.S. 14:40). Di sini tidak banyak mata air, sumur, kebun-kebun dan pepohonan. Di mana ada mata air, di situ ada kampung. Peternakan hanya terbatas pada binatang-binatang yang tidak begitu banyak membutuhkan air, semisal domba dan unta. Mekkah juga
disebut dengan berbagai nama di dalam al-Qur’an. Ada istilah al-balad al-amin (negeri yang aman, terlindungi), sebagaimana disebutkan dalam Surat al-Thin ayat 1-3. Istilah lain untuk Mekkah adalah Bakkah (Q.S. 3:96), yakni lembah yang dimaksudkan oleh Nabi Ibrahim AS sebagai lembah yang tandus dan tiada bertumbuhan, karena lembah ini dikelilingi bukit-bukit. Nama lain yang diberikan oleh al-Qur’an untuk kota ini adalah Umm al-Qura yang berarti ibukota. Nama ini sekarang dijadikan nama sebuah universitas di kota ini.
Islam datang membawa perubahan luar biasa terhadap kota Mekkah. Nabi Muhammad SAW membawa risalah tauhid yang memproklamirkan bahwa tidak ada tuhan selain Allah. Karena itu Nabi membersihkan segala berhala dan patung yang menjadi sesembahan di sekitar Ka`bah, ketika itu berjumlah lebih kurang 360-an.Sebagaimana telah dijelaskan, Mekkah itu dikelilingi oleh bukit-bukit dari timur hingga ke barat. Dengan demikian kota Mekkah terletak di tengah-tengah, dibentengi oleh bukit-bukit itu. Salah unsur terpenting Mekkah sebagai pusat ilmu pengetahuan Islam adalah keberadaan Al-Masjid al-Haram di kota ini. Para sejarawan Arab mencatat bahwa pada zaman Nabi SAW dan Abu Bakar RA, al-Al-Masjid al-Haram itu tidak mempunyai dinding di sekelilingnya. Diriwayatkan bahwa luas Al-Masjid al-Haram ketika itu adalah seluas lapangan yang sekarang diberi tanda tiang-tiang lampu di sekitar Ka’bah. Umar-lah yang disebut sebagai yang mula-mula meluaskan Masjid ini dengan membeli rumah-rumah penduduk yang didirikan di sekitar Masjid.
Kemudian ia membuat dinding di sekelilingnya setinggi manusia. Di atas dinding itu diletakkan lampu-lampu untuk menerangi Masjid. Demikianlah perluasan dan pembangunan Al-Masjid al-Haram terus berlangsung dari zaman Khulafaurrasyidun, ke kekhalifahan Dinasti Umayyah, Dinasti Abbasiyah, dan seterusnya hingga zaman Dinasti Usmani serta Para penguasa dari keturunan Sa`ud.Keberadaan al-Al-Masjid al-Haram ini menjadi sangat penting bagi Mekkah sebagai pusat studi Islam, terlebih lagi dengan terjadinya pertemuan terbesar kaum Muslimin dari berbagai penjuru dunia untuk menunaikan ibadah haji pada setiap tahun. Biasanya, sebagian di antara para jamaah haji itu tinggal di kota ini untuk menuntut ilmu atau untuk kepentingan lainnya. Karena itu di lingkungan Al-Masjid al-Haram timbul kelompok-kelompok studi dalam bentuk halaqah, majlis al-tadris, dan kuttab. Sedangkan istilah madrasah sebagai institusi pengajaran—baru diperkenalkan di dunia Islam secara agak luas pada abad ke-9—dikenal di Mekkah pada abad ke-12 dengan didirikannya
Madrasah al-Ursufiyyah oleh Afif Abdullah Muhammad al-Ursufi (w. 595/1196) di dekat Pintu Umrah, bagian selatan Al-Masjid al-Haram. Sejarah umat Islam di Indonesia mencatat Mekkah, dengan Al-Masjid al-Haram yang menjadi pusatnya, sebagai pusat studi ilmu-ilmu agama yang sangat prestisius. Pernyataan ini dapat dibuktikan dengan kenyataan bahwa hampir seluruh ulama besar dalam sejarah negeri ini pernah mengenyam pendidikan di Mekkah. Sebut saja misalnya tokoh-tokoh agama kenamaan semisal:
Hamzah al-Fansuri (w. 1016/1607)
Nuruddin al-Raniri (w. 1068/1658)
Abdurrauf al-Sinkli (1024-1105/1615-1693)
Muhammad Yusuf al-Makasari (1037-1111/1627-1699)
Abdussamad al-Palembani (1116-1203/1704-1789)
Muhammad Arsyad al-Banjari (1122-1227/1710-1812)
Muhammad Nafis al-Banjari (lahir 1148/1735)
Imam Muhammad Nawawi al-Bantani (1230-1314/1813-1879)
Ahmad Khatib al-Minangkabawi (1855-1916)
Muhammad Jamil Jambek (1860-1947)
Haji Abdul Karim Amrullah (1879-1945)
Syekh Ahmad Soorkati (1872-1943)
Haji Abdullah Ahmad (1878-1933)
Kyai Haji Ahmad Dahlan (lahir 1869-1923)
Kyai Haji Hasyim Asy`ari (lahir 1871)
Kyai Haji Bisyri (lahir 1887)
Mereka adalah sebagian contoh dari para ulama besar Indonesia yang pernah mengenyam pendidikan di Mekkah. Kebesaran dan kedalaman ilmu mereka itu misalnya dapat dilihat dari karya-karya mereka maupun kiprah mereka bagi masyarakat Indonesia, sebagaimana akan diuraikan secara singkat berikut ini.
1). Hamzah al-Fansuri (w. 1016/1607)
Hamzah adalah seorang ulama besar Aceh pada masanya. Ia pernah menjabat sebagai semacam “chief bishope” di Kerajaan Aceh. Raja dan seluruh rakyat Aceh sangat menghormatinya karena kedalaman ilmunya dan karena sikapnya yang bijak dan tenang. Ia juga penulis produktif, di antara karyanya yang terkenal adalah:
Madrasah al-Ursufiyyah oleh Afif Abdullah Muhammad al-Ursufi (w. 595/1196) di dekat Pintu Umrah, bagian selatan Al-Masjid al-Haram. Sejarah umat Islam di Indonesia mencatat Mekkah, dengan Al-Masjid al-Haram yang menjadi pusatnya, sebagai pusat studi ilmu-ilmu agama yang sangat prestisius. Pernyataan ini dapat dibuktikan dengan kenyataan bahwa hampir seluruh ulama besar dalam sejarah negeri ini pernah mengenyam pendidikan di Mekkah. Sebut saja misalnya tokoh-tokoh agama kenamaan semisal:
Hamzah al-Fansuri (w. 1016/1607)
Nuruddin al-Raniri (w. 1068/1658)
Abdurrauf al-Sinkli (1024-1105/1615-1693)
Muhammad Yusuf al-Makasari (1037-1111/1627-1699)
Abdussamad al-Palembani (1116-1203/1704-1789)
Muhammad Arsyad al-Banjari (1122-1227/1710-1812)
Muhammad Nafis al-Banjari (lahir 1148/1735)
Imam Muhammad Nawawi al-Bantani (1230-1314/1813-1879)
Ahmad Khatib al-Minangkabawi (1855-1916)
Muhammad Jamil Jambek (1860-1947)
Haji Abdul Karim Amrullah (1879-1945)
Syekh Ahmad Soorkati (1872-1943)
Haji Abdullah Ahmad (1878-1933)
Kyai Haji Ahmad Dahlan (lahir 1869-1923)
Kyai Haji Hasyim Asy`ari (lahir 1871)
Kyai Haji Bisyri (lahir 1887)
Mereka adalah sebagian contoh dari para ulama besar Indonesia yang pernah mengenyam pendidikan di Mekkah. Kebesaran dan kedalaman ilmu mereka itu misalnya dapat dilihat dari karya-karya mereka maupun kiprah mereka bagi masyarakat Indonesia, sebagaimana akan diuraikan secara singkat berikut ini.
1). Hamzah al-Fansuri (w. 1016/1607)
Hamzah adalah seorang ulama besar Aceh pada masanya. Ia pernah menjabat sebagai semacam “chief bishope” di Kerajaan Aceh. Raja dan seluruh rakyat Aceh sangat menghormatinya karena kedalaman ilmunya dan karena sikapnya yang bijak dan tenang. Ia juga penulis produktif, di antara karyanya yang terkenal adalah:
Asrar al-`Arifin
Syarab al-`Asyiqin, dan
Nuruddin al-Raniri (w. 1068/1658)
Al-Raniri seorang alim besar keturunan Arab (Hadlrami) yang dilahirkan di Ranir (modern: Randir), sebuah kota pelabuhan tua di pantai Gujarat. Meski lahir di India dari keturunan Arab, ia secara umum dianggap lebih sebagai seorang alim Indonesia. Ia pernah diangkat sebagai Syaikh al-Islam di kesultanan Aceh, salah satu kedudukan tertinggi di Kesultanan di bawah Sultan sendiri. Al-Raniri juga dikenal sebagai tokoh pembaru ajaran tasawuf yang telah tersebar di kalangan masyarakat Aceh saat itu.
Bustan al-Salathin,
Tibyan fi Ma’rifat al-Adyan,
Hidayat al-Habib fi al-Targhib wa al-Tartib
Durrat al-Fara’id bi Syarh al-`Aqa’id, dan
Shirath al-Mustaqim
Selain di Mekkah, al-Sinkli pernah belajar di beberapa tempat lain misalnya di Doha (Uni Emirat Arab), Yaman, Jeddah, dan terakhir di Madinah. Ia dicatat telah melewatkan masa 19 tahun untuk belajar di Arabia. Sebagaimana dua tokoh sebelumnya, al-Sinkli juga pernah menduduki jabatan penting di Kerajaan Aceh, yakni Mufti Kerajaan atau Qadli Malik al-`Adil, yang bertanggungjawab atas administrasi masalah-masalah keagamaan. Al-Sinkli juga merupakan penulis produktif; ia menulis tidak kurang dari 22 karya dalam berbagai bidang: tafsir, fikih, tasawuf, dan kalam. Ia dikenal sebagai ulama pertama yang menulis mengenai fiqh al-mu`amalat. Dia juga tercatat sebagai alim pertama yang di Nusantara yang bersedia memikul tugas besar mempersiapkan tafsir lengkap al-Qur’an dalam bahasa Melayu yang didasarkan pada Tafsir al-Jalalain dan Tafsir al-
Mir’at al-Thullab fi Tafshil Ma`rifat al-Ahkam al-Syar’iyyah li al-Malik al-Wahhab
Fiqh al-Mu’amalat
Kifayat al-Muhtajin
Daqa’iq al-Huruf
Risalah Mukhtasharah fi Bayan Syurut al-Syaikh wa al-Murid
Risalah Adab Murid akan Syaikh
Al-Mau’izhah al-Badi’ah
Hadits Arba’in
4) Muhammad Yusuf al-Makasari (1037-1111/1627-1699)
Al-Makassari adalah seorang ulama kenamaan dari Nusantara yang memiliki reputasi internasional. Tokoh ini juga dikenal sebagai penyebar dan pengembang Islam di Afrika
Selatan, hingga kini umat Islam di kawasan tersebut masih mengenangnya sebagai alim besar yang berjasa kepada dakwah Islam di negeri ini. Al-Makasari adalah menantu dari Sultan Goa, Ala’uddin, yang memerintah tahun 1591-1636. Setelah belajar dalam waktu yang lama di dunia Arab dia kembali ke Indonesia dan menetap di Banten untuk beberapa. Di Kesultanan Banten ini dia menduduki salah satu jabatan tertinggi di kalangan elit istana Banten, dan juga menjadi anggota Dewan Penasehat Sultan yang paling berpengaruh. Selama di Banten ia pernah mengambil alih kepemimpinan pasukan perang Banten yang berjumlah 4000 untuk melawan Belanda, ketika Sultan Banten ditangkap oleh penjejah Belanda. Al-Makasari ternyata seorang yang ahli dan memiliki keberanian luar bias di medan pertempuran. Berkali-kali Belanda gagal menangkapnya, sampai akhirnya Belanda menggunakan tipudaya licik untuk menangkapnya pada tanggal 14 Desember 1683. Pada 1684 al-Makassari diasingkan ke Sri Langka selama hampir satu
dasawarsa. Pengasingannya ke Sri Langka ini tidak membuat hubungan al-Makassai putus dengan Indonesia, karena itu Belanda memindahkannya ke Tanjung Harapan di Afrika Selatan. Para penulis Islam di Afrika Selatan telah menobatkan al-Makassari sebagai “pendiri” Islam di wilayah ini.
Sebagai penulis produktif, Syekh Yusuf al-Makassari telah menulis karya cukup banyak, antara lain:
Asrar al-Shalat
Al-Barakah al-Sailaniyyah
Bidayat al-Mubtadi’
Al-Futuhat al-Rabbaniyyah
Habl al-Warid
Kaifiyyat al-Mughni
Mathlab al-Salikin
Al-Minhah al-Sailaniyyah atau al-Nafhah al-Sailaniyyah
Qurrah al-`Ain
Al-Risalah al-Naqsyabandiyyah
Safinat al-Najat
Sirr al-Asrar
Taj al-Asrar
Tuhfah al-Labib
Zubdat al-Asrar
Di samping menulis karya sendiri, al-Makassari, dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya oleh gurunya ketika belajar di Madinah, Ibrahim al-Kurani, juga menyalin kitab Risalah fi al-Wujud dan al-Durrah al-Fakhirah, keduanya karya Nur al-Din al-Jami (w. 1492). Menurut Nicholas Heer, salinan al-Durrah al-Fakhirah yang dilakukan oleh al-Makassari tersebut adalah yang terbaik dan paling akurat dari beberapa salinan yang lain dari buku yang sama ini.
Zuhrat al-Mufid fi Bayan Kalimat al-Tauhid
Sair al-Salikin ila Ibadat Rabb al-‘Alamin
Hidayat al-Salikin fi Suluk Maslak al-Muttaqin
Nasihat al-Muslimin wa Tadzkirah al-Mu’minin fi Fadla’il al-Jihad fi Sabil Allah wa Karamah al-Mujahidin fi Sabil Allah.
Alim dari Kalimantan ini pernah belajar di Mekkah selama sekitar tigapuluh tahun. Dia juga pernah mengajar selama beberapa tahun di Al-Masjid al-Haram sebelum kemudian meninggalkan Mekkah. Setibanya di Martapura, Kalimantan Selatan, al-Banjari mendirikan lembaga pendidikan Islam untuk mendidik kader-kader Muslim untuk meningkatkan pemahaman mereka tentang agama dan agar mereka dapat menjalankan praktik-praktik agama dengan baik. Dalam hal ini dia bekerjasama dengan Sultan Tahmid Allah II (1187-1223/1773-1808) untuk mendirikan lembaga pendidikan. Di pusat pendidikannya itu dia membangun ruang-ruang untuk kuliah, pondokan para murid, rumah para guru, dan perpustakaan. Lembaga pendidikan ini kemudian berhasil melahirkan para ahli agama terkemuka di kalangan masyarakat Kalimantan. Muhammad Arsyad juga mengambil langkah penting lain untuk menguatkan Islamisasi di daerahnya dengan memperbarui adminiustrasi keadilan di Kesultanan Banjar. Dia juga menjadikan ajaran-ajaran Islam sebagai acuan terpenting dalam pengadilan kriminal. Dengan dukungan Sultan dia mendirikan pengadilan Islam yang terpisah untuk mengurusi masalah-masalah hukum sipil murni. Dia juga mendirikan lembaga fatwa yang bertanggungjawab mengeluarkan fatwa-fatwa menganai berbagai persoalan keagamaan. Di antara karya uatama al-Banjari adalah:
Sabil al-Muhtadin li al-Tafaqquh fi Amr al-Din
Perukunan Besar al-Banjari atau Perukunan Melayu
Al-Tafsir al-Munir li Ma`alim al-Tanzil
Al-Tsimar al-Yani`ah
Tanqih al-Qaul
Al-Taushiyah
Fath al-Majid
Fath al-Mujib
Muraqi al-`Ubudiyah
Nasha’ih al-`Ibad
Al-Futuhat al-Madaniyah
Bahjat al-Wasa’il
Qathr al-Ghaits
Sullam al-Fudhala’
Sullam al-Munajat
Tijan al-Darari
Qami` Thughyan
Ahmad Khatib al-Minangkabawi (1855-1916)
Ahmad Khatib adalah seorang alim terkenal yang dianggap tokoh pertama yang memperkenalkan pembaruan di Minangkabau. Hal ini dilakukan dengan menyebarkan pikiran-pikirannya melalui murid-murid dan buku-bukunya, sementara dia sendiri tetap tinggal di Mekkah. Di Mekkah dia telah mencapai kedudukan sangat tinggi dalam mengajarkan agama, yakni sebagai imam mazhab Syafii di Al-Masjid al-Haram. Di antara karya-karyanya adalah:
Izhar Zaghl al-Kadzibin fi Tasyabbuhihim bi al-Shiddiqin
Al-Ayat al-Bayyinah li al-Munsifin fi Izalat Ba`dl al-Myta’ashibin
Al-Saif al-Bath-thar fi Mahq Kalimat Ba’dl ahl Ightirar.
Muhammad Jamil Jambek (1860-1947)
Haji Abdul Karim Amrullah (1879-1945)
Haji Abdullah Ahmad (1878-1933)
Kyai Haji Ahmad Dahlan (lahir 1869)
Mereka bertiga adalah para tokoh gerakan pembaruan di Minangkabau yang akan dibicarakan erat kaitannya dengan kebangkitan kembali Gerakan Salafiyah di Arab Saudi. Sedangkan Kyai Haji Ahmad Dahlan adalah tokoh pendiri Muhammadiyah. Perihal mereka akan diuraikan secara agak rinci ketika membicarakan pengaruh Gerakan Salafiyah di Arab Saudi terhadap Indonesia.
Syekh Ahmad Soorkatti adalah salah seorang pendiri perhimpunan al-Irsyad, sebuah perhimpunan yang sangat berpengaruh di lingkungan masyarakat Arab di Indonesia. Syekh Soorkatti lahir di Dunggula, Sudan, tahun 1872. Setelah ayahnya meninggal Syekh Soorkatti pergi ke Tanah Suci untuk menuntut ilmu; di Madinah selama 4 tahun dan kemudian pindah belajar ke Mekkah selama 11 tahun.Selama di Tanah Suci Syekh ini bekenalan dengan ide-ide pembaruan Ibn Abdul Wahhab dan Muhammad Abduh. Ia juga berlangganan majalah al-Manar yang terbit di Mesir. Pada tahun 1911, Syekh yang sangat tekun dan alim ini tiba di Jakarta. Setibanya di Indonesia Syekh Ahmad gencar melakukan dakwah dan menyebarkan ide-ide pembaruan dengan mengajar di lembaga pendidikan yang didirikan oleh Jama’at al-Khairat, dan kemudian mendirikan sendiri Madrasah al-Irsyad al-Islamiyyah. Hal ini dia wujudkan dengan mendirikan organisasi pembaruan bernama Jam’iyyah al-Ishlah wa al-Irsyad al-Islamiyyah, atau yang lebih dikenal dengan al-Irsyad.
Di samping mendidik secara formal melalui lembaga pendidikan yang didirikannya, Syekh Ahmad juga sering tampil dalam berbagai perdebatan terbuka tentang Islam, terutama tentang masalah-masalah furu’. Semangat pembaruannya mendorongnya untuk membongkar hadis-hadis palsu, dengan gigih membasmi segala bid’ah seperti pemujaan kuburan atau tempat-tempat yang dikeramatkan. Ia menentang kejumudan, menegakkan ijtihad, membasmi segala perbuatan yang bertentangan dengan ajaran-ajaran agama yang murni. Untuk hal ini dia juga menulis buku yang berjudul al-Masa’il al-Tsalats yang menggambarkan pertentangan antara aliran lama dan baru mengenai: (1) ijtihad dan taqlid, (2) sunnah dan bid’ah, dan (3) ziarah kubur dan tawassul.
Kyai Haji Hasyim Asy`ari (lahir 1871)
Kyai Haji Bisyri (lahir 1887)
Kyai Haji Wahid Hasyim (1914-1953)
Syarab al-`Asyiqin, dan
Nuruddin al-Raniri (w. 1068/1658)
Al-Raniri seorang alim besar keturunan Arab (Hadlrami) yang dilahirkan di Ranir (modern: Randir), sebuah kota pelabuhan tua di pantai Gujarat. Meski lahir di India dari keturunan Arab, ia secara umum dianggap lebih sebagai seorang alim Indonesia. Ia pernah diangkat sebagai Syaikh al-Islam di kesultanan Aceh, salah satu kedudukan tertinggi di Kesultanan di bawah Sultan sendiri. Al-Raniri juga dikenal sebagai tokoh pembaru ajaran tasawuf yang telah tersebar di kalangan masyarakat Aceh saat itu.
Kebesaran dan kedalaman ilmu al-Raniri juga dapat dilihat dari karya-karyanya yang cukup banyak, antara lain:
Hujjat al-Shiddiq li daf’i al-ZindiqBustan al-Salathin,
Tibyan fi Ma’rifat al-Adyan,
Hidayat al-Habib fi al-Targhib wa al-Tartib
Durrat al-Fara’id bi Syarh al-`Aqa’id, dan
Shirath al-Mustaqim
3) Abdurrauf al-Sinkli (1024-1105/1615-1693)
Selain di Mekkah, al-Sinkli pernah belajar di beberapa tempat lain misalnya di Doha (Uni Emirat Arab), Yaman, Jeddah, dan terakhir di Madinah. Ia dicatat telah melewatkan masa 19 tahun untuk belajar di Arabia. Sebagaimana dua tokoh sebelumnya, al-Sinkli juga pernah menduduki jabatan penting di Kerajaan Aceh, yakni Mufti Kerajaan atau Qadli Malik al-`Adil, yang bertanggungjawab atas administrasi masalah-masalah keagamaan. Al-Sinkli juga merupakan penulis produktif; ia menulis tidak kurang dari 22 karya dalam berbagai bidang: tafsir, fikih, tasawuf, dan kalam. Ia dikenal sebagai ulama pertama yang menulis mengenai fiqh al-mu`amalat. Dia juga tercatat sebagai alim pertama yang di Nusantara yang bersedia memikul tugas besar mempersiapkan tafsir lengkap al-Qur’an dalam bahasa Melayu yang didasarkan pada Tafsir al-Jalalain dan Tafsir al-
Baghawi. Di antara karya-karya al-Sinkli adalah:
Tarjuman al-MustafidMir’at al-Thullab fi Tafshil Ma`rifat al-Ahkam al-Syar’iyyah li al-Malik al-Wahhab
Fiqh al-Mu’amalat
Kifayat al-Muhtajin
Daqa’iq al-Huruf
Risalah Mukhtasharah fi Bayan Syurut al-Syaikh wa al-Murid
Risalah Adab Murid akan Syaikh
Al-Mau’izhah al-Badi’ah
Hadits Arba’in
4) Muhammad Yusuf al-Makasari (1037-1111/1627-1699)
Al-Makassari adalah seorang ulama kenamaan dari Nusantara yang memiliki reputasi internasional. Tokoh ini juga dikenal sebagai penyebar dan pengembang Islam di Afrika
Selatan, hingga kini umat Islam di kawasan tersebut masih mengenangnya sebagai alim besar yang berjasa kepada dakwah Islam di negeri ini. Al-Makasari adalah menantu dari Sultan Goa, Ala’uddin, yang memerintah tahun 1591-1636. Setelah belajar dalam waktu yang lama di dunia Arab dia kembali ke Indonesia dan menetap di Banten untuk beberapa. Di Kesultanan Banten ini dia menduduki salah satu jabatan tertinggi di kalangan elit istana Banten, dan juga menjadi anggota Dewan Penasehat Sultan yang paling berpengaruh. Selama di Banten ia pernah mengambil alih kepemimpinan pasukan perang Banten yang berjumlah 4000 untuk melawan Belanda, ketika Sultan Banten ditangkap oleh penjejah Belanda. Al-Makasari ternyata seorang yang ahli dan memiliki keberanian luar bias di medan pertempuran. Berkali-kali Belanda gagal menangkapnya, sampai akhirnya Belanda menggunakan tipudaya licik untuk menangkapnya pada tanggal 14 Desember 1683. Pada 1684 al-Makassari diasingkan ke Sri Langka selama hampir satu
dasawarsa. Pengasingannya ke Sri Langka ini tidak membuat hubungan al-Makassai putus dengan Indonesia, karena itu Belanda memindahkannya ke Tanjung Harapan di Afrika Selatan. Para penulis Islam di Afrika Selatan telah menobatkan al-Makassari sebagai “pendiri” Islam di wilayah ini.
Sebagai penulis produktif, Syekh Yusuf al-Makassari telah menulis karya cukup banyak, antara lain:
Asrar al-Shalat
Al-Barakah al-Sailaniyyah
Bidayat al-Mubtadi’
Al-Futuhat al-Rabbaniyyah
Habl al-Warid
Kaifiyyat al-Mughni
Mathlab al-Salikin
Al-Minhah al-Sailaniyyah atau al-Nafhah al-Sailaniyyah
Qurrah al-`Ain
Al-Risalah al-Naqsyabandiyyah
Safinat al-Najat
Sirr al-Asrar
Taj al-Asrar
Tuhfah al-Labib
Zubdat al-Asrar
Di samping menulis karya sendiri, al-Makassari, dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya oleh gurunya ketika belajar di Madinah, Ibrahim al-Kurani, juga menyalin kitab Risalah fi al-Wujud dan al-Durrah al-Fakhirah, keduanya karya Nur al-Din al-Jami (w. 1492). Menurut Nicholas Heer, salinan al-Durrah al-Fakhirah yang dilakukan oleh al-Makassari tersebut adalah yang terbaik dan paling akurat dari beberapa salinan yang lain dari buku yang sama ini.
5) Abdussamad al-Palembangi (1116-1203/1704-1789)
Jika tiga ulama besar terdahulu berada di lingkungan Kerajaan Aceh, dan al-Makassari berasal dari Sulawesi, al-Palembani adalah seorang ulama besar abad ke-18 yang berasal dari Sumatra Selatan. Dia adalah ulama Palembang jebolan Mekkah yang paling berpengaruh, terutama melalui karya-karyanya yang meluas di Nusantara. Karya-karya itu antara lain:Zuhrat al-Mufid fi Bayan Kalimat al-Tauhid
Sair al-Salikin ila Ibadat Rabb al-‘Alamin
Hidayat al-Salikin fi Suluk Maslak al-Muttaqin
Nasihat al-Muslimin wa Tadzkirah al-Mu’minin fi Fadla’il al-Jihad fi Sabil Allah wa Karamah al-Mujahidin fi Sabil Allah.
6) Muhammad Arsyad al-Banjari (1122-1227/1710-1812)
Alim dari Kalimantan ini pernah belajar di Mekkah selama sekitar tigapuluh tahun. Dia juga pernah mengajar selama beberapa tahun di Al-Masjid al-Haram sebelum kemudian meninggalkan Mekkah. Setibanya di Martapura, Kalimantan Selatan, al-Banjari mendirikan lembaga pendidikan Islam untuk mendidik kader-kader Muslim untuk meningkatkan pemahaman mereka tentang agama dan agar mereka dapat menjalankan praktik-praktik agama dengan baik. Dalam hal ini dia bekerjasama dengan Sultan Tahmid Allah II (1187-1223/1773-1808) untuk mendirikan lembaga pendidikan. Di pusat pendidikannya itu dia membangun ruang-ruang untuk kuliah, pondokan para murid, rumah para guru, dan perpustakaan. Lembaga pendidikan ini kemudian berhasil melahirkan para ahli agama terkemuka di kalangan masyarakat Kalimantan. Muhammad Arsyad juga mengambil langkah penting lain untuk menguatkan Islamisasi di daerahnya dengan memperbarui adminiustrasi keadilan di Kesultanan Banjar. Dia juga menjadikan ajaran-ajaran Islam sebagai acuan terpenting dalam pengadilan kriminal. Dengan dukungan Sultan dia mendirikan pengadilan Islam yang terpisah untuk mengurusi masalah-masalah hukum sipil murni. Dia juga mendirikan lembaga fatwa yang bertanggungjawab mengeluarkan fatwa-fatwa menganai berbagai persoalan keagamaan. Di antara karya uatama al-Banjari adalah:
Sabil al-Muhtadin li al-Tafaqquh fi Amr al-Din
Perukunan Besar al-Banjari atau Perukunan Melayu
7) Muhammad Nafis al-Banjari (lahir 1148/1735)
Muhammad Nafis adalah seorang alim penting lainnya dari Kalimantan. Dia adalah penulis buku terkenal berjudul al-Durr al-Nafis fi Bayan Wahdat al-Af`al wa al-Asma` wa al-Shifat wa al-Dzat al-Taqdis yang beredar luas di Nusantara. Buku ini dicetak berkali-kali di Kairo oleh Dar al-Thiba`ah (1347/1928) dan percetakan Mushthafa al-Halabi (1362/1943), sedangkan di Mekkah diterbitkan oleh Mathba`ah al-Karim al-Islamiyyah (1323/1905), serta dicetak di berbagai tempat di Nusantara.8) Imam Muhammad Nawawi al-Bantani (1230-1314/1813-1879)Imam Nawawi adalah seorang alim kenamaan berasal dari Banten yang pernah belajar di Mekkah, dan wafat di sana. Ilmunya sangat luas meliputi bidang tafsir, hadis, fikih, tauhid, tasawwuf, sejarah, akhlak, dan bahasa. Hal ini tampak dari karya-karya yang ditulis yang berjumlah tidak kurang dari 99 buah, di antaranya ialah:Al-Tafsir al-Munir li Ma`alim al-Tanzil
Al-Tsimar al-Yani`ah
Tanqih al-Qaul
Al-Taushiyah
Fath al-Majid
Fath al-Mujib
Muraqi al-`Ubudiyah
Nasha’ih al-`Ibad
Al-Futuhat al-Madaniyah
Bahjat al-Wasa’il
Qathr al-Ghaits
Sullam al-Fudhala’
Sullam al-Munajat
Tijan al-Darari
Qami` Thughyan
Ahmad Khatib al-Minangkabawi (1855-1916)
Ahmad Khatib adalah seorang alim terkenal yang dianggap tokoh pertama yang memperkenalkan pembaruan di Minangkabau. Hal ini dilakukan dengan menyebarkan pikiran-pikirannya melalui murid-murid dan buku-bukunya, sementara dia sendiri tetap tinggal di Mekkah. Di Mekkah dia telah mencapai kedudukan sangat tinggi dalam mengajarkan agama, yakni sebagai imam mazhab Syafii di Al-Masjid al-Haram. Di antara karya-karyanya adalah:
Izhar Zaghl al-Kadzibin fi Tasyabbuhihim bi al-Shiddiqin
Al-Ayat al-Bayyinah li al-Munsifin fi Izalat Ba`dl al-Myta’ashibin
Al-Saif al-Bath-thar fi Mahq Kalimat Ba’dl ahl Ightirar.
Muhammad Jamil Jambek (1860-1947)
Haji Abdul Karim Amrullah (1879-1945)
Haji Abdullah Ahmad (1878-1933)
Kyai Haji Ahmad Dahlan (lahir 1869)
Mereka bertiga adalah para tokoh gerakan pembaruan di Minangkabau yang akan dibicarakan erat kaitannya dengan kebangkitan kembali Gerakan Salafiyah di Arab Saudi. Sedangkan Kyai Haji Ahmad Dahlan adalah tokoh pendiri Muhammadiyah. Perihal mereka akan diuraikan secara agak rinci ketika membicarakan pengaruh Gerakan Salafiyah di Arab Saudi terhadap Indonesia.
Syekh Ahmad Sookatti (1872- 1943)
Syekh Ahmad Soorkatti adalah salah seorang pendiri perhimpunan al-Irsyad, sebuah perhimpunan yang sangat berpengaruh di lingkungan masyarakat Arab di Indonesia. Syekh Soorkatti lahir di Dunggula, Sudan, tahun 1872. Setelah ayahnya meninggal Syekh Soorkatti pergi ke Tanah Suci untuk menuntut ilmu; di Madinah selama 4 tahun dan kemudian pindah belajar ke Mekkah selama 11 tahun.Selama di Tanah Suci Syekh ini bekenalan dengan ide-ide pembaruan Ibn Abdul Wahhab dan Muhammad Abduh. Ia juga berlangganan majalah al-Manar yang terbit di Mesir. Pada tahun 1911, Syekh yang sangat tekun dan alim ini tiba di Jakarta. Setibanya di Indonesia Syekh Ahmad gencar melakukan dakwah dan menyebarkan ide-ide pembaruan dengan mengajar di lembaga pendidikan yang didirikan oleh Jama’at al-Khairat, dan kemudian mendirikan sendiri Madrasah al-Irsyad al-Islamiyyah. Hal ini dia wujudkan dengan mendirikan organisasi pembaruan bernama Jam’iyyah al-Ishlah wa al-Irsyad al-Islamiyyah, atau yang lebih dikenal dengan al-Irsyad.
Di samping mendidik secara formal melalui lembaga pendidikan yang didirikannya, Syekh Ahmad juga sering tampil dalam berbagai perdebatan terbuka tentang Islam, terutama tentang masalah-masalah furu’. Semangat pembaruannya mendorongnya untuk membongkar hadis-hadis palsu, dengan gigih membasmi segala bid’ah seperti pemujaan kuburan atau tempat-tempat yang dikeramatkan. Ia menentang kejumudan, menegakkan ijtihad, membasmi segala perbuatan yang bertentangan dengan ajaran-ajaran agama yang murni. Untuk hal ini dia juga menulis buku yang berjudul al-Masa’il al-Tsalats yang menggambarkan pertentangan antara aliran lama dan baru mengenai: (1) ijtihad dan taqlid, (2) sunnah dan bid’ah, dan (3) ziarah kubur dan tawassul.
Kyai Haji Hasyim Asy`ari (lahir 1871)
Kyai Haji Bisyri (lahir 1887)
Kyai Haji Wahid Hasyim (1914-1953)
0 Comments
Post a Comment